Pecihitam.org – Akhir-akhir ini, ditengah berkembangnya paham radikalisme yang kian massif, ternyata menambah daftar ulama yang hadir dengan tujuan memecah belah. Ulama yang seperti ini biasa disebut dengan ulama su’. Fungsi ulama yang seharusnya menjadi figure teladan dalam persoalan agama dan sosial beralih fungsi menjadi agen penebar kebencian. Lalu bagaimana ciri-ciri Ulama su’ itu?
Hal ini menjadi persoalan besar ditengah-tengah masyarakat awam yang baru mengenal islam. Mereka menganggap ulama yang selama ini mereka kagumi tanpa kesalahan, sehingga tanpa perlu dikritisi kembali kebenaran dari apa yang mereka sampaikan.
Ulama su’ sendiri memiliki term ulama dengan kata su’ yang dalam bahasa Indonesia merupakan padanan kata “buruk” dan “tercela”. Ulama su‘ berarti ulama yang buruk dan tercela. Komplotan Ulama su’ ini merasa nyaman berlindung dibalik nama agama mereka. Dengan bebas mereka mengajarkan doktrin-doktrin agama yang menyesatkan. Mereka menganjurkan kebaikan tapi perbuatannya tidak mencerminkan demikian.
Ulama su’ disini bukan hanya mereka yang mendakwahkan ilmu agama, tetapi juga mereka yang menguasai ilmu di luar ilmu agama, akan tetapi menyeleweng dari nilai nilai keilmuwanya.
Sayyid Bakri bin Muhammad Syatha Ad-Dimyathi menjelaskan dalam kitab Kifayatul Atqiya sebagai berikut:
وهم علماء الدين للتمييز بينهم وبين علماء الدنيا وهم علماء السوء الذين قصدهم من العلم التنعم بالدنيا والتوصل إلى الجاه والمنزلة إلى أهلها
Artinya, “Mereka adalah ulama agama untuk membedakan antara mereka dan ulama dunia; mereka adalah ulama jahat yang dengan ilmunya bertujuan untuk kesenangan dunia, mendapatkan pangkat dan kedudukan pada penduduk,” (Lihat Sayyid Bakri bin Muhammad Syatha Ad-Dimyathi, Kifayatul Atqiya wa Minhajul Ashfiya, [Indonesia: Al-Haramain Jaya, tanpa tahun], halaman 70).
Sebenarnya, apa yang disampaikan Sayyid Bakri bin Muhammad Syatha Ad-Dimyathi bukanlah penjelasan satu-satunya yang bisa kita pelajari..Dalam Bidayatul Hidayah, Imam Ghazali menjelasakan Tentang ciri-ciri ulama su‘ ini. Kemudian Imam Ghazali juga mengutip sabda Rasul saw. saat berpesan kepada umatnya,
أنا من غير الدجال أخوف عليكم من الدجال فقيل: وما هو يارسول الله؟، فقال: علماء السوء
“Ada yang paling aku khawatirkan dari kalian ketimbang Dajjal.” Beliau kemudian ditanya, “Apa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Ulama su.”
Di dalam riwayat yang serupa dari Imam Ahmad menyebut ulama su’ dengan sebutan aimmah mudhillin (para pemuka agama yang menyesatkan). Meskipun berbeda dalam penyebutannya akan tetapi keduanya memiliki makna yang sama. Penyebutan ulama su’ ini meliputi ilmuwan secara umum atau ahli agama yang menyalahgunakan ilmunya untuk kepentingan duniawi apapun bentuk kepentingannya.
Dalam Kitab Bidayatul Hidayah Imam Al-Ghazali memaparkan perihal tiga jenis niat orang dalam menuntut ilmu. diantaranya adalah ulama yang salah niat dalam menuntut ilmu agama. Inilah yang kemudian menjadi cikal bakal ulama yang disebut sebagai ulama su’.
Ciri-ciri Ulama Su’ Menurut Imam Al Ghazali
Imam Al-Ghazali juga menjelaskan Dalam golongan mereka yang ahli ilmu agama, Imam Al-Ghazali mengkategorikan sejumlah ciri-ciri ulama su’ ke dalam empat bagian seperti berikut ini:
- Pertama, ia menyalah gunakan ilmunya atau keahliannya sebagai sarana untuk memperoleh kepentingan duniawi. Kelebehinnya ini dijadikan alat untuk meraih kenikmatan duniawi meskipun dengan cara-cara yang keluar dari nilai-nilai keilmuwan yang mereka miliki.
- Kedua, ia menyelahgunakan ilmunya atau keahliannya untuk menyombongkan dirinya dengan kedudukannya.
- Ketiga, ia merasa takabur dengan jumlah pengikut yang ia miliki.
- Keempat, dengan ciri-ciri, pakaian, dan kepandaian berbicaranya soal agama yang seperti ulama ia masih mengira bahwa dirinya mempunyai posisi khusus di sisi Allah, padahal ia begitu tamak kepada dunia lahir dan batin.
Digambarkan dalam hadis Nabi saw, golongan mereka ini merupakan golongan dari orang-orang yang merugi
., “Siapa yang bertambah ilmu, tapi tidak bertambah hidayah, ia hanya bertambah jauh dari Allah.”
Seperti itulah ciri-ciri ulama su’ yang perlu kita ketahui, Umat islam sudah seharusnya dewasa, selalu berhati-hati di dalam memilih ulama mana yang patut dijadikan suritauladan. Meskipun sekarang akses belajar sudah dipermudah lewat media sosial, namun keabsahan murid dan guru itu terjadi bila sudah bertemu, kemudian belajar dari hati ke hati. Sebab banyak orang yang mengaku jadi ulama, tetapi akhlaqnya jauh dari apa yang disampaikan.
Wallahua’lam Bisshowab
- Rukun Qauli, Wajib Diperhatikan Agar Shalat Tetap Sah - 28/08/2019
- Islam adalah Agama yang Mampu Merangkul Budaya di Dunia - 04/08/2019
- Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Bagaimana Seharusnya Bersikap? - 01/08/2019