Ikhwanul Muslimin Versus Hizbut Tahrir dan Penolakan Sistem Khilafah Islamiyah

Ikhwanul Muslimin Versus Hizbut Tahrir dan Penolakan Sistem Khilafah Islamiyah

Pecihitam.org – Kita ketahui bersama organisasi Hizbut Tahrir Indonesia adalah salah satu organisasi massa yang trans-Pancasila. Sebagai organisasi trans-nasional, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang juga merupakan cabang Indonesia dari Hizbut Tahrir (HT) internasional, tentu mengembangkan paham keagamaan yang melampaui kebangsaan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Ini terlihat pada cita-cita untuk menegakkan khilafah Islamiyah, berporos di Indonesia. Dalam konteks inilah menjadi penting untuk kita dapat memahami bagaimana pandangan Hizbut Tahrir tentang Pancasila.

Jika kita merunut dalam sejarah, Hizbut Tahrir muncul dan dipimpin oleh Taqiyyuddin An-Nabhani. Munculnya gerakan ini, dilatar belakangi oleh kritikan Taqiyudin An-Nabhani kepada Ikhwanul Muslimin (IM).

Ikhwanul Muslimin adalah Sebuah gerakan Islam kawakan yang dilahirkan oleh Hassan Al-Banna di Mesir. Kritik Taqiyuddin kepada IM terletak pada akomodasi IM terhadap sistem demokrasi, sehingga IM hendak menerapkan syariat melalui mekanisme demokratis (pemilu). Selain itu, sikap tersebut terlalu moderat dan tidak merasuk ke dalam jantung persoalan umat Islam.

Perseteruan antara HT dan IM ini berlanjut hingga pada perebutan massa, karena meskipun keduanya masuk dalam kategori gerakan Islam radikal, namun masing-masing memiliki kiblat pemikiran yang berbeda.

Baca Juga:  Kerancuan dan Sesatnya Konsep Khilafah Hizbut Tahrir

Sayangnya garis politik HT yang radikal ini kemudian berbenturan dengan realitas politik umat Islam itu sendiri. Sehingga sebagian besar negara Timur-Tengah telah lama mengadopsi sistem negara berbangsa, sehingga di negara-negara Timur-Tengah yang bercorak Dunia Islam, HT sering berbenturan dengan pemerintah negeri setempat.

Sejak dideklarasikan pada tahun 1953 di daerah Al-Quds, HT senantiasa berseberangan dengan pemerintah yang berkuasa dan juga dengan para aktivis nasionalisme Arab. Dibolehkanya HT mendeklarasikan dikarnakan saat itu Al-Quds masih di bawah yurisdiksi Yordania yang pada waktu itu masih dikuasai oleh Inggris.

Setelah mengetahui bahwa HT adalah organisasi trans –nasional, maka pemerintah Yordania segera melarang HT dan melakukan penangkapan terhadap sejumlah pengurusnya, tidak lama setelah partai ini dideklarasikan.

Beberapa tokoh ditangkap seperti Taqiyuddin, Dawud Hamdan ditangkap di Al-Quds. Sementara itu tokoh lainya seperti Munir Syaqir dan Ghanim Abduh ditangkap di Amman.

Kemudian beberapa hari setelah penagkapan sejumlah tokoh HT. Disusul oleh Abd Al-Azizi Al-Khiyath dan semuanya dijebloskan ke dalam penjara. Namun, tokoh HT dibebaskan berkat petisi sekelompok wakil rakyat yang kala itu sudah menjadi aktifis HT.

Baca Juga:  Bukan Cuma Hari Ini, Bung Karno Pun Sudah Menolak Khilafah Sejak Dulu

Melalui beberapa masukan dalam pergerakan politik oleh Wakil Rakyat, maka  Taqiyuddin bergerak kembali dengan cara underground untuk dapat mengembangakan kelompoknya tersebut.

Pada November 1953, Taqiyuddin berjalan dan berpindah ke Damaskus. Kemudian ada seorang intelijen Syiria. Ia dibawa ke perbatasan Syiria-Lebanon. Atas bantuan Mufti Lebanon, Syekh Hasan Al-Alaya, akhirnya ia diizinkan masuk ke Lebanon yang sebelumnya melarangnya.

Pada tahun 1958 setelah diizinkannya tokoh HT tersebut masuk ke negara Lebanon maka Taqiyuddin dengan leluasa menyebarkan pemikirannya di Lebanon.

Mengetahui betapa berbahayanya gerakan HT tersebut yang telah banyak mengkikis budaya dalam sistem demokrasi seperti yang ada di negara-negara Timur Tengah. Maka tidak heran, kehadiran HT di Indonesia secara tegas telah di tolak.

Masuknya HT di Indonesia dimulai dari Kiai Abdullah bin Nuh, pemilik Pesantren Al-Ghazali, Bogor yang mengajak Abdurrahman Al-Baghdadi, seorang aktivis HT yang tinggal di Australia untuk menetap di Bogor pada kisaran 1982-1983.

Pada saat mengajar di Pesantren tersebut, Abdurrahman mulai berinteraksi dengan para aktivis masjid kampus di Masjid Al-Ghifari, IPB Bogor. Dari sini pemikiran Taqiyuddin Al-Nabhani, pendiri HT mulai didiskusikan.

Baca Juga:  Mengenal Syekh Taqiyuddin an Nabhani Pendiri Hizbut Tahrir

Gerakan HT sangat berpengaruh besar terhadap  eksistensi bangsa dan negara. Gerakan yang mempunyai semboyan Khilafah Islamiyah tersebut dapat mengkikis ideologi Pancasila yang menjadi ideologi bangsa Indonesia.

Jika hadirnya HT di Indonesia dibiarkan begitu saja, maka sangat kemungkinan besar dimasa depan Indonesia menjadi negara yang penuh konflik. Karena Indonesia bukan negara Islam yang menganut sistem syariat Islam. Di satu sisi Indonesia juga merupakan negara yang majemuk baik dalam suku, ras dan juga agama.

M. Dani Habibi, M. Ag