Ini Syarat-Syarat Menerima Nafkah dari Suami, Perempuan Wajib Tahu!!

Ini Syarat-Syarat Menerima Nafkah dari Suami, Perempuan Wajib Tahu!!

Pecihitam.org- Suami memang wajib memberi Nafkah, tapi selain itu terdapat juga syarat-syarat menerima nafkah bagi istri, apabila syarat tidak terpenuhi istri tidak berhak menerima nafkah dari suami. Lalu apa saja syarat-syarat tersebut?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Berikut merupakan beberapa syarat istri menerima nafkah:

  1. Akad pernikahan yang dilaksanakan adalah sah.
  2. Isteri menyerahkan dirinya kepada suami.
  3. Isteri memungkinkan suami untuk menikmatinya.
  4. Isteri tidak menolak untuk berpindah ke tempat mana yang dikehendaki oleh suami.
  5. Keduanya memiliki kemampuan untuk menikmati hubungan suami-isteri.

Jika salah satu dari syarat-syarat ini tidak terpenuhi, si isteri tidak wajib diberi nafkah. Jika ikatan perkawinannya tidak sah, bahkan batal, suami isteri tersebut wajib bercerai bagi mencegah timbulnya bencana yang tidak dikehendaki.

Begitu juga jika isteri yang tidak mau menyerahkan dirinya kepada suaminya atau suami tidak dapat menikmati dirinya atau isteri enggan pindah ke tempat yang dikehendaki suaminya, dalam hal seperti ini tidak diwajibkan nafkah. Hal ini dimungkinkan karena penahanan yang dimaksud sebagai dasar hak penerimaan nafkah tidak dapat diwujudkan.

Hal itu karena tidak terwujudnya penahanan merupakan sebab wajibnya nafkah, sebagaimana harga tidak wajib dibayar apabila si penjual tidak mau menyerahkan barang yang dijual atau apabila dia menyerahkan di satu tempat tanpa tempat yang lain.

Nabi Muhammad SAW, menikah dengan Aisyah dan baru tinggal setelah dua tahun kemudian. Beliau tidak memberi nafkah kepada Aisyah kecuali sejak beliau menggaulinya.

Baca Juga:  Kompilasi Hukum Islam; Pengertian, Latar Belakang dan Dasar Hukumnya

Jika isteri menyerahkan dirinya kepada suami ketika dia masih kecil, dan dia belum bisa disetubuhi, maka menurut para ulama’ Mazhab Maliki dan menurut pendapat yang benar dari Mazhab Asy-Syafiʻi nafkah tidak wajib diberikan kepadanya. Kemungkinan yang sempurna untuk dinikmati tidak ada di dalam dirinya (sang isteri tersebut) sehingga dia tidak berhak untuk mendapat penukar, yaitu nafkah.

Jika isteri telah baligh dan suami masih kecil, maka menurut pendapat yang benar nafkah itu menjadi wajib. Hal itu karena kemungkinan untuk dinikmati ada pada isteri, tapi halangan untuk itu muncul dari pihak suami sehingga nafkah menjadi suatu hal yang diwajibkan, sebagaimana seandainya isteri menyerahkan diri kepada suami ketika suami telah baligh, lalu dia berpaling dari isteri.

Menurut pendapat Hanafi, apabila si suami meminta isterinya yang masih kecil tinggal di rumahnya untuk dijadikan sebagai teman, maka, nafkah wajib diberikan kepada isteri karena suami ridha atas penahanan yang tidak sempurna ini. Dan apabia suami tidak menahan isteri di rumahnya, maka tidak ada nafkah bagi isteri.

Jika seorang isteri menderita sakit keras sehingga tidak dapat disetubuhi oleh suaminya, ia wajib mendapatkan nafkah. Sangat tidak adil jika isteri yang sakit tidak berhak menerima nafkah.

Hal yang serupa dengan perempuan yang sakit adalah perempuan yang kemaluannya tertutup, perempuan yang kurus kering, dan perempuan yang memiliki cacat yang menghalangi suami untuk menggaulinya.

Baca Juga:  Bolehkah Membatalkan Shalat Karena Mendengar Tangisan Bayi?

Begitu juga dengan suami, yaitu apabila dia impoten, terpotong kemaluannya, dikebiri, menderita penyakit yang menghalanginya untuk menggauli perempuan, atau dipenjara karena hutang atau kejahatan yang dilakukannya.

Dalam kasus ini, kemungkinan untuk dinikmati ada pada pihak isteri, sementara halangan muncul dari pihak suami. Ini merupakan sebab yang di dalamnya sang isteri tidak dianggap menyia-nyiakan hak suami. Suami sendirilah yang telah menghilangkan haknya.

Nafkah tidak wajib diberikan apabila isteri berpindah rumah dari rumah suami ke rumah yang lain tanpa izin dari suami dan tanpa alasan yang syarʻi, atau dia berpergian tanpa izin dari suami, atau berihram untuk haji tanpa izin suami.

Apabila dia berpergian atas izin dari suami, atau berihram atas izin dari suami, atau keluar bersama suami, maka nafkah tidak akan terlepas karena dia tidak keluar dari ketaatan kepada suami dan lepas dari genggamannya.

Nafkah juga tidak wajib diberikan buat isteri jika dia menghalangi suami untuk menggaulinya di rumahnya yang di dalamnya suami tinggal bersamanya, sedangkan sebelumnya dia tidak pernah meminta untuk berpindah ke rumah lain, tapi suami menolak.

Apabila sebelumnya dia telah meminta untuk berpindah tempat tinggal, tapi sang suami menolak, lalu dia menghalangi suami untuk menggaulinya, maka nafkah itu menjadi tidak terlepas.

Nafkah tidak wajib diberikan jika isteri dipenjara akibat kejahatan atau utang, atau apabila dia dipenjara secara zalim. Kecuali apabila suamilah yang memenjarakannya karena sang isteri memiliki hutang kepada suami. Dalam kondisi ini, suami sendirilah yang telah menghilangkan haknya.

Baca Juga:  Bersedekah Dengan Uang Haram, Diterima Atau Tertolak?

Jika seseorang melakukan penculikan terhadap isteri orang lain, dan hal ini menghalangi sang isteri dari suaminya, maka selama masa penculikan, isteri tidak berhak untuk mendapatkan nafkah.

Begitu juga dengan seorang isteri yang keluar untuk bekerja sedangkan suaminya melarang, tapi ia tidak menghiraukannya, ia tidak berhak memperoleh nafkah. Begitu juga isteri yang tidak mau disetubuhi suaminya karena sedang puasa sunnah atau iʻtikaf sunnah.

Dalam keadaan-keadaan tersebut, isteri tidak berhak memproleh nafkah sebab ia telah mengabaikan hak suaminya untuk menikmati dirinya secara hukum. Lain halnya jika mengabaikan hak suami tersebut dibenarkan oleh hukum, hak nafkahnya tidaklah gugur.

Contohya, isteri tidak mau taat kepada suaminya karena tempat tinggalnya tidak wajar atau suami tidak amanah, baik terhadap diri maupun harta isterinya.

Mochamad Ari Irawan