Bolehkah Meninggalkan Shalat Jumat Karena Tugas Pekerjaan?

meninggalkan shalat jumat

Pecihitam.org – Dalam hukum Islam, setiap hari jumat bagi setiap laki-laki muslim yang baligh, berakal, merdeka dan lainnya hukumnya adalah fardu ‘ain (wajib) melaksanakan shalat jumat. Lalu, bagaimana dengan seseorang yang meninggalkan shalat Jumat karena tugas pekerjaan, misalnya seorang satpam atau petugas keamanan?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dalam kasus ini, hukumnya diperbolehkan bagi satpam atau petugas keamanan untuk meninggalkan shalat Jumat dengan mengganti shalat dhuhur . Karena hal ini dikategorikan udzur yang mendapat rukshoh (keringanan). Penjelasan ini diterangkan dalam kaidah fiqh “Dar‘al Mafaasid Muqoddamun ‘ala jalb al Mashalih”.

Kaidah ini berlaku dalam segala permasalahan yang di dalamnya terdapat bercampurnya antara unsur maslahah dan mafsadah. Jadi, apabila maslahah dan mafsadah berkumpul, maka yang lebih diutamakan adalah maslahah.

Sebab, Rasulullah SAW sebagai pemegang otoritas hukum (syar’i) memiliki perhatian lebih besar pada hal-hal yang dilarang dari pada yang diperintahkan karena, dalam manhiyyat (perkara yang dilarang) terdapat unsur-unsur yang dapat merusak dan menghilangkan hikmah larangan itu sendiri, tidak demikian halnya dalam ma’murat (perkara yang diperintah).

Baca Juga:  Inilah Lima Waktu Dilarang Mengerjakan Shalat yang Wajib Diketahui

Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa hal-hal yang dilarang atau membahayakan lebih diutamakan dari pada berusaha meraih kebaikan dengan perintah-perintah agama. Sementara di sisi lain kita membiarkan terjadinya kerusakan.

Hal ini sesuai hadis riwayat Imam Nasa’i dan Ibnu Majah.

إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم وإذا نهيتكم عن شيء فاجتنبوه

“Jika aku perintahkan kamu sekalian akan satu perkara, maka kerjakanlah semampumu. Dan jikalau aku melarang suatu hal maka jauhilah perkara tersebut.”

Dalam kaidah tersebut terkandung persoalan-persoalan di antaranya adalah diperbolehkannya meninggalkan shalat Jumat atau shalat Jamaah karena faktor sakit atau takut di dalam perjalanan menuju masjid. Shalat Jumat dan Jamaah jelas merupakan mashlahah yang mengandung pahala besar, tetapi bila penyakit menjadi semakin parah atau keamanan jiwa terancam (mafsadah), maka mencegah hal-hal yang tidak diinginkan tersebut lebih diutamakan.

Selain itu juga terdapat penjelasan dalam kitab Al Bajurisyarh Fath al Qaribjuz 1 halaman 220 bahwa tidak wajib melakukan shalat Jumat bagi yang memiliki udzur yang mendapat rukhsoh, di antaranya yaitu sakit parah.

Baca Juga:  Hukum Memakai Gelang Bagi Laki Laki dalam Pandangan Ulama Fiqih

فلا تجب الجمعة على كافر اصلي و صبي و مجنون ورقيق و أنثى ومريض ونحوه. ( قوله مريض و نحوه) من كل معذور بمرخص في ترك الجماعة مما يتصور هنا بخلاف ما لا يتصور هنا وهو الريح الباردة ليلا و أما ما يتصور هنا فكا الحر- إلى أن قال – و الخوف على معصوم من مال أو عرض او بدن ولو لغيره.

“Tidak wajib melaksanakan shalat Jumat bagi orang kafir asli, anak kecil, orang gila, budak, perempuan, orang sakit, dan lainnya. Kemudian dalam syarhnya (sakit dan sebagainya), dari setiap bentuk perkara udzur yang mendapat rukshah (keringanan) dalam meninggalkan shalat jamaah dari perkara yang digambarkan/dijelaskan di bab ini (bab jamaah), berbeda dengan perkara yang tidak dijelaskan/digambarkan di sini, yaitu angin dingin di malam hari. Adapun perkara yang telah digambarkan di sini contohnya hawa panas, dingin, lapar, haus, dan khawatir/takut akan keselamatan harta, harga diri, dan badan. Meskipun semuanya adalah milik orang lain.”

Sehingga demikian, seseorang boleh meninggalkan shalat jumat jika memang dikarenakan terdapat udzur yang membolehkannya . Contohnya orang tersebut bertugas sebagai satpam atau yang semisalnya. Hal tersebut dengan kaidah segala permasalahan yang di dalamnya terdapat bercampurnya antara unsur maslahah dan mafsadah, maka yang lebih diutamakan adalah maslahah. Wallahua’lam Bisshawab.

Baca Juga:  Bagaimana Hukum Bermakmum di Belakang Imam Wahabi, Sahkah Shalat Kita?
Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *