Ini Biografi Imam Al Juwaini, Ulama Bergelar Imam Haramain

Ini Biografi Imam Al Juwaini, Ulama Bergelar Imam Haramain

PeciHitam.org – Imam Al-Juwaini adalah salah satu tokoh penting dalam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Beliau adalah generasi ketiga setelah Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Bakar al-Baqilani. Selain itu, beliau juga dikenal sebagai ulama ensiklopedis yang menguasai semua rancang bangun keilmuan Islam.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Beliau bernama lengkap Abul Ma’ali Abdul Malik bin Abdillah bin Yusuf bin Muhammad bin Abdillah bin Hayyuwiyah al-Juwaini an-Nisaburi. Beliau merupakan seorang keturunan Arab dari Bani Ta’i as-Sanbasi. Lahir di Bustanikan, Naisabur (Iran) pada tahun 419 H/999 M.

Ayahnya bernama Abu Muhammad Abdullah bin Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Juwaini,  yang merupakan seorang ulama besar pada masanya, yang menguasai berbagai bidang keilmuan seperti tafsir, fikih, dan lain sebagainya.

Rihlah intelektual beliau dimulai di lingkungan rumahnya sendiri, dengan belajar kepada sang ayah dalam berbagai disiplin keilmuan seperti Al-Qur’an, hadis, bahasa Arab, fikih, ushul fikih, dan ilmu perbedaan pendapat. Dalam usia yang relatif muda, Imam Al-Juwaini juga telah menghafal Al-Qur’an dan menguasai berbagai disiplin keilmuan Islam.

Pada  tahun 438 H beliau ditinggal oleh ayahnya menghadap sang pencipta, sejak saat itulah Imam Al-Juwaini kemudian menggantikan peran ayahnya untuk mengajar di majlis ilmu milik ayahnya, meskipun usianya belum genap 20 tahun. Walaupun sudah menjadi pengajar, Al-Juwaini tetap haus akan keilmuan yang membawanya belajar kepada para ulama-ulama besar di Naisabur.

Baca Juga:  Biografi Imam Haromain Abu Maali Al Juwaini

Imam Al-Juwaini tercatat pernah belajar kepada Abu al-Qasim al-Iskaf al-Isfarayini dalam bidang fikih dan teologi, kemudian kepada Abu Abdullah al-Khabbazi dalam bidang ilmu Al-Qur’an, dan ulama-ulama lainnya seperti Abu Hasan Muhammad ibn Ahmad al-Muzakki, Abu Sa’ad Abdurrahman ibn Hamdan an-Nasrawi, Abu Nu’aim al-Asbahani, dan lain sebagainya.

Pada tahun 450 H, Al-Juwaini pergi ke Hijaz, dan menetap disana Selama 4 sampai 5 tahun untuk mengabdikan diri pada agama dengan mengajar, memberi fatwa dan mengarang kitab di dua kota suci yaitu Makkah dan Madinah. Berkat penngabdiannya dalam menyebarkan ilmu di Makkah Madinah lah, beliau kemudian mendapat julukan Imam al-Haramain (Imam dua tempat suci Masjid al-Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinah).

Pada tahun 455 H, beliau kembali ke tanah kelahirannya yaitu Naisabur, dan kemudian mengajar di Madrasah Nizamiyah sekitar 30 tahun lamanya.

Imam Al-Juwaini yang lebih dikenal dengan sebutan Imam Haramain, merupakan penganut madzhab Syafii, sekaligus ulama besar madzhab Syafi’i abad ke-5. Namun setelah munculnya Al-Juwaini, beliau membawa sebuah pemikiran baru yang tetap berpegang teguh dengan madzhab teologi Asy’ari yang beliau anut, yaitu dengan memberikan porsi yang lebih terhadap akal dalam menentukan sebuah hukum atau permasalahan.

Baca Juga:  Profil Dr. H. Nadirsyah Hosen, dari Santri Kampung Hingga Intelektual Modern

Walaupun pemikiran beliau memberikan porsi besar terhadap peran akal, namun Al-Juwaini tidak pernah menempatkan akal sejajar dengan naql (Al-Qur’an dan Sunnah). Dalam pandangan Imam Al-Juwaini, akal diberikan porsi lebih semata-mata hanya digunakan untuk memahami naql dan tidak disejajarkan dengannya, apalagi ditempatkan lebih tinggi.

Corak pemikiran yang dibawa oleh Al-Juwaini tetaplah corak Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, yang senantiasa menempatkan Al-Quran dan Hadis sebagai sumber rujukan utama. Hanya saja, corak pemikiran yang dibawa oleh Imam Al Juwaini adalah pemikiran kreatif-inovatif, yang membawa pemikiran Islam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah ke arah yang moderat.

Pemikiran-pemikiran Imam Al Juwaini tidak hanya terbatas pada kalam dan teologi saja, tetapi juga dalam fikih dan ushul fikih. Bahkan Imam Al-Juwaini merupakan peletak dasar tentang kajian maqashid syari’ah, yang kemudian menjadi sebuah disiplin ilmu baru.

Al Juwaini merupakan ulama yang melahirkan ulama-ulama besar, seperti Imam Abu Hamid al-Ghazali, Imam Abu Nasr Abdurrahim bin Abdul Karim al-Qusyairi, Abu Fath Nasr bin Ibrahim al-Maqdisi. Tidak heran jika beliau kemudian dijuluki dengan julukan  Abul Mawali (bapaknya para pembesar).

Baca Juga:  Habib Mundzir Al-Musawwa, Seorang Ulama yang Sangat Merindukan Rasulullah

Teolog kaum sunni yang sangat menguasai madzhab Syafi’i, dan terkenal dengan gelar Imam Haramain ini wafat pada tahun 478 H/1085 M. dengan meninggalkan warisan intelektual di berbagai bidang, seperti ushul fikih, kalam, fikih, ilmu perbedaan madzhab, ilmu perdebatan, psikologi, dan retorika. Di antara kitab-kitab Imam Al-Juwaini yang fenomenal adalah al-Burhan fi Ushul Fikih, al-Irsyad fi Qawathi’ al-Adillah wa Ushul al-I’tiqad, Nihayah al-Mathlab fi Dirayah al-Madzhab, Risalah fi Fiqh, Gunyah al-Mustarsyidin fi al-Khilaf, Kitab al-Kafiyah al-Jadal, dan lain sebagainya.

Mohammad Mufid Muwaffaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *