Kisah Sahabat Nabi Yang Menjadi Juru Tulis Nabi

Kisah Sahabat Nabi Yang Menjadi Juru Tulis Nabi

Pecihitam.org- Ada beberapa kisah sahabat Nabi Muhammad yang menarik untuk dibahas bersama, salah satunya yakni Kisah Sahabat Nabi yang bernama Zaid bin Tsabit  yang merupakan juru tulis Rasulullah SAW. menurut literatur yang ada dikatakan bahwa suatu ketika, Rasulullah mengumpulkan pasukan di Madinah untuk berjalan ke selatan. Untuk memastikan apakah sudah siap atau belum, Rasulullah SAW memeriksa satu per satu prajuritnya. Tiba-tiba Nabi menghentikan geraknya. Dia menatap seorang pemuda yang masih berusia belasan tahun.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Badannya lebih kecil dibandingkan dengan prajurit lain. Dialah Zaid bin Tsabit. Meski bertubuh kecil, demi menegakkan agama Allah Zaid mengaku memiliki semangat besar untuk memerangi musuh-musuh Islam. Semangat itu ditunjukkannya dengan membawa pedang berukuran lebih besar dari badannya.

Zaid pun mendatangi Rasulullah. ” Wahai utusan Allah, aku mengabdikan diriku untuk engkau, izinkan aku tinggal bersama engkau untuk melawan musuh-musuh di bawah panji-panjimu, ya Rasul,” kata Zaid. Rasulullah SAW kagum dan menepuk bahunya dengan kelembutan. karena masih terlalu muda, Nabi menolak permintaan Zaid. Zaid pun menundukkan kepala, lalu berjalan pergi. sambil berjalan lambat, dia memperlihatkan kekecewaan dengan menancapkan pedangnya ke tanah.

Baca Juga:  Kisah Baju Rasulullah Yang Disedekahkan Dan Kembali Lagi

Pada saat itu juga di belakang Zaid ada sang ibu, yakni Nawat binti Malik. Ibundanya pun merasakan kesedihan yang sama. Ibunda Zaid sangat ingin melihat anaknya pergi bersama bersama Rasulullah dan para tentara mujahid. Satu tahun kemudian, Zaid kembali mengajukan diri menjadi bagian dari tentara Muslim. Saat itu persiapan sedang dilakukan untuk mengadakan pertemuan dengan kaum Quraisy di Uhud.

Sekelompok remaja Muslim datang mendekati Nabi Muhammad SAW lengkap dengan senjata perang. Mereka ingin menjadi tentara untuk menegakkan panji Allah. Di antara mereka adalah Samurah bin Jundub dan Rafi bin Khadij, mereka memiliki perawakan yang kuat dan telah cukup usia untuk memegang senjata. Oleh Nabi Muhammad SAW keduanya diizinkan untuk bergabung dengan pasukan lain.

Saat usianya menginjak 16 tahun, sesuai janji Rasul, dia diizinkan berperang. Akhirnya dia membela kaum Muslimin saat Perang Khandaq. Zaid menyadari pada saat ikut berperang, betapa sulitnya menegakkan agama Allah. Zaid kemudian berpikir untuk mencari jalan perjuangan lain yang tak harus memiliki batasan usia, tetapi tetap dekat dengan Rasulullah.

Baca Juga:  Kisah Ka'ab bin Malik Yang Tidak Ikut Perang Tabuk

Caranya adalah dengan menghafal Alquran. Mendengar kabar itu, Sang ibunda Zaid sangat senang dan ingin anaknya menjadi penghafal Alquran. Dengan beberapa orang Anshar, sang ibu pun berbicara tentang keinginan anaknya. Lalu, dia membicarakan masalah ini dengan Rasulullah.

“Wahai Nabi Muhammad SAW, anak kami Zaid telah menghafal tujuh belas surah dari Kitab Allah dan membacakannya sama seperti diwahyukan kepadamu. Selain itu, dia piawai membaca dan menulis. Dengan cara inilah dia berusaha ingin dekat dengan Anda wahai Rasulullah,”. Rasul pun mendengarkan Zaid membaca beberapa surah. Bacaannya jelas dan indah. Nabi merasa senang. Zaid mendapatkan pujian karena kemampuannya menghafal Alquran dengan cepat dan menulis dengan baik. Kemampuan itu tak dimiliki banyak orang ketika itu.

Rasul meminta Zaid bin Tsabit untuk mempelajari tulisan dan bahasa orang Yahudi. Dia pun menaati perintahnya. Seiring waktu, Zaid menguasai bahasa Ibrani, baik lisan maupun tulisan. Dia mampu menerjemahkan kata-kata Rasulullah ketika ingin berkomunikasi dengan orang Yahudi, baik saat berpidato maupun berbentuk surat.

Baca Juga:  Kisah Abu Dzar al Ghifari Memeluk Agama Islam

Begitu juga Zaid yang menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab, ketika Yahudi menuliskan surat untuk Nabi. Setelah belajar dan menguasai bahasa Ibrani, Nabi Muhammad memerintahkan Zaid untuk mempelajari bahasa Syria. Dengan tugas ini, Zaid telah melakukan tugas penting sebagai penerjemah Rasul dengan mereka yang tidak bisa berbahasa Arab.

Zaid mampu melaksanakan tugas selama ini, berkat antusiasme dan keterampilannya, Nabi menambahkan tugas dan tanggung jawab yang lebih berat. Dia memerintahkan untuk mencatat wahyu Allah dengan tulisan dan merekam dengan hafalannya. Ketika Nabi Muhammad SAW mendapatkan wahyu dari Allah SWT, beliau memanggil Zaid sambil meminta membawa pena/alat tulis, tinta, dan tulang belikat hewan untuk menulis bagian dari Alquran tersebut. Zaid memang bukan satu-satunya penulis pribadi Rasulullah. Sumber lain mencatat, terdapat 48 orang yang biasa menulis untuknya, tetapi Zaid yang paling menonjol di antara mereka.

Mochamad Ari Irawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *