Kisah Cinta Beda Agama, Zainab Putri Rasulullah dan Abil Ash bin Rabi

kisah cinta zainab

Pecihitam.org – Mungkin kita pernah membaca kisah cinta paling inspiratif dalam Islam, seperti kisah cinta Yusuf dan Zulaikha, Muhammad Saw dan Khadijah ra, atau kisah cinta Ali bin Abi Thalib dan Fatimah az Zahra.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Kisah cinta ketiga pasangan ini sering kita jumpai dalam beberapa tulisan. Tapi tahukah kamu? Selain tiga kisah diatas, masih ada satu kisah cinta lagi yang tidak kalah menarik, bahkan lebih menarik dibanding drama-drama Korea.

Kisah kali ini, yaitu tentang kisah cinta beda agama putri Rasulullah, Zainab, dan seorang pemuda Quraisy bernama Abil Ash bin Rabi. Selain menyayat hati, kisah yang satu ini akan mengabarkan kepada kita, betapa cinta itu bukan memaksakan kehendak. Penasaran? Simak selengkapnya.

Zainab adalah salah satu putri Rasulullah Saw yang dalam sejarahnya meninggalkan kisah cinta begitu mendalam. Setelah memasuki usia pernikahan, sang bibi, Halah binti Khuwailid, saudara Ummul Mu’minin Khadijah ra. meminang Zainab untuk putranya, Abil Ash bin Rabi’.

Semua pihak pun ternyata setuju dengan perjodohan ini. Dan saat pernikahannya, sang Ibu sayyidah Khadijah memberikan kalung sebagai hadiah dan ungkapan tanda sayang kepada Zainab putrinya. Perkawinan itu berlangsung sebelum turun wahyu kepada Nabi Muhammad Saw.

Zainab dan Abil Ash bin Rabi selalu hidup dalam keharmonisan, akan tetapi. Kemudian, semua berubah setelah Nabi Muhammad Saw diangkat menjadi Rasul. Zainab pun beriman dan memeluk Islam, akan tetapi Abil Ash tidak mudah meninggalkan agamanya.

Maka kedua suami istri itu harus rela bahwa ada hal yang lebih kuat dari cinta mereka yang harus memisahkan antara keduanya. Abil Ash bin Rabi tetap tidak mau meninggalkan agama nenek moyangnya, sedangkan Zainab, juga tidak ingin meninggalkan Islam.

Hari-hari berlalu dalam keadaan demikian. Kemudian Rasulullah Saw dan kaum Muslimin hijrah ke Madinah, namun Zainab masih tetap tinggal di Mekkah bersama suaminya (pada saat itu belum ada larangan pernikahan beda agama).

Setelah Rasulullah Saw hijrah ke Madinah, terjadilah Perang Badar. Pasukan Quraisy berangkat untuk memerangi Rasulullah Saw dan tak disangka di antara mereka terdapat Abil Ash bin Rabi’. Situasi menjadi semakin kritis ketika pasukan kafir Qurays kalah dan Abil Ash jatuh menjadi tawanan di tangan kaum Muslimin di Madinah.

Kemudian kaum Quraisy mengutus orang untuk menebus tawanan-tawanannya. Zainab pun mengirimkan harta dan sebuah kalung untuk menebus suaminya, Abil Ash bin Rabi’. Ketika Rasulullah Saw melihat kalung itu, hatinya pun merasa iba. Beliau lalu bersabda kepada para sahabat,

Baca Juga:  Kisah Sahabat Nabi Yang Menjadi Juru Tulis Nabi

“Jika kalian tidak keberatan melepaskan tawanan dan mengembalikan harta miliknya, maka lakukanlah.” Mereka menjawab :”Baiklah, wahai Rasulullah.”

Kemudian mereka melepaskannya dan mengembalikan harta milik Zainab. Di sini Abil Ash bin Rabi berjanji kepada Rasulullah untuk membebaskan Zainab dan mengembalikannya kepada beliau di Madinah.

Abil Ash pun pulang ke Makkah bersama kalung yang tadi dikirimkan sang istri. Kini ia tahu betapa cinta dan kesetiaan Zainab tidak pernah berkurang untuknya, meski agama menjadi tembok pemisahnya. Namun Ia tetap bertekad untuk mengembalikan Zainab kepada sang mertua.

Begitu sampai di rumah, Abil Ash mengucapkan terimakasih pada sang istri. Ia pun berkata, “Kembalilah kepada ayahmu, wahai Zainab.” Ucapnya sambil berusaha berbesar hati.

Pada hari yang telah ditetapkan, Zaid bin Haritsah bersama seorang lelaki Anshor diutus Rasulullah Saw untuk menjemput Zainab di sebuh desa dipinggiran kota Mekkah.

Abil Ash tidak kuasa menahan tangisnya saat melepas kepergian sang istri. Bagaimana dia mampu melepaskan orang yang dicintainya, sedang dia mengetahui bahwa, itu merupakan perpisahan terakhir, selama kedua hati masih berpegang pada agamanya masing-masing.

Hatinya semakin sedih lagi, karena ternyata Zainab sedang mengandung janin buah hatinya dan ia tidak bisa mengantarkan Zainab keluar kota Makkah sebab keadaan pasca perang saat itu. Abil Ash lalu mengutus saudaranya, Kinanah bin Rabi, untuk mengantarkan Zainab. Ia berpesan,

“Hai, Saudaraku, tentulah engkau mengetahui kedudukan Zainab dalam jiwaku. Aku tidak menginginkan seorang wanita Quraisy yang menemaninya keluar kota Makkah, dan engkau tentu tahu bahwa aku tidak sanggup membiarkannya berjalan sendirian. Maka temanilah dia menuju tepi dusun, di mana telah menungggu dua utusan Muhammad. Perlakukanlah dia dengan lemah lembut dalam perjalanan dan perhatikanlah dia sebagaimana engkau memperhatikan wanita-wanita terpelihara. Lindungilah dia dengan panahmu hingga anak panah yang penghabisan.”

Rupanya perjalanan Kinanah membawa Zainab tidaklah berjalan mulus. Ketika Zainab berada di punggung unta, Hubar bin Aswad Al-Asadi salah seorang dari kafir Qurays menusuk perut Unta itu dengan tombak, hingga Zainab terlempar jatuh dan mengeluarkan darah. Janinnya telah gugur di atas gurun pasir. Tapi Zainab tetap tabah dan tetap mantap hijrah ke Madinah.

Setelah melewati beberapa hambatan, Kinanah berhasil membawa Zainab dan menyerahkannya kepada Zaid bin Haritsah dan temannya. Keduanya lalu membawa Zainab kepada Rasulullah Saw.

Baca Juga:  Humor Gus Dur, dari Ingatan Unta hingga Presiden Gila

Berpisahlah Zainab dengan suami tercinta dan calon buah hatinya. Cinta mereka benar-benar diuji dan tidak ada lagi jalan untuk bertemu. Abil Ash yang tetap di Mekkah selalu murung dan menyendiri karena sang belahan jiwa tidak lagi ada di sisinya.

Sedangkan Zainab di Madinah bersama sang ayah menjadi sering sakit-sakitan karena cinta dan kerinduan yang sangat dalam. Kalau saja bukan karena iman dan takwa yang menguatkan tekadnya, tentu ia akan tetap bersama Abil Ash hingga ajal yang memisahkan.

Hari berganti minggu, mingggu berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Suatu hari Abil Ash bin Rabi keluar bersama kafilah dagangnya menuju Syam. Saat perjalanan pulang dihadang pasukan Rasulullah Saw yang berhasil merampas hartanya, syukur mereka tidak membunuhnya.

Kini Abil Ash bin Rabi tidak punya apa-apa lagi. Bukan harta pribadinya saja yang ludes, melainkan juga harta dagangan yang dititipkan orang-orang padanya. Bagaimana ia bisa sanggup kembali ke Makkah?

Di tengah keputusasaan itu, teringatlah Abil Ash pada Zainab, wanita yang begitu mencintai dan setia padanya. Maka diputuskan pada suatu malam ia menyusup ke Madinah dengan sembunyi-sembunyi.

Abil Ash berhasil bertemu Zainab dan segera mengatakan maksud kedatangannya. Ia meminta bantuan Zainab untuk melindunginya, dan ia juga berharap harta dan dagangannya bisa dikembalikan. Masih begitu besar cinta di hati Zainab untuk Abil Ash, karena itu pula ia bersedia melindungi lelaki tersebut.

Ketika masyarakat Madinah mengetahui keberadaan Abil Ash di Masjid, mereka pun berkerumun dan berniat untuk menangkapnya. Tapi kemudian Zainab berseru, “Hai, orang-orang, Abil Ash bin Rabi dalam lindungan dan jaminanku.”

Rasulullah Saw yang sedang shalat menyelesaikan salatnya, beliau segera menemui orang banyak dan bersabda:

“Wahai, orang-orang, apakah kalian tidak mendengar apa yang aku dengar? Sesungguhnya serendah-rendah seorang Muslim, mereka tetap dapat memberi perlindungan.” Kemudian beliau masuk menemui putrinya.

Zainab berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya jika Abil Ash ini dianggap keluarga dekat, ia masih putra paman. Jika dianggap jauh, ia bapak dari anakku, dan aku telah melindunginya.”

Rasulullah kemudian berpesan,”Wahai, putriku, muliakanlah tempatnya dan jangan sampai dia menyentuhmu, karena engkau tidak halal baginya selama dia masih musyrik.” Meski begitu, Rasulullah Saw ternyata melihat kesetiaan putrinya kepada suami yang ditinggalkan.

Singkat cerita, Rasulullah Saw memerintahkan harta Abil Ash yang dirampas pasukan Muslimin bisa dikembalikan. Beberapa orang di antara para perampas berkata, “Hai, Abil Ash, maukah engkau masuk Islam dan mengambil harta benda ini, karena semua ini milik orang-orang musyrik?”

Baca Juga:  Ketika Turunnya Wahyu Terhenti Sementara Waktu

Tahukah apa yang dijawab Abil Ash? Ia berkata, “Sungguh buruk awal Islamku, jika aku mengkhianati amanat harta yang dipercayakan padaku.”

Mereka pun tetap mengembalikan harta itu kepada Abil Ash demi kemuliaan Rasulullah Saw dan sebagai penghormatan kepada Zainab. Laki-laki itu pun kembali ke Mekkah dengan membawa hartanya dan harta orang banyak yang telah diamanahkan padanya.

Setelah mengembalikan harta kepada pemiliknya masing-masing, Abil Ash berdiri dan berkata, “Wahai, kaum Quraisy, apakah masih ada harta seseorang di antara kalian padaku?” Mereka menjawab, “Tidak. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Kami telah mendapati kamu seorang yang jujur dan mulia.”

Abil Ash berkata, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasul-Nya. Demi Allah, tiada yang menghalangi aku masuk Islam di hadapan Muhammad Saw, kecuali karena aku khawatir mereka menyangka aku ingin makan harta kalian. Setelah Allah menyampaikannya kepada kalian dan aku selesai membagikannya, maka aku masuk Islam.”

Akhirnya Zainab dan Abil Ash yang pernah berpisah selama 6 tahun itu kembali bersatu dalam satu atap rumah tangga dan satu iman bersama anak-anak mereka.

Sayangnya, kebahagian itu tidak berlangsung lama. Setahun setelah mereka semua berkumpul, Zainab wafat pada tahun 8 Hijriah mendahului sang suami. Rasulullah sangat sedih atas kepergian putrinya bahkan beliau sendiri ikut turun ke dalam kuburan saat pemakaman.

Zainab wafat dengan meninggalkan kisah cinta dan kenangan terbaik. Ia menjadi contoh terbaik dalam hal kesetiaan istri, keikhlasan cinta dan kebenaran iman. Tidak heran jika suaminya berkata, “Putri Al-Amiin, semoga Allah membalasnya dengan kebaikan dan setiap suami akan memuji sesuai dengan yang diketahuinya.”

Rasulallah Saw pun pernah bersabda mengenai Zainab, “Sesungguhnya ia adalah sebaik baiknya anakku dalam menerima musibah.”

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik