Antara Ilmu dan Akhlak, Mana yang Lebih Utama?

antara ilmu dan akhlak

Pecihitam.org – Jadilah orang yang berilmu sekaligus berakhlakul karimah. Itulah kira-kira pesan yang selalu disampaikan guru-guru kita. Dua kata, “ilmu” dan “akhlak” selalu disandingkan dalam setiap nasehat yang disampaikan. Namun bila keduanya dipisahkan, mana yang lebih utama antara ilmu dan akhlak?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

“Aku diciptakan dari api sedangkan Adam diciptakan dari tanah” ucap Iblis sembari menyombongkan diri. Allah menjadi murka dan menjatuhi hukuman berupa kekekalan di dalam neraka.

Sebenarnya iblis adalah makhluk Allah yang paling mulia. Ketinggian ilmunya mengalahkan malaikat yang diciptakan tanpa adanya hawa nafsu di tubuhnya. Ilmu inilah yang membuat Iblis mempunyai derajat yang lebih tinggi dibandingkan makhluk lainnya.

Namun kesombongan yang dilakukan telah meruntuhkan tatanan keilmuan yang telah dibina. Iblis diusir dari surga dan Nabi Adam beserta istrinya dibiarkan dalam kenikmatan surga.

Penggalan cerita di atas tidak bisa langsung kita simpulkan bahwa akhlak lebih utama daripada ilmu. Sebelum kedatangan manusia, Iblis lah makhluk yang paling mulia karena ketinggian ilmunya. Bahkan kemuliaan Nabi Adam diperoleh dengan ilmu yang dimilikinya.

Baca Juga:  Inilah Tiga Ilmu yang Wajib Dipelajari Setiap Orang Muslim

Dalam ayat yang lain, malaikat sempat meragukan penciptaan Nabi Adam. Kemudian Allah menyakinkan malaikat dengan menantang malaikat menyebutkan benda-benda di sekitar. Malaikat tidak mampu menjawab karena tidak diberi pengetahuan tentang itu. Sebaliknya Nabi Adam sagat lancar menyebutkannya karena ilmu yang dimilikinya.

Kita tentu pernah mendengar pepatah “Padi semakin berisi semakin merunduk” artinya orang yang semakin berilmu akan semakin rendah hati. Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa akhlak adalah puncak dari segala ilmu. Jika orang mendapat banyak ilmu, maka akhlak yang ada pada dirinya semakin mulia. Ilmu dan akhlak akan selalu berjalan beriringan.

Dalam sebuah tatanan, ilmu ibarat sebagai pohon rindang. Makin subur tanahnya, makin besar tubuhnya berkembang. Setelah tumbuh besar, makin banyak angina yang menerpanya. Kadang ranting-rantingnya terbawa ke kiri ataupun ke kanan.

Kadang ke atas atau ke bawah ataupun ke segala arah. Namun bila ia bisa tegar dan tidak goyah maka dalam dirinya akan muncul keindahan yang disebut buah. Buah inilah yang menandakan kesempurnaan pada dirinya.

Baca Juga:  Bolehkah Makan di Rumah Non Muslim dengan Hidangan yang Belum Jelas Status Kehalalannya?

Begitulah tahapan pada manusia, ketidaktahuan yang ada pada manusia akan diisi oleh ilmu pengetahuan. Kemudian Allah akan memberikan cobaan untuk menguji dirinya. Seberapa besar ilmu yang ia miliki maka sebesar itu pula cobaan yang akan diterimanya.

Bila manusia mampu lolos dari ujian yang diberikan, maka akan muncul yang disebut cahaya ilmu. Inilah yang nantinya menjadi cikal bakal akahlakul karimah. Iblis tidak mampu melewati ujian yang diberikan Tuhan. Sehingga ia tidak mendapatkan akhlak mulia yang menjadi puncak bagi orang yang berilmu.

Oleh karenanya kita tidak bisa membandingkan antara ilmu dan akhlak. Keduanya merupakan satu tahapan yang tidak bisa dipisahkan. Akhlak tidak mungkin ada tanpa adanya ilmu. Begitupun ilmu tentu akan runtuh bila tidak ada akhlak. Ilmu adalah tahap awal mendapatkan akhlak. Dan akhlak adalah puncak dari segala ilmu pengetahuan.

Maka tugas manusia adalah mencari ilmu sebanyak-banyaknya. Kuasai berbagai macam ilmu yang ada. Manusia adalah makhluk yang luar biasa. Manusia mempunyai tingkat analisis dan ketajaman batin untuk membantunya menguasai keilmuan yang ada.

Baca Juga:  Keutamaan Ilmu dalam Islam, Ibarat Pohon yang Berbuah Lebat

Setelah menguasai ilmu yang ada, maka tugas selanjutnya adalah tegar dan sabar menghadapi cobaan yang datang dari Allah swt. Cobaan tersebut sejatinya semakin mengokohkan diri kita menjadi manusia seutuhnya. Jika sudah melewati semuanya, diri kita akan siap menerima kemuliaan yang diberikan Tuhan berupa akhlak mulia.    

Muhammad Nur Faizi