Kisah Kemana Perginya Air Bekas Memandikan Jenazah Rasulullah Saw

jenazah rasulullah

Pecihitam.org – Pada tanggal 12 Rabiul Awal, tepatnya pada usia 63 tahun, Allah SWT memanggil kekasihnya Nabi Muhammad SAW untuk meninggalkan dunia untuk selama-lamanya. Ketika Rasulullah Saw wafat, seluruh umat Islam di penjuru dunia diliputi kesedihan yang mendalam.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Bahkan ketika mendengar kabar tersebut, Umar bin Khattab seperti tidak ikhlas. “Siapa yang bilang Rasulullah sudah wafat, akan aku tebas batang lehernya!” ancam Umar. Namun akhirnya dengan lapang hati Umar pun bisa menerima keputusan Allah tersebut.

Prosesi pengurusan dan penguburan jenazah Nabi Muhammad Saw berlangsung pada siang hari Selasa. Orang-orang memandikan jenazah Rasulullah SAW tanpa melepas pakaian dari jasad manusia paling mulia itu.

Adapun merujuk Sirah Ibnu Hisyam, yang melakukan prosesi memandikan jenazah Rasulullah Saw adalah Ali Bin Abi Talib, Abbas Bin Abdul Muttalib, Al-Fadhl Bin Abbas, Qutham Bin Abbas, Usamah Bin Zaid, Syuqran Maula kepada Rasulullah dan Aus Bin Khauli . Air yang dipakai berasal dari sumur Ghars yang terletak di Quba.

Prosesi pengkafanan, mereka melapisi jasad mulia Rasulullah SAW dengan tiga helai kain putih berbahan katun. Tidak dipakai baju kurung dan penutup kepala. Setelah itu, jenazah beliau Saw diletakkan di atas ranjang di rumah Nabi SAW dan ‘Aisyah. Rumah itulah yang menjadi lokasi Nabi Muhammad Saw menjemput ajalnya.

Baca Juga:  Siti Khadijah, Seorang Janda yang Menjadi Istri Pertama dan Tercinta Nabi Muhammad SAW

Diantara para sahabat sempat terjadi diskusi tentang di manakah jasad Rasulullah Saw akan dimakamkan. Ada yang menyarankan supaya jenazah beliau dikuburkan di Makkah, bahkan ada yang mengusulkan di Baitul Makdis di Palestina.

Ditengah diskusi tersebut, Abu Bakar berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak ada seorang nabi pun meninggal, kecuali dikubur di mana dia dicabut nyawanya.” Ali bin Abi Thalib lantas membenarkan pernyataan Abu Bakar itu.

Setelah mendengar pernyataan Abu Bakar dan Ali, semuanya pun sepakat, jasad Rasulullah Saw akan dikubur di tempat beliau menghembuskan nafas terakhirnya yaitu di dalam rumah Aisyah ra yang kini menjadi bagian dari Masjid Nabawi.

Abu Thalhah Zaid bin Sahal al-Anshari kemudian menggali tanah di bawah tempat Rasulullah SAW wafat. Ada empat orang yang memasukkan jasad mulia itu ke dalam liang lahat. Mereka adalah Ali bin Abi Thalib, al-‘Abbas, al-Fadhl, dan Qutsam bin ‘Abbas.

Muawiyah bin Abu Sofyan yang menyaksikan prosesi itu teramat berduka hatinya. Diam-diam Abu Sofyan menjatuhkan cincinya ke atas jasad Nabi SAW. Maka ketika keempat orang itu hendak menimbun kuburan beliau dengan tanah, Muawiyah lalu berkata, “Cincinku terjatuh ke dalam sana, izinkan aku mengambilnya.”

Ali bin Abi Thalib pun mengizinkannya. Setelah turun ke liang lahat, Muawiyah tidak hanya mengambil cincinnya, namun juga mencium kening Rasulullah SAW. Sesudah itu, dia naik lagi ke atas.

Baca Juga:  Benarkah Kitab Al-Barzanji Milik Syiah? Ini Penjelasannya

Mughirah bin Syu’bah melihat apa yang dilakukan Muawiyah, ia pun terbersit keinginan untuk mendapatkan kesempatan yang sama. Mughirah lalu sengaja menjatuhkan cincinnya ke dalam liang lahat. Maka dia pun meminta kepada Ali agar diizinkan mengambil cincin tersebut.

Setelah Ali membolehkan, turunlah Mughirah ke dalam liang lahat untuk menjumpai jasad Nabi Saw sekali lagi. “Sungguh, aku ingin menjadi manusia terakhir yang menyentuh Rasulullah SAW,” kata Mughirah.

Setelah Mughirah naik, liang lahat pun ditimbun tanah. Kemudian Bilal bin Rabah yang membawa bejana geriba memercikkan air ke atas kuburan tersebut dan menaburi kuburan Rasulullah Saw dengan batu-batu kerikil yang diperolehnya dari halaman rumah beliau. Terakhir, kuburan beliau Saw ditinggikan sekira satu jengkal dari permukaan tanah.

Kemanakah Perginya Air Bekas Memandikan Jenazah Rasulullah?

Ada hal menarik yang berkaitan dengan kisah wafatnya Rasulullah Saw tersebut diatas. Suatu ketika di dalam sebuah Majelis Muktamar yang dihadiri banyak ulama dari penjuru dunia, As-Syaikh As-Sayyid Muhammad bin Mutawalli Asy-Sya’rawi Al-Husaini mengajukan sebuah pertanyaan yang tidak pernah ditanyakan sebelumnya.

“Kemanakah perginya air bekas memandikan jenazah Rasulullah Saw?”

Tak ada satupun yang mampu menjawab pertanyaan itu kecuali pimpinan majelis itu sendiri yang berkata, “Berilah aku waktu hingga esok hari.”

Baca Juga:  Fiqih Sosial Sebagai Penghubung antara Kelompok Fundamental dan Liberal ala KH Sahal Mahfud

Keesokan harinya ulama itu berdiri dan menjawab, “Air bekas memandikan jasad Rasulullah naik ke langit, lalu turun kembali ke bumi bersama tetesan hujan. Dimana air itu turun, maka di situ berdiri sebuah masjid.”

Syaikh Sya’rawi berkata, “Engkau benar. Darimana engkau mengetahuinya?”

Ulama itu berkata, “Semalam aku bermimpi bertemu Rasulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam sedang bersama seorang laki-laki agung yang membawa sebuah Qindil (lentera).”

Belum usai ulama itu berbicara, Syaikh Sya’rawi bertanya, “Apakah pemegang Qindil itu yang memberitahumu?”

Ulama itu berkata, “Benar! Rasulullah mengisyaratkan kepada pemegang Qindil itu untuk menjawab pertanyaanku, dan dia menjawabnya. Bagaimana engkau tahu bahwa yang menjawab pertanyaanku adalah pemegang Qindil itu?”

Syaikh Sya’rawi berkata, “Karena akulah pemegang Qindil dalam mimpimu itu.”

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik