Hadits Shahih Al-Bukhari No. 635 – Kitab Adzan

Pecihitam.org – Hadits Shahih Al-Bukhari No. 635 – Kitab Adzan ini, Imam Bukhari memulai hadis ini dengan judul “Barangsiapa yang Sedang Mengerjakan Kebutuhan Keluarganya Lalu Qamat Untuk Shalat Dilakukan Maka Ia Keluar (Untuk Shalat)” Hadis ini menjelaskan tentang pertanyaan Al-Aswad kepada Aisyah tentang apa yang biasa dikerjakan Nabi saw di rumahnya. Keterangan hadist dikutip dan diterjemahkan dari Kitab Fathul Bari Jilid 4 Kitab Adzan. Halaman 246-248.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

حَدَّثَنَا آدَمُ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا الْحَكَمُ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ الْأَسْوَدِ قَالَ سَأَلْتُ عَائِشَةَ مَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ فِي بَيْتِهِ قَالَتْ كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ تَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِ فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami [Adam] berkata, telah menceritakan kepada kami [Syu’bah] berkata, telah menceritakan kepada kami [Al Hakam] dari [Ibrahim] dari [Al Aswad] berkata, “Aku pernah bertanya kepada [‘Aisyah] tentang apa yang dikerjakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika berada di rumah. Maka ‘Aisyah pun menjawab, “Beliau selalu membantu keluarganya, jika datang waktu shalat maka beliau keluar untuk melaksanakannya.”

Keterangan Hadis: (Bab barangsiapa yang sedang mengerjakan kebutuhan keluarganya) Sepertinya Imam Bukhari ingin mengisyaratkan dengan judul bab ini, bahwa tidak semua hukum persoalan yang menyibukkan pikiran disamakan dengan makan. Sebab jika demikian, maka dalam sebagian besar kondisi tidak ada lagi waktu untuk shalat. Di samping itu, hidangan yang telah dihidangkan di hadapan orang yang akan makan sangat menarik selera. Semakin lama dicicipi, maka keinginan pun semakin bertambah. Berbeda halnya dengan masalah yang lain.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 137 – Kitab Wudhu

Sementara suatu nash apabila mengandung sifat yang mungkin untuk dijadikan pedoman, maka nash tersebut tidak boleh diabaikan.

فِي مَهْنَةِ أَهْله (mengerjakan pekerjaan keluarganya) Kata “mihnah (pekerjaan)” telah ditafsirkan dengan “khidmat (membantu)”. Penafsiran ini sendiri berasal dari Adam bin Abi Iyas (guru Imam Bukhari). Hal itu karena Imam Bukhari telah meriwayatkan hadits ini dalam pembahasan tentang Al Adah (tata kerama) dari Hafsh bin Umar, serta dalam pembahasan tentang Nafaqah (nafkah) dari Muhammad bin Ar’arah. Diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dari Yahya Al Qaththan dan Ghundar, diriwayatkan oleh Al Isma’ili melalui jalur Ibnu Al Mahdi, dan juga diriwayatkan oleh Abu Daud Ath-Thayalisi. Semuanya menerima dari Syu’bah, namun tanpa penafsiran tersebut.

Dalam kitab Ash-Shihah disebutkan bahwa makna “mihnah” adalab “khidmat (membantu)”, dan ini sesuai dengan apa yang dikatakannya. Akan tetapi penulis kitab Al Ahkam memberi tafsiran yang lebih spesifik, dimana ia berkata, “Mihnah adalah profesi dalam pelayanan dan pekerjaan.” Kemudian disebutkan dalam riwayat Al Mustamli, فِي مَهْنَة بَيْت أَهْله (Mengerjakan pekerjaan rumah keluarganya). Riwayat ini memiliki alasan untuk diterima, meski menyalahi lafazh riwayat yang umum.

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 135 – Kitab Wudhu

Sedangkan yang dimaksud dengan kata اهل (keluarga), bisa saja adalah dirinya sendiri atau lebih luas daripada itu. Riwayat ini telah disebutkan dengan penafsirannya dalam kitab Asy-Syama ‘ii oleh At-Tirmidzi melalui jalur Amrah dari Aisyah dengan lafazh, مَا كَانَ إِلَّا بَشَرًا مِنْ الْبَشَر : يُفَلِّي ثَوْبه ، وَيَحْلُبُ شَاتَه ، وَيَخْدُم نَفْسه (Tidaklah beliau melainkan seorang manusia di antara manusia lainnya; beliau membersihkan kainnya, memerah (susu) kambingnya dan mengerjakan urusan pribadinya). Dalam riwayat Imam Ahmad serta Ibnu Hibban dari Urwah, dari Aisyah, disebutkan, يَخِيطُ ثَوْبَهُ ، وَيَخْصِفُ نَعْلَهُ (Beliau menjahit pakaiannya dan memperbaiki sandalnya). Ibnu Hibban menambahkan, وَيَرْقَعُ دَلْوَهُ (dan menambal bejananya). Sementara Al Hakim memberi tambahan dalam kitab Al Iklil, وَلَا رَأَيْته ضَرَبَ بِيَدِهِ اِمْرَأَةً وَلَا خَادِمًا (Dan aku tidak pernah melihat beliau memukul dengan tangannya, baik wanita maupun budaknya).

فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاة (apabila shalat telah tiba) Dalam riwayat Ibnu Ar’arah, فَإِذَا سَمِعَ الْأَذَان (Apabila beliau mendengar adzan), lafazh ini lebih khusus dari yang pertama. Lalu dalam judul bab disebutkan, “Apabila qamat untuk shalat telah dilakukan”, dimana lafazh ini lebih khusus lagi. Seakan beliau mengambilnya dari hadits dalam bab “Orang yang Menunggu Qamat”, dimana di dalamnya disebutkan, حَتَّى يَأْتِيَهُ الْمُؤَذِّنُ لِلْإِقَامَةِ (Hingga datang kepadanya muadzdzin untuk qamat).

Baca Juga:  Hadits Shahih Al-Bukhari No. 215 – Kitab Wudhu

Hadits dalam bab ini juga menerangkan bahwa menggulung baju saat shalat hukumnya tidak makruh, dan sesungguhnya larangan untuk menyingkirkan rambut dan pakaian hanya berindikasi tanzih (yakni lebih utama bila tidak dilakukan) karena pada hadits tersebut tidak disebutkan bahwa beliau SAW mengubah penampilannya saat sedang mengerjakan pekerjaan di rumah. Demikian yang disebutkan oleh Ibnu Baththal serta orang-orang yang sepaham dengannya. Akan tetapi pernyataan ini perlu diteliti, sebab hal ini membutuhkan kepastian bahwa beliau SAW memiliki dua bentuk penampilan. Kemudian dengan tidak disebutkannya perubahan penampilan, tidak berarti hal tersebut tidak terjadi.

Faidah lain hadits ini adalah anjuran untuk bersikap tawadhu, meninggalkan sikap angkuh, serta anjuran membantu pekerjaan istrinya bagi para suami. Lalu Imam Bukhari memberi judul bab ini pada pembahasan tentang Adab, “Bagaimana seharusnya sikap seseorang saat berada dengan Keluarganya”.

M Resky S