Tantangan Umat Islam di Era New Normal

umat islam di era new normal

Pecihitam.org – Virus corona yang terus menyerang, memaksa manusia beradaptasi dengan keadaan. Manusia yang terbiasa berkerumun dan bekerjasama dalam menyelesaikan permasalahan, kini harus ditunda. Kebiasaan inilah yang disebut sebagai normal baru atau new normal.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pola hidup baru juga berpengaruh pada tradisi dan kebiasaan yang telah dijalankan sejak dahulu. Tidak terkecuali dalam masalah agama, pola agama yang mengutamakan kebersamaan kini terpaksa harus dimodifikasi ulang, agar fungsi kebersamaan tidak hilang sekaligus tetap menjaga keselamatan.

Islam sebagai agama dengan pengikut terbanyak akan membawa pengaruh yang luar biasa pada peradaban. Setiap kebijakan yang diambil oleh para ulama akan berdampak luas pada masyarakat di sekitarnya. Misalnya dalam keadaan biasa, umat muslim melaksanakan sholat di mushola atau masjid terdekat.

Sebelum sholat dilaksanakan, tidak lupa seseorang diantara mereka melakukan panggilan yang disebut sebagai adzan. Maka suara adzan ini akan terdengar ke seluruh pelosok desa tanpa memperdulikan agama apa yang dianut orang tersebut.

Dalam kondisi new normal, pelaksanaan ibadah harus di rubah bedasarkan protokol kesehatan. Umat yang dahulu bebas berdempet-dempetan dengan menyusun shof sholat lurus beriringan, kini harus memakai jarak serta masker saat prosesi ibadah dilaksanakan. Kemudian ada tradisi salam-salaman yang biasa dilakukan setelah melakukan sholat, kini harus diganti dengan senyuman dan tanda persaudaraan.

Baca Juga:  Apakah Sama NII dan HTI dalam Mimpi Mendirikan Negara Islam?

Memang agama harus selalu fleksibel dalam membangun peradaban. Menyesuaikan diri dengan keadaan agar tidak membahayakan dan menyusahkan umat. Dalam hal ini ada sebuah patokan jelas yang terdapat dalam qaidah fiqhiyah yaitu, bila ada dua perkara yang mengandung dua mudlorot, maka pilihlah mudlorot yang lebih kecil.

Konsep ini harus diterapkan dalam setiap syariat agama baik yang wajib, sunnah, makruh, dan haram. Dengan mengacu pada konsep tersebut, ada beberapa hal yang harus disesuaikan untuk melihat sejauh mana bahaya itu di dapat. Nantinya umat bisa menjalankan segala laku agama namun tetap bisa menjaga kesehatannya.

Misalnya dalam masalah ceramah akbar. Di Indonesia sendiri, ceramah akbar menjadi solusi dalam menyelenggarakan kreatifitas umat. Dalam acara yang sedemikian meriahnya, berbagai bentuk kreatifitas bernafas Islam, seperti rebana dan tarian-tarian Islami ikut memeriahkan penyelenggaraan dakwah. Bahkan acara tersebut tidak sedikit memikat umat lain untuk ikut menyaksikannya tersendiri.

Baca Juga:  Benarkah Tindakan Intoleran Terhadap Non Muslim Dibolehkan?

Dalam acara itu, bisa juga digabungkan antara adat istiadat Indonesia dengan dakwah agama. Sehingga menjadi perpaduan menarik dan memikat semua orang yang menyaksiakannya. Bila biasanya seseorang merasa bosan melakukan aktifitas yang selalu sama, maka acara seperti ini bisa menjadi obat untuk menghilangkan rasa kebosanan.

Akan tetapi, dalam etika new normal mengumpulkan orang banyak akan mengundang bahaya besar. Satu orang yang semisal terkena infeksi virus corona bisa menularkan ke seluruh jamaah lainnya. Sehingga acara yang awalnya bertujuan untuk dakwah agama, berubah menjadi bahaya bersama. Bisa ditebak, fungsi dakwah tidak bisa terlaksana, dan malah berbalik arah menjadi fungsi ketakutan.

Tentu semua itu tidak boleh terjadi. Harus ada pemilihan tersendiri yang harus dijalani. Ibadah yang semula sunnah dijalankan bisa menjadi haram. Semua itu bergantung pada berat mudlorot yang dikandung pada masing-masing kegiatan. Semuanya harus ditimbang dengan fungsi kesehatan. Sebelum melakukan acara apapun, sebaiknya ditimbang dengan fungsi kesehatan.

Baca Juga:  New Normal, Ini Aturan dari Kemenag Soal Kegiatan di Rumah Ibadah

Dengan begitu, fungsi agama menurut Malik Bennabi akan terlaksana. Agama menjadi katalisator bagi tradisi semua umat. Agama merupakan fenomena nyata yang menguasai dan mendominasi. Keadaan agama tentu akan ditinggalkan bila terdapat fungsi membahayakan. Maka di masa new normal, tantangan Islam adalah meyakinkan seluruh umat bahwa Islam mampu beradaptasi dan membangun peradaban walau dengan keadaan demikian.  

Muhammad Nur Faizi