Ulama Yordania Siap Gandeng Ulama Indonesia Bangun Islam Moderat

Pecihitam.org – Model Islam wasathiyah (moderat) saat ini mampu menjadi solusi dari semakin pudarnya ukhuwah islamiyah umat Islam diseluruh penjuru dunia. Islam yang ramah dan toleran mulai mendapatkan tempat khusus bukan hanya di Indonesia dengan Islam Nusantaranya, namun juga di negara kawasan timur tengah yang sampai dengan saat ini terus bergejolak dilanda konflik.

Respon positif diberikan Darul Ifta (Majelis Ulama) Kerajaan Yordania dengan siap membangun kerja sama dan saling tukar pikiran terkait bagaimana cara membangun pemahaman keislaman dan dakwah Islam moderat dan Islam rahmatan lil alamin. Ulama Jordan Siap Menerima Ulama Indonesia dari MUI dan Nahdlatul Ulama serta ulama yang berpaham wasatiyah lainnya.

“Kami semua sangat senang dengan upaya-upaya membangun kerjasama dan taawun alal birri wattaqwa dengan semua ulama kaum muslimin di dunia ini. Wabil khusus dengan Indonesia, karena kami tahu Umat islam di Indonesia ini jumlahnya terbesar di dunia, tentu kami sangat terbuka dan marhaban, serta ahlan washlan jika akan ada kunjungan dari MUI ke Jordan,” kata Grand Mufti Of Hashemate Kingdom Of Jordan atau Syekh Darul Iftanya Kerajaan Yordania Syekh Muhammad Ahmad Khalayleh.

Hal itu disampaikan Syekh Khalaylah yang didampingi dengan para masyayikh Darul Ifta lainnya seperti Ketua Komisi Fatwa, dan para ketua dan pimpinan darul Ifta lainya saat saat menerima Pengurus LDNU yang juga Anggota Komisi Dakwah MUI, KH Muhammad Nur Hayid di Kantor Darul Ifta, Amman, Yordania beberapa waktu lalu.

Baca Juga:  Sempat Reaktif Corona, Syifa Sembuh Usai Amalkan Shalawat Tibbil Qulub

Muhammad Nur Hayid yang akrab disapa Gus Hayid datang didampingi oleh Perwakilan dari Kedubes RI di Amman, Yordania, Suseno yang merupakan Atase Ketenagakerjaan di KBRI Amman.

Dalam pertemuan tersebut dibahas isu-isu mengenai masalah kaum muslimin yang terjadi diberbagai belahan dunia. Mulai dari isu ekonomi kaum muslimin yang secara rata-rata dibawah kelompok non muslim. Selain itu juga dibahas soal lemahnya persatuan dan kebersamaan antara kaum muslimin yang mengakibatkan umat Islam mudah diadu domba dan dipecah belah.

Pada pertemuan tersebut, Grand Mufti mengatakan perlunya menyikapi mulai massif dan banyaknya pemahaman keagamaan yang ekstrem dan berlebihan atau tasyaddud yang menjadi cikal bakal munculnya konflik berkepanjangan. Menurutnya, jika umat islam bersatu dan tidak membesarkan perbedaan khilafiyyah, niscaya Islam akan menjadi berwibawa dan disegani

“Apa yang terjadi di kawasan Timur Tengah dan dunia arab pada umumnya saat ini merupakan wujud lemahnya persatuan kaum muslimin, termasuk banyak berkembangnya pemahaman keagamaan yang mudah mengkafirkan orang lain. Sehingga, umat mudah disulut permusuhan karena kondisi ekonomi yang juga mempengaruhi,” jelas Sekjen Lembaga Fatwa Darul Ifta Syekh Ahmad Alhasanat yang mendampingi Grand Syekh.

Menanggapi Hal itu, Gus Hayid juga menceritakan fenomena yang sama yang juga terjadi di Indonesia. Belakangan ini tuturnya, banyak juga kelompok-kelompok tertentu sangat keras menentang cara berislam dan beragama yang sudah dianut oleh mayoritas kaum muslimin Indonesia. Padahal problem pokoknya bukan pada masalah ushuliyah, tetapi masalah furu’iyah.

Baca Juga:  Memahami Konsep Islam Moderat Dalam Pandangan Berbagai Tokoh

“Kami juga menghadapi hal yang sama soal ancaman ekstrimisme kanan dan kiri. Ekstrimisme kanan mengajak kepada orang-orang untuk mengkafirkan sesama kaum muslimin yang tidak sealiran dan sepemahaman dengan mereka, ekstrim kiri mengajak bersikap liberal dan bahkan anti-agama melalui gerakan masif di media maupun perusakan moral dengan narkoba dan semacamnya,” terang Gus Hayid menanggapi sharing soal masalah keumatan.

Atas Dasar itulah, lanjut Grand Syekh, diperlukan upaya kongkrit untuk terus membangun dan menjalin sinergi dakwah yang tepat dan bisa dirasakan oleh umat. Dan langkah tersebut diperlukan kerjasama yang erat antara lembaga semacam darul Ifta untuk bersama-sama mengatasi masalah umat dengan mengunakan pemahaman dan pemikiran islam wasatiyyah.

“Kita tidak bisa sendiri-sendiri menghadapi tantangan dan ancaman terhadap pemahaman islam yang rahmatan lilalamin ini dan perusakan moral kaum muslimin yang akhirnya membuat umat Islam mudah dipecah belah. Kita harus bersama-sama mengatasinya,” terangnya diamini oleh Gus Hayid dan rombongan.

Pertemuan ini digelar karena adanya rencana Komisi Dakwah MUI Pusat pimpinan KH Cholil Nafis akan melakukan Rihlah Ilmiah dalam rangka membangun kerjasama sekaligus saling belajar mengenai sistem berdakwah di era modern di berbagai dunia Islam dan sekaligus sistem lembaga semacam MUI merespon problematika umat. Rihlah Ilmiah yang direncanakan akan dilaksanakan pada Maret 2018 ini juga direncanakan ke berbagai negara lain seperti Mesir, Arab Saudi dan Turki selain ke Jordania.

Baca Juga:  Belajar Islam Ramah ala Indonesia di Era Millenial

Menanggapi rencana penguatan kerja sama antara ulama Indonesia dengan Ulama Yordania, Dubes RI untuk Amman, Andi Rahmianto menyambut baik upaya tersebut. Pihak pemerintah melalui kedutaan besar di Yordania siap memfasilitasi dan membantu penguatan kerjasama antara para kedua negara dalam menguatkan pemahaman keilaman yang moderat atau wasathiyah.

“Kami sangat senang mendengar rencana itu. Sudah barang tentu kami pasti mendukung setiap upaya positif yang dibangun oleh para ulama kedua negara dalam rangka merekatkan hubungan antara kedua bangsa dan kedua negara sekaligus dalam rangka menangkal pemahaman islam ekstrem dan mengembangkan islam yang damai, islam rahmatan lil alamain,” terang Suseno yang sudah bertugas di berbagai pos penting dan strategis, khususnya di Amerika ini. (Muhammad Faizin/Fathoni)

Source: NU Online

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *