Pecihitam.org – Bumi yang sudah berusia tua, akan menghadapi akhirnya. Kiranya gunung berguncang, benda-benda saling bertabrakan, dan manusia saling berlarian ketakutan. Namun sebelum itu, Allah memperingatkan manusia dengan tanda-tanda agar mereka banyak beribadah dan melakukan tobat.
Salah satu tanda kiamat besar adalah turunnya Al Masih Ad-Dajjal, sumber dari segala fitnah besar. Di masa itu, banyak manusia yang terpengaruh oleh fitnah Dajjal dan memasuki jalan kesesatan. Pengaruh Dajjal sangat kuat hingga manusia mempunyai bobot kuat untuk menuruti segala perintahnya. Walaupun begitu, Allah menurunkan beberapa cara agar terhindar dari fitnah Dajjal.
Beberapa kehebatan Dajjal sudah tersebar ke seluruh alam semesta. Dirinya akan mengaku sebagai Tuhan yang mampu berbuat segala sesuatu di luar akal. Menghidupkan orang mati, mendatangkan makanan, bahkan menyembuhkan segala penyakit yang ada. Siapapun yang menjadi pengikutnya akan dilingkupi kebahagiaan sementara hingga nantinya dibinasakan Nabi Isa.
Dalam kekeringan panjang, manusia membutuhkan banyak makanan dan minuman, maka saat itulah Dajjal keluar membawa surga khayalan. Tampak berbagai macam makanan dibawa kepada siapa saja yang mau menjadi pengikutnya. Jika bukan karena iman, siapa lagi yang bisa mencegah kita dari kesesatan Dajjal. Demi segepok makanan, banyak manusia yang melemparkan keimanannya, dan beralih menjadi penyembah Sang Dajjal.
Begitu dahsyat bahaya yang dibawa Dajjal. Bahkan Rasulullah sendiri sampai menyampaikan peringatan keras akan datangnya Dajjal. Beliau sangat khawatir jika banyak umatnya yang masuk dalam kesesatan. Beliau tidak tega melihat umatnya menjadi tumpukan kayu bakar yang menjadi sumber energi neraka.
Cinta kasih beliau kepada umatnya mengalahkan segala hal. Dajjal yang sedemikian hebatnya akan kalah oleh apa yang disabdakan Nabi. Dengan kepedulian yang luar biasa, Nabi berpesan 3 cara agar umatnya terhindar dari fitnah Dajjal.
Pertama, mempertebal iman dan berpegang pada subtansi ajaran Islam. Pemahaman Islam harus benar-benar ditancapkan melalui nurani. Betapapun syariat yang kita pahami, akan lebih bermakna jika disentuhkan dalam hati.
Pengaruh hati akan mengubah segala hal yang ada pada dari kita, termasuk iman yang kita pegang. Hati adalah bagian terpenting dalam sebuah tubuh manusia. Maka menjaga dan memupuknya menjadi keniscayaan yang harus dilakukan.
Jika nanti Islam telah dipahami secara sempurna, tidak ada lagi yang bisa menggetarkan hati menjatuhkan nama Tuhan. Iman akan selalu menempel dalam diri meskipun gelombang penderitaan terus menghantam.
Hati tidak henti-henti bersuara bahwa semua ini hanya sementara. Ada sebuah kebahagiaan sejati yang menunggu di depan. Kunci dari semuanya adalah sabar dan percaya kepada Tuhan.
Kedua, membaca doa terhindar dari Dajjal. Doa adalah pedang orang Islam. Dengan doa lah orang Islam mampu membuat segala hal menjadi nyata, meskipun itu di luar nalar. Tidak ada yang tidak mungkin untuk dikabulkan Tuhan.
Dajjal adalah makhluk yang diciptakan untuk menguji manusia. Bagaimanapun bentuknya, tetap Tuhan adalah pemilik semuanya. Gagal atau berhasilnya kita dalam menghadapi fitnah Dajjal salah satunya ditentukan oleh doa. Ini adalah lafadz agar terhindar dari fitnah Dajjal.
Allaahumma inni a’uudzubika min ‘adzaabil qabri wa min ‘adzaabinnaari jahannama wa min fitnatil mahyaa wal mamaati wa min fitnatil masiihid dajjaal.
Artinya, “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari azab Jahannam, azab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari keburukan fitnah Dajjal. ” (HR. Muttafaq ‘alaih)
Ketiga, menghafalkan secara lancar sepuluh ayat pertama Surat Al-Kahfi. Dalam setiap ayat bahkan surat yang tertera dalam Al-Qur’an mengandung berbagai macam manfaat yang bisa kita dapatkan. Misalkan dalam 10 ayat pertama SuratAl-Kahfi, akan ditemukan keistimewaan agar terhindar dari Dajjal. Hal ini disebutkan dalam hadits riwayat Muslim.
Abu Darda’ pernah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menghafal sepuluh ayat pertama dari surat Al Kahfi, maka ia akan terlindungi dari (fitnah) Dajjal” (HR. Muslim).
Wallahua’lam bisshawab.