Bagaimana Hukum Qurban Orang yang Sudah Meninggal

Hukum Qurban Orang yang Sudah Meninggal

Pecihitam.org – Agama Islam sangat detail dalam mengatur segala sesuatu termasuk mengatur tentang hukum qurban orang yang sudah meninggal dunia. Untuk ibadah qurban, agama Islam menentukan hukum sunnah muakkad. Rasulullah adalah pengecualian sebab hukum qurban baginya adalah wajib. Beliau bersabda, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi;

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG


أُمِرْتُ بِالنَّحْرِ وَهُوَ سُنَّةٌ لَكُمْ

“Aku diperintahkan (diwajibkan) untuk berkurban, dan hal itu merupakan sunnah bagi kalian” (HR. At-Tirmidzi).

Sunnah dalam ibadah qurban adalah sunnah kifayah. Apabila ada seseorang dalam keluarga yang sudah menjalankan ibadah qurban, maka gugurlah kesunnahan yang lain. Namun jika hanya satu orang yang telah berqurban, maka hukumnya adalah sunnah ‘ain. Kesunnahan dalam berkurban ini ditujukan kepada orang muslim yang merdeka, sudah baligh, berakal dan mampu. Hal ini sesuai dengn penjelasan Muhammad al-Khathib asy-Syarbini, al-Iqna’ fi Halli Alfazhi Abi asy-Syuja’ sebagai berikut :

“Hukum Melaksanakan ibadah qurban adalah sunnah muakkad dan memiliki sifat kifayah, yakni apabila dalam satu keluarga terdiri dari banyak orang, maka jika salah satu diantaranya sudah melaksanakannya maka sudah cukup untuk semuanya. Bisa juga di hukumi menjadi sunnah ain dan bagi mukhatab (orang yang terkena khitab) merupakan mereka orang islam yang dalam keadaan merdeka, sudah dalam usia baligh, berakal dan mampu” (lihat keterangan dari Muhammad al-Khathib asy-Syarbini, dalam al-Iqna’ fi Halli Alfazhi Abi asy-Syuja’, Bairut-Maktab al-Buhuts wa ad-Dirasat, tt, juz, 2, h. 588)

Baca Juga:  Keringanan Shalat bagi Orang yang Sakit Parah

Lalu, bagaimana dengan hukum qurban orang yang sudah meninggal dunia?

Qurban orang yang sudah meninggal dilaksanakan oleh pihak keluarga. Sebab, orang yang telah meninggal dunia sewaktu masih hidupnya belum pernah berkurban. Ada penjelasan dari Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi dalam kitab Minhaj ath-Thalibin yang dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada kurban untuk orang yang telah meniggal dunia kecuali semasa hidupnya pernah berwasiat agar ia harus ibadah qurban.


وَلَا تَضْحِيَةَ عَنْ الْغَيْرِ بِغَيْرِ إذْنِهِ وَلَا عَنْ مَيِّتٍ إنْ لَمْ يُوصِ بِهَا

“berkurban untuk orang lain (yang masih hidup)  dihukumi Tidak sah jika tanpa seijin orang yang bersangkutan, dan tidak sah pula bagi orang islam yang telah meninggal dunia jikalau ia tidak berwasiat untuk dikurbani sebelum dia meninggal” (lihat keterangan Muhyiddin Syarf an-Nawawi, dalam Minhaj ath-Thalibin, Bairut-Dar al-Fikr, h. 321)

Penjelasan ini menguatkan argumen bahwa berqurban merupakan ibadah yang membutuhkan niat. Tapi, ada pendapat lain yang menyatakan boleh berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia. Hal ini dikemukakan oleh Abu al-Hasan al-Abbadi. Dijelaskan bahwa ibadah qurban termasuk sedekah. Bersedekah yang ditujukan untuk orang yang telah meninggal dunia adalah perbuatan yang sah secara hukum syari’at dan bisa memberikan keberkahan kepadanya. Pahalanya yang didapatkan pun bisa sampai kepadanya sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama.

Baca Juga:  Hukum Menagih Hutang Dalam Islam Yang Perlu Dipahami

 “Jika ada seseorang yang berkurban untuk orang lain yang masih hidup tanpa seizinnya maka tidak hukumnya tidah sah. Tapi jika ibadah qurban tersebut ditujukan bagi orang yang telah meninggal dunia maka dalam hal ini Abu al-Hasan al-Abbadi memperbolehkannya secara mutlak, hal ini  dikarenakan perbuatan tersebut termasuk dalam kategori sedekah, dan bagi orang yang sudah meninggal dunia maka sedekah tersebut hukumnya sah, dan memberikan kemanfaatan dan pahala   baginya, dan ini akan sampai kepada yang ditujukan berdasarkan keputusan ulama” ( keterangan ini dinuqil dari Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab,h. 406)

Madzhab Syafi’i memandang pendapat pertama lebih sahih (ashah) dan dianut oleh mayoritas ulamanya. Pendapat yang kedua tidak menjadi pandangan mayoritas ulama namun didukung oleh madzhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali. Berikut dokumentasi dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah:


إِذَا أَوْصَى الْمَيِّتُ بِالتَّضْحِيَةِ عَنْهُ، أَوْ وَقَفَ وَقْفًا لِذَلِكَ جَازَ بِالاِتِّفَاقِ. فَإِنْ كَانَتْ وَاجِبَةً بِالنَّذْرِ وَغَيْرِهِ وَجَبَ عَلَى الْوَارِثِ إِنْفَاذُ ذَلِكَ. أَمَّا إِذَا لَمْ يُوصِ بِهَافَأَرَادَ الْوَارِثُ أَوْ غَيْرُهُ أَنْ يُضَحِّيَ عَنْهُ مِنْ مَال نَفْسِهِ، فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ إِلَى جَوَازِ التَّضْحِيَةِ عَنْهُ، إِلاَّ أَنَّ الْمَالِكِيَّةَ أَجَازُوا ذَلِكَ مَعَ الْكَرَاهَةِ. وَإِنَّمَا أَجَازُوهُ لِأَنَّ الْمَوْتَ لاَ يَمْنَعُ التَّقَرُّبَ عَنِ الْمَيِّتِ كَمَا فِي الصَّدَقَةِ وَالْحَجِّ

Baca Juga:  Cara Wudhu Saat Diperban Kepala, Tangan, Kaki atau Bagian Tubuh Lainnya

“Adapun jika (orang yang telah meninggal dunia) belum pernah berwasiat untuk dikurbani kemudian ahli waris atau orang lain mengurbani orang yang telah meninggal dunia tersebut dari hartanya sendiri maka madzhab hanafii, maliki, dan hanbali memperbolehkannya. Hanya saja menurut madzhab maliki boleh tetapi makruh. Karena kematian tidak bisa menjadi alasan untuk menghalangi orang yang meninggal dunia sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah seperti  dalam ibadah sedekah dan haji” (di nuqil dari Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu`un al-Islamiyyah-Kuwait, Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwatiyyah, juz, 5, h. 106-107).

Kesimpulan yang bisa diambil di sini adalah bahwa apabila ada seseorang yang ingin melakukan qurban untuk orang tua yang sudah meninggal dunia, maka berarti bisa mengikuti pendapat ulama yang kedua. Ibadah qurban yang dilaksanakan adalah sebagai sedekah.

Habib Mucharror

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *