Ini Interaksi Dakwah Rasulullah Yang Patut Kita Contoh!

Ini Interaksi Dakwah Rasulullah Yang Patut Kita Contoh!

PeciHitam.org – Sejak kecil, Nabi Muhammad saw, dikenal sebagai seorang anak yang jujur dan apa adanya. Hal tersebut ternyata mempunyai pengaruh besar dalam pondasi interaksi dakwah Rasulullah ketika dewasa. Bagaimanakah interaksi yang diterapkan oleh beliau? Mari kita bahas dalam artikel berikut ini.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Di Mekkah dalam menjalankan misi kenabian meski sudah ada perjanjian damai namun kenyataannya tekanan kafir Quraisy terhadap umat Islam terus menerus dilancarkan. Pertumbuhan umat Islam dari hari ke hari, tidak meredakan permusuhan bahkan cenderung terus meningkat permusuhan yang dilancarkan kafir Quraisy.

Melihat situasi demikian, Rasulullah akhirnya bersama sahabat dan umat Islam melakukan hijrah ke Madinah karena peluang penerimaan dan antusiasme masyarakat Madinah kepada Nabi dan para sahabat cukup tinggi, bahkan ada permintaan kepada Nabi untuk menjadi hakim atas perpecahan yang terjadi di Madinah.

Pada periode Madinah ini kekuatan Islam terus bertambah dan kondisi sosial politik lebih kondusif, sehingga sangat mendukung untuk pengembangan kebudayaan dan menjalankan tugas dakwah Rasulullah. Keberadaan Islam dalam merespon sosio-kultural masyarakat sebagai gerakan dakwah Rasulullah yang dalam kurun waktu 23 tahun telah berhasil membuka cakrawala agama baru di tengah masyarakat jahiliyah, tentu mengingatkan kita kepada strategi dakwah yang digambarkan dalam surat An-Nahl 125 khususnya tentang strategi dakwah dengan penedekatan bil hikmah, mauidhah hasanah dan mujadalah ihsan.

Baca Juga:  Konsep Kebahagiaan dan Kesedihan Menurut Al-Kindi

Dengan demikian, kehadiran Islam di tengah-tengah masyarakat bukan saja menempatkan fungsi sebagai penghapus tradisi masyarakat yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, akan tetapi Nabi Muhammad mendakwahkan Islam dengan menempatkan diri sebagai pembela dan pembaharu terhadap sosio-kultural masyarakat.

Kehadiran Islam dengan Al-Qur’an sebagai kitab sucinya yang berkembang di tengah-tengah masyarakat jahiliyah, paling tidak ada tiga konsep dalam merespon sosio-kultural masyarakat. Pada saat Islam diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW, bangsa Arab telah memiliki kebiasaan, tradisi maupun kebudayaan yang sudah berlangsung secara turun temurun dan sudah mapan. Namun demikian Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, tidak langsung menolak dan mengharamkan seluruh tradisi dan kebudayaan bangsa Arab.

Respon agama Islam terhadap sistem sosial budaya yang sudah berkembang di masyarakat tersebut menjadi menarik jika dihubungkan dengan ajaran tentang Islam sebagai dakwah yang di dalamnya mewajibkan kepada semua umatnya untuk menyampaikan ajaran-ajarannya kepada orang lain.

Dengan dakwah proses interaksi antara Islam dan budaya masyarakat terjadi, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya akulturasi dan asimilasi dalam Islam. Potret posisi Islam dengan kenabian Muhammad di Kota Makkah dengan lokalitasnya mampu berinteraksi dalam sekala lebih luas, karena Islam bisa diterima masyarakat yang akhirnya menjadi kekuatan yang kemudian menjadi kebenaran universal.

Baca Juga:  Siapakah Dajjal dan Bagaimana Sosoknya? Ini Penjelasan Para Ulama

Sedikitnya ada tiga model interaksi antara Islam dengan budaya bangsa Arab:

Pertama, Islam hadir sebagai tahmil yaitu menerima, menyempurnakan dan melanjutkan dari apa-apa yang sudah ada di masyarakat, seperti penghormatan terhadap bulan-bulan yang diharamkan terjadi peperangan dan pertumpahan darah antar suku (blan Dzulqo’dah, bulan Dzulhijjah dll)

Kedua, Islam hadir sebagai taghyir (menerima dan merekontruksi) dari tata nilai masyarakat yang sudah ada dengan label jahiliyah kepada arah yang lebih sesuai dengan ajaran Islam. Dalam pelaksanaannya tradisi dan kebudayaan bangsa Arab tetap dilanjutkan tapi pelaksanaannya direkonstruksi sehingga tidak bertentangan dengan prinsip tauhid. Model interaksi ini misalnya pelaksanaan haji yang dengan tetap melaksanakan thawaf, sai, namun tujuan ibadah tidak lagi dipersembahkan kepada Latta dan Uzza tapi ditujukan kepada Allah SWT dengan melantunkan kalimat thoyyibah. Selain ibadah haji, tradisi mahar dalam perkawinan juga mengalami rekonstruksi dengan merubah tradisi yang pada kebiasaan bangsa Arab dengan merubah jumlah mahar yang sedikit.

Baca Juga:  Ciri-ciri Surga Dunia Menurut Hadits Nabi dan Pandangan Ulama

Ketiga, Islam hadir sebagai tahrim (menghapus) dari tata nilai yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Tradisi yang bertentangan dengan ajaran Islam, dilarang untuk tetap dilaksanakan. Dalam pelarangan ini ada yang serta merta, namun ada yang sifatnya secara bertahap. Tradisi dan kebiasaan bangsa Arab yang dilarang ini misalnya judi, minum khamar, riba dan perbudakan.

Begitulah interaksi dakwah Rasulullah pada masa kenabian, sehingga beliau bisa diterima oleh semua elemen masyarakat ketika di Madinah dan bahkan hingga beliau menaklukkan kota Makkah.

Mohammad Mufid Muwaffaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *