Pecihitam.org – Perkara yang satu ini mungkin sangat umum dan sepele, namun sering disalah pahami oleh sebagian umat muslim terutama bagi yang awam. Hal tersebut adalah mengenai perkara najis, yaitu apakah jika seseorang berwudhu kemudian terkena najis menjadikan batal wudhu tersebut?
Hal ini sering terjadi pada sebagian orang, yang mana dalam keadaan wudhu terkena najis kemudian berwudhu lagi sebab merasa bahwa najis itu membatalkan wudhu. Mengulang wudhu si, sah-sah saja … namun yang kurang tepat adalah pemahaman mengenai batalnya wudhu tersebut sebab najis.
Untuk itu mari kita luruskan terleih dahulu. Sebagai seorang muslim wajib bagi kita untuk mengetahui hal-hal yang membatalkan wudhu. Di dalam kitab At- Taqrib karya Imam Abu Syuja’ menyebutkan bahwa ada enam perkara yang dapat membatalkan wudhu, hal itu sebagaimana yang disebutkan berikut ini:
ما خرج من السبيلين والنوم على غير هيئة المتمكن وزوال العقل بسكر أو مرض ولمس الرجل المرأة الأجنبية من غير حائل ومس فرج الآدمي بباطن الكف ومس حلقة دبره على الجديد
Artinya: “Sesuatu yang keluar dari dua jalan (depan dan belakang), tidur tidak dalam keadaan duduk rapat, hilangnya akal sebab mabuk atau sakit, bersentuhannya laki-laki dengan perempuan lain tanpa adanya penghalang, menyentuh kemaluan manusia dengan telapak tangan dan menyentuh lubangnya dubur (jalan belakang) menurut qaul jadid (pendapat imam Syafii ketika di Mesir).”
Nah, setelah kita lihat berdasarkan keterangan di atas terdapat enam perkara yang membatalkan wudhu dan najis tidak termasuk didalamnya. Hal ini menunjukkan bahwa terkena najis tidak menjadikan batal wudhu.
Sehingga bagi seseorang yang setelah wudhu itu terkena najis seperti kotoran cicak, darah atau najis lainnya maka ia tidak perlu mengulang lagi wudhunya.
Hal yang perlu orang tersebut lakukan ialah cukup mensucikan anggota atau bagian tubuh yang terkena najis tersebut dengan cara membasuhnya menggunakan air yang suci mensucikan sampai hilang bau, rasanya dan warna atau bentuk najisnya.
Akan tetapi jika najis yang mengenainya itu berupa najis mughalladzah (najis berat), yakni seperti terkena jilatan anjing, maka orang tersebut harus membasuhnya terlebih dahulu sebanyak tujuh kali basuhan dan salah satu dari basuhannya itu dicampur dengan debu yang suci.
Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah SAW. berikut ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذْ وَلَغَ فِيهِ اَلْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ, أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ. أَخْرَجَهُ مُسْلِم
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda: Sucinya bejana salah satu dari kalian jika terkena jilatan anjing adalah dengan membasuhnya sebanyak tujuh kali basuhan, dan yang pertama dicampur dengan debu. (HR. Muslim)
Dengan demikian semoga tidak menjadi kesalahpahaman lagi bahwa terkena najis tidaklah menjadikan batal wudhu. Jika terkena najis cukup membasuhnya hingga bersih sesuai ketentuan cara mensucikan najis.
Kecuali jika setelah seseorang berwudhu kemudian melakukan salah satu dari enam hal yang membatalkan wudhu orang tersebut, maka ia wajib mengulang wudhunya. Demikian semoga bermanfaat. Wallahua’lam bisshawab.