Amtsilati, Metode Cepat Belajar Membaca Kitab Kuning Karya Ulama Indonesia

kitab amtsilati

Pecihitam.org – Untuk memahami al Quran dan sunnah-sunnah Nabi dengan baik dan benar perlu mendalami terlebih dahulu kitab-kitab turunanya yang biasa disebut kitab kuning. Untuk diketahui, kitab kuning adalah kitab bertulis Arab tanpa harakat yang umum dijadikan sumber pengajaran di pondok pesantren.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Karena tidak sembarang orang mampu membacanya, maka diperlukan ilmu khusus yaitu Nahwu dan shorof (gramatika bahasa Arab). Adapun berbagai kitab tentang ilmu Nahwu dan Sharaf ini telah ditulis oleh ulama, baik berupa kitab dalam jenis matan, seperti kitab Al-Ajurumiyah, jenis nazam seperti kitab ‘Imrithi dan Alfiyah Ibnu Malik dll.

Akan tetapi, meski para santri dan pelajar telah bertahun-tahun mempelajari ilmu Nahwu dan Sharaf dengan menggunakan kitab-kitab sebagaimana tersebut di atas, masih banyak yang belum mampu menguasai kitab kuning dalam kurun waktu yang relatif cepat. .

Dari keluhan itulah, akhirnya salah satu kiai di Indonesia bernama KH. Taufiqul Hakim, berhasil menemukan metode dan cara cepat membaca kitab kuning yang di beri nama Amtsilati. Beliau adalah pengasuh Pondok Pesantren Darul Falah, Bangsri, Jepara, Jawa Tengah yang didirikannya tahun 2002.

Secara bahasa, kata “amtsilati” artinya “contohku”. Hal ini karena metode yang beliau gagas dituangkan dalam bentuk kitab dengan banyak contoh agar mudah dipahami bagi yang ingin belajar kitab kuning.

KH. Taufiqul Hakim lahir pada 14 Juni 1975 di Bangsri, Jepara, Jawa Tengah. Beliau adalah anak terakhir dari tujuh bersaudara dari ayah dan ibu seorang petani.

Ketika masih muda, setelah belajar ilmu-ilmu dasar keislaman di kampungnya, beliau melanjutkan sekolah di Matholiul Falah, Kajen, Pati, sekaligus nyantri di Pondok Pesantren Maslakhul Huda, Kajen, asuhan KH Sahal Mahfudz. Di waktu yang bersamaan, beliau pergi ngalap berkah nyantri di Popongan Klaten dan belajar tarekat Naqsyabandiyah dari KH Salman Dahlawi.

Baca Juga:  Kitab Turats, Model Literasi Peradaban Islam Warisan Ulama Terdahulu

Kitab Amtsilati yang digagasnya terdiri dari lima jilid:

  • Satu jilid tentang Khulashah (ringkasan dan intisari kitab Alfiyah Ibnu Malik, yang kitab aslinya terdiri dari 1002 bait nazham).
  • Dua jilid Mutammimah (berarti pelengkap dari Khulashah sebelum masuk ke kaidah-kaidah, seperti pembicaraan tentang nashab, rafa’, dan lain-lain, yang merupakan penerapan dari rumus-rumus yang ada di Khulashah).
  • Satu jilid Qa`idati (berisi kaidah-kaidah tata bahasa Arab).
  • Satu jilid Sharfiyyah (berisi tentang pola-pola kata, tambahan-tambahan dalam kata, bentuk masa lalu, masa sekarang, perintah, dan lain-lain).

Dikisahkan, kitab Amtsilati bukan datang begitu saja. Sebagaimana khazanah di dunia santri pesantren, kitab disusun dengan berbagai tirakat, wirid, dan ziarah ke makam Mbah Mutamakkin Kajen, di Pati.

Pada saat melakukan dzikir-dzikir di makam Mbah Mutamakkin, KH. Taufiqul Hakim memperoleh ilham bertemu dengan Imam Ibnu Malik pengarang Alfiyah, Mbah Mutamakkin, dan Syaikh Muhammad Baha’uddin an-Naqsyabandi. Ini salah satu hal yang mendorong Amtsilati ditulis oleh KH. Taufiqul Hakim.

Adapun motivasi lain ada tiga hal:

  • Pertama, banyak yang menganggap bahwa membaca kitab kuning itu sulit, dan memerlukan kemampuan penguasaan atas tata bahasa Arab yang dikaji dalam kitab-kitab yang berat, seperti Alfiyah Ibnu Malik, `Imrithi, dan lain-lain, sehingga menurut Ini salah satu hal yang mendorong Amtsilati ditulis oleh KH. Taufiqul Hakim perlu metode yang lebih mudah.
  • Kedua, ditemukannya metode cepat membaca Al-Qur’an Qira’ati di Semarang, sehingga beliau ingin mencari idea serupa, tetapi dalam hal membaca kitab kuning.
  • Ketiga, tidak semua nazhan-nazham yang dihafalkan dalam kitab besar yang berkaitan dengan tata bahasa Arab itu digunakan ketika membaca kitab kuning, sehingga dibutuhkan yang ringkas saja.

Sebenarnya kitab Amtsilati juga menggunakan nazham seperti kitab nahwu lain agar mudah dihafal, terutama Khulashah dan Mutammimah. Isinya juga sama dengan kitab-kitab tata bahasa Arab yang lain. Hanya saja, ada ciri khas yang berbeda yaitu terletak pada:

  • Pertama, nazham itu diberi arti Arab pegon dengan miring, sehingga dengan membaca arti Arab pegon ini, para santri sudah diajak belajar membaca kitab kuning.
  • Kedua, kalimat Arab pegon yang berbunyi bahasa Jawa itu, kemudian diartikan dengan bahasa latin Jawa. Sehingga jika terjadi kesulitan dalam membaca pegon dengan bunyi Jawa itu, maka bisa merujuk pada latin Jawanya. Langkah kedua ini sangat membantu untuk mengenal dan membaca kitab kuning gundul, karena diberi alat bantu dengan terjemahan latinnnya.
  • Ketiga, matan nazham itu kemudian masih diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini sangat mempermudah bagi mereka yang tidak berbahasa Jawa, atau masih kesulitan dengan langkah dua dan langkah tiga. Selain itu masih ditambah lagi dengan deskripsi penjelasan-penjelasan, disertai dengan contoh-contoh, kadang diberi kotak-kotak, beserta kedudukan posisi kata dalam tata bahasa Arab yang memperkaya Amtsilati.
Baca Juga:  Mengenal Kitab Tafsir al-Bayan Karya Tengku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy

Kitab Amtsilati dalam 5 jilid ini, pada awalnya hanya berupa tulisan tangan, sebagian kemudian difotokopi bagi yang ingin belajar. Karena kebutuhannya ternyata cukup banyak, tulisan tangan akhirnya direpro ke dalam komputer yang membutuhkan waktu setahun pengerjaannya. dari situ kemudian kitab tersebut dicetak sendiri oleh penggagas sebanyak 300 buah.

Setelah tersusunnya metode Amsilati, kemudian pada tanggal 16 Juni 2002 KH. Taufiqul Hakim menggelar bedah kitab Amtsilati di gedung NU Jepara. Awalnya tanggapan dari peserta masih ada yang pro dan kontra.

Akan tetapi, pada saat itu ada salah satu dari peserta bedah buku mempunyai kakak di Mojokerto Jawa Timur yang menjadi pengasuh di pondok pesantren di Manba’ul Qur’an Bancang Wates yang berinisiatif menyelenggarakan pengenalan sistem cara cepat membaca kitab kuning metode Amtsilati ini.

Pada acara di Mojokerto, metode Amtsilati ternyata mendapat sambutan yang luar biasa. Hal ini terlihat dari banyaknya kitab yang terjual saat acara tesebut. Padahal pada acara bedah buku yang pertama di Jepara tidak laku. Dari Mojokerto-lah kemudian dukungan mengalir sampai ke beberapa daerah Jawa Timur.

Baca Juga:  Kitab Kuning: Wacana Kuasa Counter-Radikalisme

Pada tahun 2004 melalui forum yang digelar oleh Universitas Darul Ulum Jombang metode Amtsilati semakin tersebar ke seluruh pelosok Jawa bahkan sampai luar Jawa. Bahkan hingga sampai pada tanggal 21 Agustus 2004, Amtsilati sudah tercetak lebih dari 3 juta eksemplar.

Dalam proses belajar Amtsilati anak didik juga dibimbing olehustadz/ustadzah. Dengan dengan target yang cukup singkat, 3-6 bulan para santri diberi semangat untuk mengkhatamkan metode Amtsilati. Dengan metode cara cepat membaca kitab kuning ini, diharapkan lahirlah kader-kader yang berzikir dan berfikir.

Kini, diperkirakan sudah ratusan lembaga yang menggunakan metode Amtsilati untuk memudahkan para santrinya dalam memahami kitab kuning. Terlebih dengan adanya ide satu miliyar Amtsilati yang dicetuskan KH. Taufiqul Hakim.

Beliau mewajibkan santri yang telah diwisuda Amtsilati untuk juga mengajarkannya kepada sepuluh orang. Kemudian masing-masing dari sepuluh orang tersebut wajib mengajarkan kepada sepuluh orang lagi dan seterusnya seperti itu sampai mencapai satu miliyar santri yang mempelajari Amtsilati.

Wallahua’lam bisshawab.

Sumber:

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik