Hadits Shahih Al-Bukhari No. 175-176 – Kitab Wudhu

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 175-176 – Kitab Wudhu ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “mewudhukan orang lain”. Hadis ini menceritakan tentang semangatnya para sahabat untuk menyiapkan air guna Rasulullah saw berwudhu. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 2 Kitab Wudhu. Halaman 164-167.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Hadits Shahih Al-Bukhari No. 175

حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ سَلَامٍ قَالَ أَخْبَرَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ عَنْ يَحْيَى عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ عَنْ كُرَيْبٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا أَفَاضَ مِنْ عَرَفةَ عَدَلَ إِلَى الشِّعْبِ فَقَضَى حَاجَتَهُ قَالَ أُسَامَةُ بْنُ زَيْدٍ فَجَعَلْتُ أَصُبُّ عَلَيْهِ وَيَتَوَضَّأُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَتُصَلِّي فَقَالَ الْمُصَلَّى أَمَامَكَ

Terjemahan: Telah menceritakan kepadaku [Muhammad bin Salam] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Yazid bin Harun] dari [Yahya] dari [Musa bin ‘Uqbah] dari [Kuraib] mantan budak Ibnu ‘Abbas, dari [Usamah bin Zaid], bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertolak meninggalkan ‘Arafah beliau menuju bukit dan menunaikan hajatnya.” Usamah bin Zaid berkata, “Aku lalu menuangkan air untuknya hingga beliau pun berwudlu. aku lalu berkata, “Wahai Rasulullah, apakah kita akan shalat di sini?” Beliau menjawab: “Tempat shalat ada di depanmu.”

Keterangan Hadis: Maksud judul bab tersebut adalah, apakah hukum perbuatan tersebut?

أَصُبُّ عَلَيْهِ وَيَتَوَضَّأُ (Akupun menuangkan air untuk beliau pakai berwudhu), lafazh ini telah dijadikan dalil oleh Imam Bukhari untuk membolehkan minta bantuan orang lain dalam berwudhu. Akan tetapi mereka yang mengatakan bahwa hal tersebut makruh hukumnya -berlaku pada saat tidak ada kesulitan atau kebutuhan mendesak- tidak dapat berdalil dengan hadits Usamah, sebab peristiwa ini terjadi pada saat safar (bepergian). Demikian pula hadits Mughirah yang telah disebutkan.

Ibnu Munir berkata, “Imam Bukhari menganalogikan persoalan mewudhukan orang lain dengan perbuatan Usamah yang menuangkan air wudhu untuk Nabi SAW karena adanya kesamaan, yaitu keduanya sama­sama meminta bantuan.” Saya (Ibnu Hajar) katakan, “Akan tetapi perbedaan antara kedua persoalan tersebut sangat jelas.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 662 – Kitab Adzan

Dalam persoalan ini Imam Bukhari tidak menegaskan apakah perbuatan ini boleh atau tidak, sebagaimana yang biasa ia lakukan dalam masalah-masalah yang tidak memiliki dasar yang jelas.

Imam An-Nawawi berkata, “Meminta bantuan dapat di kelompokkan dalam tiga bagian; pertama, minta bantuan untuk dibawakan air, dan ini tidaklah dimakruhkan sama sekali. Aku katakan, “Akan tetapi yang lebih utama adalah tidak meminta bantuan.” Kedua, diwudhukan oleh orang lain, dan ini hukumnya makruh kecuali bila ada kebutuhan yang mendesak. Ketiga, minta bantuan untuk menuangkan air, dan ini memiliki dua sisi; yaitu dimakruhkan dan menyalahi yang lebih utama.

Namun perkataan Imam An-Nawawi ini dibantah dengan mengatakan, jika telah jelas bahwa Nabi SAW melakukan hal itu, maka tidak boleh dikatakan hal itu menyelisihi perbuatan yang lebih utama. Bantahan ini saya (Ibnu Hajar) jawab dengan mengatakan, “Terkadang Nabi SAW melakukan hal itu untuk menjelaskan kebolehannya, maka bagi beliau perbuatan itu tidaklah menyelisihi yang lebih utama, berbeda dengan selain beliau.”

Al Karmani mengatakan, “Jika memang lebih utama untuk ditinggalkan, maka mengapa diperselisihkan tentang kemakruhannya?” Pertanyaan beliau ini saya jawab, “Semua yang makruh dilakukan, maka perbuatan itu pasti menyalahi yang lebih utama. Namun hal ini tidak berlaku sebaliknya, sebab makruh kadang dipergunakan untuk mengung­kapkan sesuatu yang haram, berbeda dengan yang lain.”

Hadits Shahih Al-Bukhari No. 176

حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ قَالَ سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ سَعِيدٍ قَالَ أَخْبَرَنِي سَعْدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَنَّ نَافِعَ بْنَ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ سَمِعَ عُرْوَةَ بْنَ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ يُحَدِّثُ عَنْ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ وَأَنَّهُ ذَهَبَ لِحَاجَةٍ لَهُ وَأَنَّ مُغِيرَةَ جَعَلَ يَصُبُّ الْمَاءَ عَلَيْهِ وَهُوَ يَتَوَضَّأُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ وَمَسَحَ عَلَى الْخُفَّيْنِ

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 8 - Kitab Iman

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [‘Amru bin ‘Ali] berkata, telah menceritakan kepada kami [‘Abdul Wahhab] berkata, aku mendengar [Yahya bin Sa’id] berkata, telah mengabarkan kepadaku [Sa’d bin Ibrahim] bahwa [Nafi’ bin Jubair bin Muth’im] mengabarkan kepadanya, bahwa dia mendengar [‘Urwah bin Al Mughirah bin Syu’bah] menceritakan dari [Al Mughirah bin Syu’bah], bahwa dia pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam suatu perjalanan. Beliau lalu pergi untuk buang hajat, sementara Al Mughirah menuangkan air untuk beliau hingga beliau pun berwudlu, membasuh muka, mengusap kepala dan sepasang sepatunya.”

Keterangan Hadis: أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (Bahwasanya dia bersama Nabi SAW), di sini Urwah (yang meriwayatkan hadits ini dari Mughirah) telah meriwayatkan hadits ini sebagaimana teks yang diucapkan oleh bapaknya sendiri (Mughirah). Sebab, jika tidak demikian maka konteks kalimat itu harusnya berbunyi, “Sesungguhnya aku”. Sama dengan perkataannya, “Dan bahwasanya Mughirah bin Syu’bah menuangkan air.”

Pembahasan secara mendetail tentang hadits ini akan dijelaskan pada pembahasan mengusap sepatu.

Adapun maksud Imam Bukhari menyebutkannya di tempat ini adalah sebagai dalil bolehnya minta bantuan dalam wudhu. Ibnu Baththal berkata, “lni termasuk perbuatan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah namun boleh diwakili orang lain, berbeda dengan shalat.” Beliau menambahkan pula, “Imam Bukhari berdalil dengan perbuatan seseorang yang membantu menuangkan air untuk saudaranya yang sedang wudhu sebagai bukti bolehnya mewudhukan orang lain. Karena seseorang yang berwudhu tidak mungkin menghindar dari menciduk air dengan tangannya sendiri, maka perbuatan ini boleh diwakilkan kepada orang lain dengan cara menuangkan air tersebut kepadanya. Demikian pula dengan amalan wudhu yang lain.”

Perkataan lbnu Baththal ini dibantah oleh lbnu Munir, “Menciduk air hanyalah sarana dan bukan tujuan yang sebenamya. Sebab jika seseorang menciduk air lalu bemiat wudhu, maka hal ini diperbolehkan. Sedangkan apabila menciduk air itu suatu amalan tersendiri, niscaya tidak diperkenankan untuk mengakhirkan niat.”

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 492-493 – Kitab Waktu-waktu Shalat

Kesimpulannya, ada perbedaan antara meminta bantuan untuk menuangkan air dengan meminta bantuan untuk diwudhukan orang lain. Inilah perbedaan yang telah kami isyaratkan sebelumnya.

Kedua hadits yang telah disebutkan oleh Imam Bukhari memberi keterangan bahwa meminta bantuan kepada orang lain untuk menuang­kan air wudhu adalah tidak makruh hukumnya, dan tentu lebih tidak dimakruhkan lagi jika meminta bantuan untuk dibawakan air. Adapun minta bantuan diwudhukan orang lain, tidak ada dalam kandungan hadits tersebut yang mengindikasikan akan hal itu, hanya saja sangat disukai bila tidak meminta bantuan sama sekali dalam wudhu.

Adapun yang diriwayatkan oleh Ja’far Ath-Thabari dari lbnu Umar bahwa ia berkata, “Aku tidak perduli siapa yang membantuku dalam bersuci, ruku’ maupun sujud.” Dapat dipahami, bahwa yang dimaksud­kan adalah meminta bantuan dalam menuangkan air berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Ath-Thabari serta ulama lainnya dari Mujahid, bahwa beliau biasa menuangkan air untuk lbnu Umar pada saat beliau mencuci kedua kakinya.

Diriwayatkan oleh Al Hakim dalam kitab Al Mustadrak dari hadits Ar-Rubai’ binti Mu’awwadz bahwa ia berkata, “Aku membawakan Nabi SAW air wudhu, maka beliau bersabda, ‘Tuangkanlah air itu untukku,’ aku pun menuangkan air untuknya.” Riwayat ini sangat tegas menyata­kan tidak adanya hukum makruh dibanding dua hadits terdahulu, sebab peristiwa ini terjadi saat tidak dalam bepergian (safar), disamping itu riwayat tersebut disampaikan dengan lafazh perintah. Akan tetapi hadits ini tidak memenuhi persyaratan hadits shahih yang dimuat dalam kitab Bukhari maupun Muslim.

M Resky S