Ini Komentar Sang Motivator Islam Ippho santosa Tentang Maulid Nabi

Ini Komentar Sang Motivator Islam Ippho santosa Tentang Maulid Nabi

Pecihitam.org – Sebagian kita gampang menuduh orang lain itu sesat atau bid’ah. Serasa telah memegang tiket ke surga, mereka pun gampang me-neraka-kan orang lain. Alasan sempit mereka adalah, “Kalau Nabi nggak pernah melakukan, berarti kita tidak boleh melakukan.” Sekilas, alasan ini kayaknya tepat, padahal bisa benar bisa salah. Karena sebenarnya teramat panjang penjelasan untuk menyimpulkan sesuatu itu benar apa salah.

Kadang guru saya iseng bertanya kepada mereka, “Bapak punya mushaf Al-Qur’an? Yang buku atau yang digital? Atau kedua-duanya?” Mereka mengangguk, mengiyakan kedua-duanya. Guru saya pun melanjutkan, “Ternyata Nabi tidak punya Al-Qur’an berbentuk buku apalagi digital.” Lihat ya, Nabi tidak melakukan itu, lalu apakah kita jadi salah kalau melakukan itu?

By the way, Nabi dan sahabat juga tidak pernah mendirikan pesantren apalagi rumah tahfidz, hehehe.

Nabi juga tidak pernah memperingati Halal bi Halal (apalagi bermaaf-maafan secara khusus ketika Lebaran dan Halal bi Halal), Tahun Baru Hijriyah, Isra’ Mi’raj, Maulid Nabi, Nuzul Qur’an, apalagi MTQ. Begini ya. Anda mungkin soleh, senantiasa mengingat Nabi dan Al-Qur’an sepanjang waktu. Namun betapa banyak muslim di luar sana yang lalai dan abai. Karena itulah mungkin perlu momentum seperti Tahun Baru Hijriyah dan Nuzul Qur’an, untuk mengingatkan mereka akan Nabi dan Al-Qur’an.

Baca Juga:  Gus Dur dan Ketertarikannya dengan Kebudayaan Perancis

Jujur saja, dulu sewaktu remaja, saya pernah menjadi orang yang lalai dan abai. Alhamdulillah, kemudian teringatkan. Wasilahnya melalui momentum seperti Tahun Baru Hijriyah dan Nuzul Qur’an yang diadakan oleh tetangga saya. Wong ada peringatan saja, sebagian kita masih lalai dan abai, apalagi kalau nggak ada? Kebayang kalau nggak ada?

Sekarang, saya tanya Anda. Bolehkah Anda mengumpulkan orang-orang setiap Senin atau setiap Kamis, lalu Anda bercerita tentang perjuangan Nabi? Insya Allah boleh. Bolehkah Anda mengumpulkan orang-orang setiap 17 Agustus, lalu Anda bercerita tentang perjuangan Nabi? Masih boleh. Bolehkah Anda mengumpulkan orang-orang setiap awal tahun Hijriyah atau hari kelahiran Nabi, lalu Anda bercerita tentang perjuangan Nabi? Hehehe, adalah aneh kalau jawabannya jadi nggak boleh. Sekiranya ada orang yang berbeda pendapat, saya cuma berharap ia mau dan mampu untuk saling menghormati.

Baca Juga:  Fenomena Crosshijaber, Pria Berbusana Muslimah Syar'i Masuk Masjid

Yang saya pelajari, kita tidak boleh menambah-nambahkan sesuatu pada ibadah-ibadah yang telah diatur secara khusus (tasyri’). Misalnya, sholat subuh yang harusnya dua rakaat, eh kita tambah-tambahi jadi empat rakaat. Salam di akhir sholat yang harusnya dua kali, eh kita tambah-tambahi jadi empat kali. Sholat berbahasa Jawa. Azan berbahasa Padang. Jelas tuh, ngawur bin ngaco. Ada yang nyeletuk, “Mas Ippho, ikut pendapat ulama dong!” Soal memperingati, para ulama berbeda pendapat. Yah, saya ikut pendapat ulama yang membolehkan saja.

Sekiranya anda tidak mau memperingati hari lahirnya Nabi, yah silakan. Tentu, anda punya alasan. Yang penting, konsisten ya. Jangan juga anda memperingati (apalagi menghadiri) Tahun Baru Hijriyah, Isra’ Mi’raj, dan Nuzul Qur’an. Jangan pula anda mengingat-ingat hari lahir anak anda, kantor anda, atau usaha anda. Apabila anda konsisten, tentu orang lain akan menghargai pilihan dan keputusan anda.

Baca Juga:  Pemerintah Tetapkan Idul Fitri 1441 H Jatuh pada 24 Mei

Semoga kita semua termasuk orang-orang yang hatinya diberi petunjuk dan diberi kelapangan tatkala melihat perbedaan.

Ditulis oleh Ippho Santosa; Pakar Otak Kanan & Penulis Mega-Bestseller

Source: fiqhmenjawab.net

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *