Hadits Shahih Al-Bukhari No. 519 – Kitab Waktu-waktu Shalat

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 519 – Kitab Waktu-waktu Shalat ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Dosa Orang yang Luput Shalat Ashar” Hadis ini menjelaskan ancaman bagi orang-orang yang lalai akan salat Ashar. Seolah-olah mereka kehilangan keluarga dan hartanya bendanya semuanya. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 3 Kitab Waktu-waktu Shalat. Halaman 370-373.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الَّذِي تَفُوتُهُ صَلَاةُ الْعَصْرِ كَأَنَّمَا وُتِرَ أَهْلَهُ وَمَالَهُ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ { يَتِرَكُمْ } وَتَرْتُ الرَّجُلَ إِذَا قَتَلْتَ لَهُ قَتِيلًا أَوْ أَخَذْتَ لَهُ مَالًا

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [‘Abdullah bin Yusuf] berkata, telah mengabarkan kepada kami [Malik] dari [Nafi’] dari [‘Abdullah bin ‘Umar], bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Orang yang kehilangan shalat ‘Ashar (dengan berjama’ah) seperti orang yang kehilangan keluarga dan hartanya.” Saat menafsirkan ayat: ‘(Dia sekali-kali tidak akan mengurangi) ‘ (Qs. Muhammad: 35) Abu Abdullah berkata, “Bila kamu membunuh seseorang atau kamu mengambil hartanya.”

Keterangan Hadis: Pengarang menyebutkan itsm (dosa) yaitu bahwa yang dimaksud dengan fawat adalah mengakhirkannya dari waktu jawaz tanpa ada udzur syar’i.

وُتِرَ أَهْلَهُ (kehilangan keluarganya) maksudnya keluarga dan hartanya akan ditimpa sesuatu. Ada yang mengatakan bahwa makna wutira berarti kekurangan. Imam Al Qurthubi mengatakan bahwa makna wutira di sini adalah dirampas atau diambil.

Dalam riwayat Al Mustamli, bahwa kalimat وَتَرْت الرَّجُلَ berarti engkau membunuh untuknya atau merampas hartanya. Hakikat witr sebagaimana yang dikatakan Khalil adalah Azh-Zhulmu Fi Ad-Dam (berbuat aniaya dalam masalah darah). Untuk itu digunakannya lafazh ini dalam masalah harta adalah dalam bentuk majaz (kiasan). Imam Jauhari mengatakan kalimat wutira haqquhu, berarti haknya dikurangi. Dikatakan juga bahwa Al Mautuur adalah orang yang dirampas harta dan keluarganya sedangkan dia melihatnya, maka hal itu lebih menyedihkan. Kemudian hal itu diserupakan dengan orang yang kehilangan shalat, karena telah terkumpul dalam dirinya dua kesedihan; yaitu kesedihan dosa dan kesedihan karena kehilangan pahala. Sebagaimana orang yang diambil harta atau keluarganya, telah terkumpul dalam dirinya kesedihan kehilangan dan kesedihan membalas dendam.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 204 – Kitab Wudhu

Ada pendapat yang mengatakan, bahwa arti wutira adalah diambil harta atau keluarganya sehingga tinggal seorang diri. Pendapat sebelumnya dikuatkan oleh riwayat Abu Muslim Al Kaji dari jalur Hammad bin Salamah, dari Ayyub, dari Nafi’ dimana disebutkan seperti hadits ini dengan tambahan pada akhir hadits “sedang dia dalam keadaan udzur’. Secara lahiriah hadits tersebut menjelaskan tentang ancaman orang yang meninggalkan shalat Ashar. lbnu Abdi) Barr berkata, “Kemungkinan hadits ini merupakan jawaban bagi orang yang bertanya tentang shalat Ashar. Untuk itu tidak dilarang jika dihubungkan dengan shalat-shalat yang lain. Namun pendapat ini dikritik oleh Imam Nawawi, bahwa sesuatu yang tidak termaktub dalam teks dapat dihubungkan dengan sesuatu yang termaktub jika diketahui illat (alasan) dan adanya keterkaitan dalam masalah itu. Dia melanjutkan, bahwa alasan hukum masalah ini belum jelas, maka tidak boleh dihubungkan dengan selain shalat Ashar.”

lbnu Abdil Barr berdalil dengan had its marfu’ yang diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dan lainnya dari jalur Abu Qilabah, dari Abu Darda مَنْ تَرَكَ صَلَاةً مَكْتُوبَةً حَتَّى تَفُوتَهُ Saya (Ibnu Hajar) katakan, sanad hadits ini terputus, karena Abu Qilabah tidak mendengar dari Abu Darda’.

Imam Ahmad telah meriwayatkan dari had its Abu Darda’ dengan lafazh, مَنْ تَرَكَ الْعَصْرَ (Barangsiapa yang meninggalkan shalat Ashar). Dalam hal ini hadits Abu Darda’ telah menentukan shalat Ashar. Ibnu Hibban dan lainnya telah meriwayatkan dari hadits Naufal bin Muawiyah secara marfu’ مَنْ فَاتَتْهُ الصَّلَاةُ فَكَأَنَّمَا وُتِرَ أَهْلَهُ وَمَالَهُ (Barang siapa luput shalat Ashar, maka seakan-akan kehilangan keluarga dan hartanya). Hadits ini secara lahiriah menerangkan shalat fardhu secara umum.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 645 – Kitab Adzan

Abudurrazzaq telah meriwayatkan dari Naufal dengan lafazh lain, لَأَنْ يُوتَرَ أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ وَمَالَهُ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَفُوتَهُ وَقْتُ صَلَاةٍ (seseorang dirampas, keluarga dan hartanya itu lebih baik daripada luput darinya waktu shalat). Lahiriah hadits ini juga menerangkan shalat (fardhu) secara umum. Namun hadits Naufal yang akurat berbunyi, مِنْ الصَّلَوَاتِ صَلَاةً مَنْ فَاتَتْهُ فَكَأَنَّمَا وُتِرَ أَهْلَهُ وَمَالَهُ (di antara shalat (fardhu) ada shalat yang jika seseorang luput dariya, maka seakan-akan dia kehilangan keluarga dan hartanya). Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam bab “Tanda-tanda Kenabian” Muslim, Thabrani dan lainnya. Namun Imam Thabrani meriwayatkan dari sisi lain dari Zuhri dengan tambahan, “Saya berkata kepada Abu Bakar -Ibnu Abdurrahman- shalat apakah itu?” Dia menjawab, “Shalat Ashar.”

Ibnu Abi Khaitsamah juga meriwayatkan dengan menegaskan bahwa shalat tersebut adalah shalat Ashar. Yang kuat untuk memastikan bahwa shalat tersebut adalah shalat Ashar adalah penafsiran Abu Bakar bin Abdurrahman. Tetapi Imam Thahawi dan Al Baihaqi meriwayatkan bahwa penafsiran tersebut berasal dari perkataan lbnu Umar. Untuk itu, secara lahiriah adalah adanya pengkhususan shalat Ashar dalam hal ini. Masalah ini akan dibahas dalam bab berikutnya.

Di antara pendapat yang mengatakan bahwa maksud tafwit ash­shalat adalah ikhrajuha’an waqtiha (mengeluarkannya dari waktunya) adalah riwayat Abdurrazzaq, yang meriwayatkan hadits ini dari lbnu Juraij, dari Nafi’ dengan tambahan, قُلْت لِنَافِعٍ : حِينَ تَغِيبُ الشَّمْسُ ؟ قَالَ : نَعَمْ (saya katakan kepada Nafi’, “Apakah ketika matahari terbenam?” Dia menjawab, “Ya.”)

Dalam hal ini penafsiran seorang perawi yang memahami dan menguasai masalah fikih lebih utama daripada lainnya. Namun Abu Daud meriwayatkan dari Al Auza’i bahwa dia berkata tentang hadits ini, (keluarnya waktu terse but adalah jika matahari itu mulai menguning). Pendapat ini mungkin berdasarkan madzhabnya tentang keluarnya waktu Ashar. Pendapat lain yang dinukil dari lbnu Wahab mengatakan, bahwa yang dimaksud adalah mengeluarkannya dari waktu mukhtar.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 550-551 – Kitab Waktu-waktu Shalat

Imam Tirmidzi menerangkan hadits ini dalam bab tentang “lupa dalam waktu Ashar”. Dia memahaminya dalam konteks orang yang lupa atau lalai, maka berdasarkan ini maksud hadits tersebut adalah bahwa orang yang kehilangan harta dan keluarganya akan merasakan penyesalan ketika menyaksikan pahala orang yang melaksanakan shalat. Pendapat seperti ini juga diriwayatkan dari Salim bin Abdillah bin Umar.

Kesimpulan yang dapat kita ambil, bahwa penyesalan orang yang sengaja melakukan hal itu adalah lebih besar, karena dia telah kehilangan pahala sekaligus mendapatkan dosa.

Ibnu Abdil Barr mengatakan bahwa hadits ini mengisyaratkan hinanya dunia, dan perbuatan yang sedikit itu lebih baik daripada memperbanyak dunia. Ibnu Baththal berkata, “Tidak ada hadits lain yang dapat menggantikan posisi hadits ini, karena Allah telah berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 238, ‘Peliharalah semua shalat(mu) ‘. Tidak ada hadits yang menerangkan tentang bagaimana cara memelihara shalat selain hadits ini.”

M Resky S