Pecihitam.org– Senyawa alkohol yang terdapat dalam arak ataupun zat cair lainnya merupakan salah satu najis, yang selain haram dikonsumsi juga tidak boleh dibawa shalat. Jika demikian, lalu bagaimana dengan alkohol yang terdapat dalam parfum dan obat-obatan?
Dikutip dari Wikipedia, dalam ilmu Kimia, Alkohol merupan kelompok senyawa yang mengandung satu atau lebih gugus fungsi hidroksil (-OH) pada suatu senyawa alkana.
Alkohol dapat dikenali dengan rumus umumnya R-OH. Alkohol merupakan salah satu zat yang penting dalam kimia organik karena dapat diubah dari dan ke banyak tipe senyawa lainnya. Reaksi dengan alkohol akan menghasilkan 2 macam senyawa.
Reaksi bisa menghasilkan senyawa yang mengandung ikatan R-O atau dapat juga menghasilkan senyawa mengandung ikatan O-H.
Salah satu senyawa alkohol, etanol (etil alkohol, atau alkohol sehari-hari), adalah salah satu senyawa yang dapat ditemukan pada minuman beralkohol. Rumus kimianya CH3CH2OH.
Maka, mengenai alkohol yang terdapat dalam parfum atau obat-obatan, hukumnya memang najis, tetapi termasuk najis yang dima’fu.
Sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Al-Jazairi berikut:
ومنها المائعات النجسة التي تضاف إلى الأدوية والروائح العطرية لإصلاحها فإنه يعفى عن القدر الذي به الإصلاح قياسا على الأنفحة المصلحة للجبن
Termasuk bagian najis yang di ma’fu (dimaafkan) adalah najis yang terdapat pada obat-obatan dan wewangian dengan tujuan untuk memperbaikinya, maka di ma’fu sekedar takaran yang dipakai untuk memperbaikinya dengan dianalogkan pada aroma yang memperbaiki pada keju. (Al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah Juz I halaman 15)
Bahkan jika digunakan untuk obat, jangankan Alkohol, arak pun jika kadarnya hanya 4 atau 5% saja yang tidak sampai banyaknya membuat mabuk، maka hukumnya boleh.
Penjelasan tentang ini terdapat dalam Hasyiyatus Syarqowy ‘alat Tahrir Juz II 2 halaman 449
و اما لو استهلكت الخمرة في الدواء بان لم يبق لها وصف فلا يحرم استعمالها كصرف باقي النجاسات هذا ان عرف او اخبره طبيب عدل
Adapun jika arak dilarutkan di dalam obat, dengan tidak tinggal baginya sifat arak, maka tidaklah haram mempergunakannya, seperti najis-najis lain yang murni. Hal ini jika diketahui atau diberitakan oleh seorang dokter yang adil.