Sejarah Perayaan Idul Fitri; Asal Usul, Sunnah Hingga Tradisi Sungkeman di Indonesia

Sejarah Perayaan Idul Fitri; Asal Usul, Sunnah Hingga Tradisi Sungkeman di Indonesia

PeciHitam.org – Orang Islam memiliki dua hari besar yang selalu dirayakan dengan penuh suka cita, yakni hari raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha. Sejarah perayaan hari raya Idul Fitri dan Idul Adha dalam Islam tidak terlepas pada adanya hari raya yang selalu dirayakan orang Musyrik Madinah sebelum Islam, yaitu Hari Raya Nairuz dan Mahrajan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Rasululullah SAW menjumpai praktek hari Raya Nairuz dan Mahrajan hanya diisi dengan bersenang-senang, mabuk-mabukan dan menghaburkan harta benda untuk kesenengan duniawi. Dua hari raya tersebut selalu digelar mewah oleh Kaum Yasyrik, asal mula tradisi perayaan Nairuz dan Mahrajan.

Kedua perayaan tersebut kemudian diganti dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha sebagaimana umat Islam lakukan setiap tahunnya. Sejarah perayaan Idul Fitri dan Adha penting dipahami agar tahu bagaimana seharusnya merayakannya dengan benar.

Daftar Pembahasan:

Asal Usul Perayaan Hari Raya

Islam lahir di Makkah ditandai dengan turunnya Al-Quran surat al-Alaq ayat 1-5. Selama periode dakwah Makkah, Rasulullah SAW hanya mendapatkan sedikit pengikut.

Allah SWT kemudian memerintahkan untuk Hijrah ke Kota Yatsrib, sebuah kota yang lebih sejuk terletak di Utara Makkah.

Periode dakwah Makkah dan Madinah inilah dikenal dengan Masa Pewahyuan yang mana wahyu Allah SWT kepada Muhammad SAW turun secara bertahap.

Puasa Ramadhan baru diwajibkan untuk ditunaikan pada tahun kedua Hijriyah. Tahun kedua Hijriyah juga menjadi tahun Istimewa karena Islam memenangkan Perang Pertama, yakni perang Badar.

Syariat Puasa juga menjadi tanda dirayakannya idul fitri setelah selesai menjalankan Ibadah Puasa selama sebulan penuh. Masa inilah tonggak awal sejarah perayaan Idul Fitri.

Sejarah Perayaan Idul Fitri dan Adha dalam Riwayat Sahabat Anas bin Malik tidak terlepas dari perayaan Nairuz dan Mahrajan. Hadits Rasulullah menyebutkan;

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى

Artinya; Sahabat Anas bin Malik meriwayatkan, ia berkata dahulu orang-orang Jahiliyyah memiliki dua hari (khusus) setiap tahun yang mana mereka biasa bersenang-senang ketika pada dua hari tersebut. Ketika Nabi SAW datang ke kota Madinah, beliau bersabda. Dahulu kalian memiliki dua hari di mana kalian bersenang-senang ketika itu. Sekarang Allah telah menggantikan untuk kalian dengan dua hari besar yang lebih baik yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. (HR. Abu Daud).

Hadits tersebut menyatakan bahwa Allah SWT mengganti dua hari raya yang hanya berorientasi dengan senang-senang menjadi dua hari raya dengan banyak menyebut nama Allah.

Baca Juga:  Tidak Lama Lagi Idul Fitri, Inilah 7 Tradisi Lebaran yang Ada di Indonesia

Hari Raya Nairuz adalah perayaan awal tahun Syamsiyah, sedangkan Mihrajan adalah perayaan enam bulan setelah perayaan tahun baru.

Sejarah Perayaan Idul fitri dan Adha adalah menggantikan hari raya untuk besenang-senang digantikan dengan kebaikan dalam dua hari raya Islam.

Rasulullah SAW menerangkan seyogyanya hari raya selalu diwarani dengan kegembiraan yang terkontrol, jangan sampai kegembiraan melewati batas.

Kesunnahan Dalam Hari Raya Idul Fitri

Hari raya Idul Fitri tahun 2020 terasa berbeda karena jatuh ditengah Pandemi yang melanda dunia. Tradisi Mudik, Sungkeman, shalat Ied bersama, dan berbagai tradisi lain yang ada tidak bisa dijalankan semeriah biasanya. Akan tetapi tidak akan menjadikan kesunnahan yang Rasul SAW gariskan selama Idul Fitri hilang begitu saja.

Menilik sejarah Perayaan Idul Fitri, muslim diharuskan bergembira karena bisa menahan lapar selama puasa Ramadhan. Bagi mereka yang benar-benar menjalankan puasa Ramadhan akan merasakan nikmatnya kemenangan dari berbagai cobaan selama puasa.

Beberapa kesunnahan dalam perayaan Idul Fitri sebagaimana Rasulullah SAW perintahkan adalah sebagai berikut;

Makan Sebelum Sholat Idul Fitri

Imam Malik bin Anas menjelaskan dalam kitab Al-Muwatta li Imami Malik tentang kesunnahan makan sebelum menunaikan Ibadah sholat Idul Fitri,

وَحَدَّثَنِي عَنْ مَالِكٍ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، أَنَّهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ النَّاسَ كَانُوا يُؤْمَرُونَ بِالأَكْلِ يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ الْغُدُوِّ ‏.‏ قَالَ مَالِكٌ وَلاَ أَرَى ذَلِكَ عَلَى النَّاسِ فِي الأَضْحَى

Artinya: “Yahya menceritakannya padaku dari Malik dari Ibnu Shihab, yang diceritakan Said Al-Musayyab, jika orang-orang diperintahkan makan terlebih dulu sebelum berangkat sholat Idul Fitri. Menurut Malik, orang-orang tidak melakukan kebiasaan tersebut pada Idul Adha”

Dalam riwayat lain, Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah sholat Idul Fitri sebelum makan beberapa butir kurma. Hal ini menjelaskan tentang kesunnahan makan sebelum berangkat ke Masjid untuk sholat idul fitri.

Hadits ini juga menjadi penanda bahwa hari raya adalah hari bergembira dengan dihalalkannya makan dan keharaman untuk berpuasa pada hari raya.

Baca Juga:  Maudu Lompoa, Perayaan Maulid Nabi di Cikoang Takalar

Menggunakan Pakaian Terbaik

Tradisi yang ada di Nusantara kiranya tidak sepenuhnya salah untuk mengenakan pakaian baru saat merayakan hari raya Idul fitri. Memang pakaian baru tidak menjadi jaminan pakaian terbaik, akan tetapi mendekati kepada kriteria pakaian terbaik yang dimiliki.

Keterangan tentang menggunakan pakaian terbaik saat hari raya berasal dari keterangan Syaikhul Islam. Beliau mengutarakan bahwa Rasulullah SAW menggunakan pakaian terbaik untuk menyambut hari-hari tertentu dalam Islam. Hari tertentu dalam Islam merujuk pada hari Jumat dan hari raya dalam islam.

Dasar ini menjadi bukti bahwa dalam sejarah perayaan Idul Fitri disunnahkan untuk mengenakan pakaian terbaik. Tidak harus baru, akan tetapi terbaik menurut versi masing-masing orang yang kan mengamalkannya.

Pokoknya, pakaian terbaik tidak berupa pakain yang terlarang dalam Islam, yakni bagi laki-laki tidak diperkenankan menggunakan bahan dasar sutra.

Tidak Berlebihan dalam Kesenangan

Merunut dari sejarah perayaan Idul Fitri sebagai ganti dari dua hari raya orang Yasyrik, tidak serta merta Idul Fitri dan idul adha menjadi pelampiasan kesenangan sebagaimana hari raya orang Yasyrik.

Perayaan Idul Fitri sebagai momentum untuk kembali fitrah dan melepaskan diri dari dosa dan kesalahan yang telah lampau. Momentum Idul Fitri dan tradisi sungkeman untuk saling meminta halal kesalahannya bisa digunakan sebagai bentuk perayaan.

عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ دَخَلَ عَلَىَّ أَبُو بَكْرٍ وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ مِنْ جَوَارِي الأَنْصَارِ تُغَنِّيَانِ بِمَا تَقَاوَلَتْ بِهِ الأَنْصَارُ فِي يَوْمِ بُعَاثٍ ‏.‏ قَالَتْ وَلَيْسَتَا بِمُغَنِّيَتَيْنِ ‏.‏ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ أَبِمَزْمُورِ الشَّيْطَانِ فِي بَيْتِ النَّبِيِّ ـ صلى الله عليه وسلم ـ وَذَلِكَ فِي يَوْمِ عِيدِ الْفِطْرِ فَقَالَ النَّبِيُّ ـ صلى الله عليه وسلم ـ ‏ “‏ يَا أَبَا بَكْرٍ إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا

Artinya: Aisyah RA, Ummul Mukminin menceritakan: Abu Bakar masuk setelah aku dan ada dua gadis Ansar bersamaku sedang bernyanyi tentang Hari Bu’ath. Aisyah berkata, “Mereka bukan penyanyi.” Abu Bakar kemudian berkata, “Ada alat setan di rumah Rasulullah SAW?” Saat itu adalah Idul Fitri dan Rasulullah SAW berkata, “Ya Abu Bakar, tiap orang punya festival dan ini adalah perayaan kita.” (HR Ibnu Majah).

Hadits ini mengingatkan kepada kita tentang kegembiraan harus memiliki kontrol, jangan kelewat batas sebagaimana orang-orang Yasrik merayakan Nairuz dan Mihrajan.

Baca Juga:  Menjawab Tuduhan Salafi Wahabi Tentang Haramnya Membaca Yasin di Malam Jumat - Bagian 2

Sungkeman dan Idul Fitri

Tradisi Nusantara dalam merayakan Idul Fitri tidak akan terlepas dari tradisi sungkeman atau meminta maaf kepada orang tua, sanak saudara dan orang disekitar tempat tinggal. Walaupun ditengah wabah pandemi Corona, tetap bisa dilakukan dengan jalan Virtual atau Online.

Pokoknya, tradisi sungkeman didahului dengan mengunjungi orang tua atau sanak saudara dalam kerangka silaturrahmi. Tradisi sungkeman dalam kerangka silaturrahmi yang tumbuh subuh di Nusantara ternyata tidak terlepas dari perintah Rasulullah SAW tentang mengunjungi sahabatnya. Abu Hurairah meriwayatkan;

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ عَادَ مَرِيضًا أَوْ زَارَ أَخًا لَهُ فِي اللَّهِ نَادَاهُ مُنَادٍ أَنْ طِبْتَ وَطَابَ مَمْشَاكَ وَتَبَوَّأْتَ مِنَ الْجَنَّةِ مَنْزِلاً

Artinya: “Abu Hurairah menceritakan Rasulullah SAW berkata, “Siapa saja yang mengunjungi orang sakit atau saudaranya, semoga Allah SWT memberikan berkah dan pekerjaan yang baik dan semoga kau tinggal selamanya dalam surga.” (HR Tirmidzi)

Hadits dalam kitab Imam Tirmidzi ini menunjukan bahwa Silaturrahmi merupakan sunnah Rasulullah SAW. Dan tidak ada waktu khusus yang harus dipenuhi untuk melakukan silaturrahmi, maka kiranya tidak ada halangan untuk mengunjungi sanak saudara pada waktu lebaran Idul Fitri.

Apalagi ditambah dengan sungkeman yang tidak lain sebagai bentuk ekspresi penghormatan kepada orang tua dan meminta maaf. Tentunya perintah untuk menghormati orang tua dan meminta maaf adalah ajaran Rasulullah SAW.

Tradisi yang terjaga baik berupa sungkeman bertepatan pada hari raya tidak ada larangan sama sekali. Dan sangat diperbolehkan jika tradisi ini dilakukan selain dibulan syawal. Wallahu A’lam.

Mohammad Mufid Muwaffaq