Hukum Menikahi Wanita Ahlul Kitab: Boleh, Tapi Wajib Perhatikan Hal Ini

hukum menikahi ahlul kitab

Pecihitam.org – Dalam ajaran Islam, istilah ahli kitab dinisbatkan kepada para penganut agama-agama Ibrahimiyah (keturunan Ibrahim), seperti Yahudi dan Nasrani. Dinamakan demikian karena mereka mengakui ajaran nabi-nabi yang membawa kitab suci agama samawi dari Allah SWT, yaitu Taurat melalui Nabi Musa AS, Zabur melalui Nabi Daud AS, dan Injil melalui Nabi Isa AS.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ada satu hal yang selalu menjadi diskusi hangat oleh berbagai kalangan, yaitu tentang hukum menikahi perempuan beda agama atau ahlul kitab. Hal ini karena dalam al Quran Surat al-Maidah ayat 5 disebutkan, bahwa Allah SWT memberikan beberapa hak istimewa kepada para ahli kitab.

Di antara keistimewaan tersebut disebutkan bahwa lelaki Muslim secara hukum diperbolehkan menikahi wanita yang berasal dari kalangan ahlul kitab. Selain itu, umat Islam juga dihalalkan untuk memakan daging binatang yang disembelih oleh mereka.

اليَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلُّ لَّهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُم

“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mangkawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara orang-orang yang diberi al-Kitab sebelum kamu.“

Semua hak istimewa tersebut diberikan Allah SWT kepada para ahli kitab karena sistem kepercayaan mereka lebih dekat dengan Islam dibandingkan orang-orang kafir lainnya. Semasa hidupnya, Nabi Muhammad SAW juga memberikan kebebasan kepada kalangan ahli kitab untuk menjalankan agama masing-masing yang mereka yakini.

Pertanyaan yang kemudian muncul dan menjadi perbincangan adalah apakah orang Yahudi dan Kristen pada zaman sekarang masih termasuk golongan ahli kitab? Dan apakah diperbolehkan bagi lelaki Muslim untuk menikahi mereka?

Baca Juga:  Ini Hukuman bagi Orang yang Minum Khamar, Jangan Coba-coba!

Hukum Menikahi Ahlul Kitab

Dikatakan bahwa, mayoritas ulama dari empat madzhab berpendapat, hukum menikahi perempuan dari golongan ahlul kitab atau penganut agama samawi (Kristen dan Yahudi) dan yang juga beriman kepada Allah Swt, adalah boleh dalam Islam.

Para ulama juga sepakat bahwa kehalalan menikahi perempuan ahli kitab ini bukan hanya berlaku pada zaman Rasulullah SAW dan para sahabat saja, melainkan berlaku juga hingga pada masa berikutnya, sampai hari ini dan juga sampai selesainya alam semesta nanti.

Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni (7/99) menuliskan, tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai kehalalan (menikahi) wanita ahli kitab. Di antara sahabat yang meriwayatkan hal itu adalah Umar, Utsman, Hudzaifah, Salman, Jabir, Talhah dan yang lainnya. Ibnu Munzir berkata, “tidak ada dari kalangan generasi pertama yang mengharamkan hal tersebut.”

Syekh Ibn Baz, seorang ulama asal Arab Saudi juga memberikan pendapat, menurutnya, jika wanita ahli kitab tersebut mampu menjaga kehormatan dirinya dan jauh dari jalan keburukan, maka diperbolehkan untuk menikahinya. Itu dikarenakan memang Allah membolehkan hal tersebut.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hukum seorang lelaki menikahi perempuan ahlul Kitab itu diperbolehkan dan juga sebaliknya.

Akan tetapi, masih menurut Ibn Baz, menikahi para wanita ahli kitab (Yahudi dan Kristen) pada zaman sekarang ini cukup mengkhawatirkan dan bisa membawa berbagai dampak buruk. Sebab, para perempuan tersebut justru terkadang mengajak calon suami Muslimnya kepada agama mereka. Dan ini sangat rawan jika sang suami mempunyai iman yang lemah.

Selain itu untuk menemukan ahli kitab di zaman sekarang juga bisa dikatakan sangat sulit sekali. Karena kitab pegangan agama tersebut sudah banyak mengalami perubahan sejak ditinggal oleh Nabi mereka.

Baca Juga:  Makna Basmalah dan Gerakan Shalat Menurut Imam Nawawi al-Bantani

Hal ini bisa dibilang sangat menghawatirkan, apalagi jika dihubungkan dengan masalah pernikahan beda agama. Karena panjangnya konsekwensi dari sebuah pernikahan bahayanya bisa besar sekali, mulai dari status pernikahan, apalagi status anak dan hak waris dikemudian hari.

Maka dari itu dalam konteks ini sangat butuh kehati-hatian dan perlu ditegaskan siapakah perempuan merdeka ahlul kitab yang boleh dinikah oleh seorang laki-laki muslim. Mengenai hal ini Imam Syafii dalam kitab Al-Umm juz V menjelaskan:

أخبرنا عبد المجيد عن ابن جريج قال: عطاء ليس نصارى العرب بأهل كتاب انما أهل الكتاب بنوا اسرائيل والذين جأتهم التوراة والانجيل فامامن دخل فيهم من الناس فليسوا منهم

“Abdul Majid dari Juraid menerangkan kepada kami bahwa Atha’ pernah berkata bahwa orang-orang Nasrani dari orang Arab bukanlah tergolong ahlil kitab. Karena yang termasuk ahlil kitab adalah Bani Israil dan mereka yang kedatangan Taurat dan Injil, adapun mereka yang baru masuk ke agama tersebut, tidak dapat digolongkan sebagai Ahlul kitab.”

Berdasarkan keterangan diatas, maka dapat ditarik benang merah, bahwa orang-orang Indonesia yang beragama lain sepert Kristen, Hindu, Budha dan kepercayaan lainnya tidak bisa digolongkan ke dalam ahlul kitab sebagaimana dimaksudkan dengan al-Qur’an. Apalagi jika ada perubahan dalam kitab-kitab mereka sehingga tidak sama seperti yang diturunkan kepada Nabi Musa as dan Nabi Isa as.

Hal ini berbeda dengan kasus para sahabat yang tercatat dalam sejarah menikahi perempuan ahlul kitab, seperti Sayyidina Hudzaifah pernah menikahi perempuan Yahudi ahlil madain, dan Sayyidina Utsman pun pernah menikah dengan Nailah bintul Farafisha, perempuan asal Nazaret di Palestina. Karena perempuan-perempuan tersebut memang benar-benar ahlil kitab yang dimaksudkan di al-Qur’an.

Pernikahan Beda Agama di Indonesia

Pembahasan di atas adalah dari kacamata hukum Islam. Lantas bagaimana praktek nikah beda agama yang ada di Indonesia? Dalam tatanan hukum positif di Indonesia, agama Islam mempunyai aturan atau perundangan tersendiri mengenai hukum keluarga, yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Baca Juga:  Orisinalitas Filsafat Islam (1): Kritik Ibnu Rusyd terhadap al-Farabi dan Ibnu Sina

Tertulis dalam bab larangan kawin, dalam pasal 40 yang berbunyi:

Larangan melangsungkan perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan karena keadaan tertentu, seperti:

  • Karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain;
  • Karena wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain;
  • Seorang wanita yang tidak beragama Islam.

Kemudian dalam pasal 44 berbunyi:

Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam.

Maka berdasarkan aturan di atas, jelas perihal mengenai larangan melangsungkan pernikahan dengan selain yang beragama Islam. Jika melihat fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam qoul mu’tamad secara tegas mengharamkan dan dinilai tidak sah perkawinan beda agama.

Dalam hal ini, lembaga yang bertugas untuk mengawasi dan mencatat perkawinan umat Islam adalah Pegawai Pencatat Nikah (PPN) dari Kantor Urusan Agama (KUA).

Sedangkan dalam perkawinan non Muslim adalah PPN dari Kantor Catatan Sipil. Dan pernikahan beda agama ini bisa kemungkinan terlaksana di Kantor Catatan Sipil. Karena memang lembaga ini tidak mempermasalahkan perbedaan agama dalam perkawinan.

Wallahua’lam Bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik