Hukum Bersiwak (Menggosok Gigi) dalam Islam

hukum bersiwak dalam islam

Pecihitam.org – Sebagaimana yang telah saya jelaskan pada artikel sebelumnya bahwa dalam kajian fiqh itu ada empat perkara yang dapat menyucikan yang lain, yaitu air, tanah, penyamakan dan menyela-nyela gigi (bersiwak). Hanya saja air, tanah dan penyamakan adalah menyucikan najis dan hadas. Sedangkan bersiwak hanya menyucikan kotoran gigi saja. Lalu bagaimana Hukum Bersiwak dalam Islam?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Siwak adalah alat untuk menggosok gigi (bersugi). Alat untuk bersiwak itu boleh dengan apa saja, asal benda yang agak kesat, atau dengan sikat gigi dengan alat pasta gigi dan lain-lain. Namun yang lebih terkenal untuk sebutan siwak adalah kayu al-arak. Dengan demikian, maka sikat gigi dengan menggunakan pasta gigi sekarang adalah juga masuk Bab Siwak, artinya dikategorikan dalam bersiwak yang diajurkan dalam syariat.

Bersiwak adalah membersihkan mulut dan gigi. Membersihkan mulut dan gigi dianjurkan oleh agama Islam, karena agama Islam itu menyukai kebersihan, dan sangat anti kepada kotor dan jorok.

Hukum Bersiwak (menggosok gigi) itu sunnah dalam segala keadaan, kecuali setelah tergelincir matahari bagi orang yang berpuasa. Maka khusus bagi orang yang berpuasa setelah tergelincir matahari sampai terbenam matahari hukum bersiwak menjadi makruh.

Adapun dimakruhkan bersiwak bagi orang yang berpuasa setelah tergelincir matahari adalah karena memelihara bau mulutnya yang sangat wangi di sisi Allah, sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

Baca Juga:  Bersiwak Menggunakan Jari Boleh, Namun Begini Aturan Mainnya

لِخُلُوْفِ فَمِ الصَائِمِ أَطْيِبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ المِسْكِ

“Bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada bau misik”.

Tetapi Imam Nawawi lebih memilih tidak makruh secara mutlak bagi orang yang berpuasa, baik setelah tergelincir matahari atau sebelum tergelincir.

Dalil yang menetapkan kesunahan bersiwak dalam segala kondisi adalah hadis Rasulullah saw.:

السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ

“Bersiwak itu menyucikan mulut dan mendatangkan keridhaan Allah”. (H.R. Bukhari).

Kemudian hadis ini ada pengecualian bagi orang yang berpuasa tidak sunnah bersiwak setelah tergelincir matahari sampai terbenam matahari dengan hadis yang tersebut di atas, yaitu:

لِخُلُوْفِ فَمِ الصَائِمِ أَطْيِبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ المِسْكِ

“Bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada bau misik”. (H.R. Bukhari dan Muslim).

Bersiwak dalam tiga kondisi lebih disunatkan daripada dalam kondisi-kondisi lain. Pertama, ketika bau mulut sudah berubah karena sudah lama diam atau tidak makan dan minum atau karena makan makanan atau minuman yang bau yang tidak sedap.

Kedua, ketika bangun dari tidur, baik tidur malam atau tidur siang, baik ada berubah bau mulut atau tidak, karena ada hadis Rasulullah saw.:

Baca Juga:  Macam-macam Air dalam Fiqih Islam yang Wajib kita Ketahui

كَانَ صلى الله عليه وسلم اِذاَ قَامَ مِنَ اللَيْلِ يَشُوْصُ فَاهُ بِالسِوَاكِ

“Rasulullah saw. apabila bangun tidur malam maka menggosok mulutnya dengan siwak”. (H.R. Bukhari dan Muslim).

Ketiga, ketika berdiri untuk mengerjakan salat, baik salat wajib atau salat sunat, karena ada hadis Rasulullah saw.:

لَوْ لاَ اَنْ أَشِقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةِ.

“Seandainya tidak memberatkan umatku, pastilah saya perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali akan mengerjakan salat”. (H.R. Khamsah).

Jika kita lihat dalam kitab-kitab fiqh yang panjang lebar maka sebenarnya bukan hanya tiga kondisi tersebut saja yang sangat disunnahkan bersiwak dalam agama Islam. Akan tetapi lebih dari itu, yang mana semuanya sangat disunatkan bersiwak sama seperti sangat disunatkan bersiwak pada tiga kondisi tersebut.

Antaranya adalah ketika membaca Alquran, ketika kuning gigi, ketika ingin tidur, ketika berwudhu, ketika membaca hadis, ketika membaca ilmu, ketika berzikir, ketika masuk ka’bah, ketika masuk rumah, ketika berjimak dengan istri, ketika berkumpul dengan kawan-kawan, ketika haus dan lapar, ketika menghadiri suatu majlis, ketika mau makan, ketika setelah salat witir, ketika mau musafir dan ketika sampai kembali.

Jika tidak mampu melakukan semuanya maka dianjurkan agar anda bersiwak sekali saja dalam satu hari. Menurut riwayat bahwa bersiwak itu bisa memudahkan keluar nyawa ketika mati. Dan kelebihannya pun sangat banyak, yang paling besar adalah mendapat keridhaan Allah swt..

Baca Juga:  Begini Kriteria Orang yang Wajib Membayar Zakat Fitrah dan Zakat Mal

Adapun kaifiyah bersiwak adalah:

pertama, memasang niat dalam hati lebih dahulu saat bersiwak. Jika dilafazkan maka bunyinya adalah “sengaja aku bersiwak karena Allah”. Niat ini sangat penting karena jika tidak dipasang niat maka tidak memperoleh pahala sunnah, dan sia-sia saja.

Kedua, bersiwak dengan tangan kanan.

Ketiga, memulai bersiwak dari mulut sebelah kanan luar dan dalam hingga pertengahan gigi depan.

Keempat, disambung lagi dari mulut sebelah kiri luar dan dalam hingga pertengahan gigi depan.

Kelima, melalukan siwak atas gusi semua gigi dan atas lidah.

Keenam, melalukan siwak atas langit-langit mulut secara lembut agar tidak sakit. Wallahu a’lam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *