Ibnu Khaldun, Sejarawan Islam dan Bapak Ilmu Sosial Modern

bapak ilmu sosial

Pecihitam.org Bangsa Barat telah mengklaim bahwa cabang ilmu sosiologi adalah berasal tanah mereka. Padahal, ilmu sosial modern telah ada lima abad sebelum Aguste Comte yang digelari bapak sosiologi ada. Bahkan bapak llmu sosial sebetulnya lebih tepat diberikan kepada Ibnu Khaldun, yaitu seorang ilmuwan Muslim yang pertama kali menggagas Ilmu Sosial Modern.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ibnu Khaldun lahir di Tunis pada 27 Mei 1332. Ia hafal Al-Qur’an, hadis, puisi, tata bahasa, retorika, dan hukum. Garis keturunannya berasal dari Hadramaut, Yaman, yang pindah ke Andalusia Spanyol. Andalusia melahirkan banyak intelektual, politikus, dan perwira militer yang mengabdi pada dinasti Ummayah, al-Murabittun dan al-Muwahiddun.

Ibnu Khaldun bergelut dengan tradisi filsafat Yunani dan tulisan-tulisan tentang sejarah dunia yang ditulis oleh cendekiawan Laut Tengah pada masa itu. Lantaran ketekunannya, ia sampai bertanya-tanya: Kenapa sebuah masyarakat bisa punah? Mengapa orang berkumpul dan bercerai-berai? Apa dampak kekuasaan pada yang dikuasai?

Para sejarawan pada masa itu hanya mencatat rentetan peristiwa sejarah yang bercampur dengan mitos, dongeng, keyakinan, dan pesan-pesan dari penguasa dan elit politik yang berkuasa. Berbeda dengan para pemikir lain, Ibnu Khaldun yakin bahwa pencampurbauran kenyataan dengan mitos dan dongeng serta kemauan penguasa tidak akan membantu memahami perubahan masyarakat.

Baca Juga:  Habib Muhammad Rizieq Shihab, Silsilah, Karir, Karya Hingga Sepak Terjangnya di FPI

Sejarah mencatat, Ibnu Khaldun pernah menolak pendapat al-Mas’udi dan sejarawan Arab lain yang berpendapat bahwa tentara Musa yang memimpin tentara Israil berjumlah 600.000 laki-laki berusia 20 tahun ke atas.

Bapak ilmu sosial ini berpendaapat bahwa pandangan ilmuwan pendahulunya keliru. Menurutnya, jauh sebelum Musa, Yakub dan keluarganya masuk ke Mesir dengan jumlah rombongan 70 orang.

Satu konsep utama dalam pemikiran Khaldun adalah ashabiyah. Konsep ini sangat mirip dengan gagasan Emile Durkheim tentang “kesadaran kolektif”, atau lebih persisnya “solidaritas mekanis” yang menjadi lawan dari “solidaritas organik”. Konsep ini bukan konsep baru. Sebab, Ibnu Khaldun sudah terlebih dahulu menjelaskannya.

Ibnu Khaldun berpendapat bahwa karena ashabiyah, orang bisa bersatu dan melawan sekelompok manusia lainnya. Ashabiyah akan berfungsi jika dijalankan bersama penguatan nilai-nilai dan norma yang dianut suatu kelompok. Jika ashabiyah tak kuat, kerusakan masyarakat secara keseluruhan tak bisa dielakkan.

Bapak ilmu sosial ini mengamati pertentangan antara masyarakat nomaden atau yang hidup tidak tetap dan masyarakat perkotaan yang mempunyai tempat tinggal tetap. Menurut Ibnu Khaldun, orang-orang nomaden bersifat kasar, biadab dan tidak berbudaya, perilakunya pun bertentangan dengan peradaban.

Baca Juga:  Pria Berjenggot, Celana Cingkrang dan Jidat Hitam yang Menggertak Rasulullah

Tapi, Ibnu Khaldun juga mengamati bahwa orang-orang nomaden memiliki ikatan sosial yang kuat, tangguh, hemat, dan tak rusak moralnya, cinta kebebasan, dan mandiri. Karena ketangguhan itulah akhirnya mereka mampu melahirkan prajurit-prajurit papan atas. Ketahanan tubuhnya juga kuat sebab senantiasa bergerak dalam kesehariannya.

Sebagai contoh, ada suku-suku Bedouin, Berber, dan Kurdi, dari zaman kekuasaan Islam dan dari zaman pra-Islam yang merupakan orang-orang nomaden. Kebudayaan di kota-kota, meskipun menghasilkan diskursus sains, filsafat, dan seni, tapi ternyata melahirkan penduduk yang lembek dan lupa cara membela diri.

Solidaritas antar-warga juga sangat lemah dan perlindungan atas agresi militer diserahkan pada negara. Menurut Khaldun, rendahnya ashabiyah inilah penyebab peradaban yang maju mudah diluluhlantakkan oleh orang-orang barbar.

Ibn Khaldun meninggal pada 17 Maret 1406. Namanya tak tercantum dalam rujukan pengetahuan Barat. Hal ini sangat tidak lazim. Sebab, ilmuwan-ilmuwan Islam lain seperti Ibnu Rusyd dan Ibnu Sina kehadirannya sangat dirayakan. Keduanya dipuji bangsa Barat dan karya-karyanya dijadikan sebagai rujukan baik untuk kepentingan akademis maupun pelaksanaan kehidupan sehari-hari.

Baca Juga:  Mengenal Wanita Mulia Aminah binti Wahab Ibunda Nabi Muhammad Saw

Seorang guru besar sosiologi pada National University of Singapore bernama Syed Fayid Alatas dalam sebuah makalahnya yang berjudul Ibn Khaldun and Contemporary Sociology (2006) menyebutkan bahwa ketiadaan Ibn Khaldun dalam rujukan ilmu-ilmu sosiologi di Barat adalah karena Barat mengaku telah merintis ilmu sosial, padahal Ibnu Khaldun adalah filsuf yang pertama kali menuliskan gagasan tentang sosiologi dalam magnusm opusnya, Muqqadimah.

Tapi, sejarah juga mencatat bahwa terpanya zaman ketika sang bapak ilmu sosial ini hidup, murid-muridnya tidak tertarik menerapkan gagasan-gagasan ilmu sosial Ibnu Khaldun bahkan meski sekadar untuk membaca masyarakat mereka sendiri. Akhirnya, ide-ide Ibnu Khaldun pun tak menjadi lestari.[]

Ayu Alfiah