Makanan Haram dan Makanan Halal, Adakah Hikmahnya Bagi Manusia?

Makanan Haram dan Makanan Halal, Adakah Hikmahnya Bagi Manusia?

PeciHitam.org – Makanan adalah sumber utama bagi Manusia, maka tidak heran jika Allah mengatur makanan menjadi 2 hal, yaitu makanan halal yang bisa dinikmati dan juga makanan haram yang tidak boleh dimakan dan harus dihindari. Bagaimanakah sebenarnya istilah halal dan haram itu

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Menurut al-Khalil, seperti dikutip oleh Ibnu Faris dan Ibnu Manzhur, penggunaan kata tha’am (makanan/ طعام ) dalam percakapan orang Arab dikhususkan pada gandum, seperti sabda Nabi saw dari Abi Said al Khudry tentang zakat fitrah:

” صاعا من طعام ” = satu sha gandum.

Menurut Ibnu Manzhur dan Ensiklopedia al-Qur’an, tha’am ( طعام ) adalah kata yang digunakan untuk semua jenis yang dimakan. Sebagian yang lain berpendapat semua yang diairi lalu tumbuh, sebab itu tumbuh tanaman air tersebut menurut Ibnu Katsir, semua yang termasuk dalam kategori biji-bijian seperti gandum dan kurma. Menurut al-Thabary, tha’am ( طعام ) adalah apa yang dimakan dan diminum.

Sedangkan menurut Sayyid Sabiq dalam Kitab Fiqh Sunnah, pengertian makanan menurut istilah adalah apa saja yang dimakan oleh manusia dan disantap, baik berupa barang pangan, maupun yang lainnya.

Istilah halal dan haram keduanya berasal dari bahasa Arab, halal yang artinya dibenarkan atau dibolehkan, sedangkan haram berarti tidak dibenarkan atau dilarang. Makanan dikatakan halal apabila:

  • Bukan terdiri atau mengandung bahan-bahan dari binatang yang bagi orang Islam dilarang menurut hukum syara’ untuk memakannya atau tidak disembelih menurut hukum syariah.
  • Tidak mengandung bahan-bahan yang hukumnya najis menurut hukum syariah.
  • Tidak disiapkan atau diproses menggunakan bahan-bahan atau peralatan yang tidak terbebas dari najis menurut hukum syariah.
  • Dalam proses pengadaan, pengolahan dan penyimpanannya tidak bersentuhan atau berdekatan dengan bahan-bahan yang tidak memenuhi point a,b dan c atau bahan–bahan yang hukumnya najis sesuai hukum syara’.
Baca Juga:  Makanan yang Diragukan Kehalalannya, Bagaimana Sebaiknya?

Haramnya sesuatu makanan mempunyai hikmah tersembunyi. Contohnya, darah adalah makanan haram. Hal ini karena darah merupakan suatu media yang kaya dengan nutrien dan turut berperan sebagai sistem pengangkut utama dalam tubuh hewan hidup.

Darah berperan mengangkut oksigen dan berbagai nutrien ke seluruh tubuh. Darah juga berperan untuk mengangkut toksik dan sisa metabolisme makanan. Oleh karena itu jika suatu hewan tersebut mempunyai penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen pastinya mikroorganisme patogen ini akan membahayakan manusia yang memakannya.

Menurut Rasyid Ridha, Allah mengharamkan bangkai hewan yang mati dengan sendirinya karena berbahaya bagi kesehatan. Hewan mati dengan sendirinya, tidak mati melainkan disebabkan oleh penyakit. Darah diharamkan, karena darah itu adalah tempat yang paling baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri.

Darah yang diharamkan adalah darah yang mengalir. Babi juga merupakan makanan haram, karena babi itu jorok, makanannya yang paling lezat adalah kotoran dan najis. Dia berbahaya bagi kesehatan, berbahaya untuk semua iklim, terutama di daerah tropis, sebagaimana yang dibuktikan oleh berbagai eksperimen. Memakan dagingnya termasuk salah satu penyebab adanya cacing yang mematikan dan mempunyai pengaruh psikologis yang jelek terhadap kehormatan bagi orang yang mengkonsumsinya.

Baca Juga:  Akibat dari Mengkonsumsi Makanan Haram Menurut Imam Ghazali

Menurut al-Maraghy, diharamkan daging babi, karena babi itu kotor dan berbahaya bagi kesehatan, karena ia senang pada yang kotor. Adapun bahayanya, ahli kedokteran kontemporer telah menetapkan, karena babi itu memakan yang kotor, maka dapat melahirkan cacing pita dan cacing-cacing yang lainnya.

Demikian pula ahli kedokteran kontemporer menetapkan, bahwa daging babi itu adalah daging yang paling susah dicernak, karena banyak mengandung lemak yang dapat menghambat kelancaran pencernaan dan melelahkan pencernaan orang yang mengkonsumsinya, sehingga perutnya merasa berat atau gembung dan membuat jantungnya berdebar-debar, atau denyut jantungnya tidak teratur.

Hanya dengan muntah dapat meringankan bahaya atau mudharatnya, karena zat-zat yang kotor itu dapat keluar melalui muntah. Kalau tidak, pencernaanna jadi bengkak dan dapat menjadikan mencret. Di samping membahayakan kesehatan memakan babi dapat mempengaruhi moral dan watak seseorang yang mengkonsumsinya serta mempunyai pengaruh psikologis yang jelek terhadap kehormatannya.

Ibnu Katsir mengatakan, bahwa daging babi diharamkan, baik jinak, maupun yang liar. Kata daging mencakup segala aspeknya, daging, lemak dan organ tubuh babi lainnya. Selanjutnya berkenaan dengan keharaman binatang yang disembelih atas nama selain Allah, menurut Ibnu Katsir adalah binatang yang disembelih dengan menyebutkan selain nama Allah.

Baca Juga:  Wajib Tahu! Inilah 7 Perhatian Islam Terhadap Kesehatan

Jika beralih dari nama-Nya kepada penyebutan nama lain, seperti nama berhala, thaghut, patung, atau atas nama makhluk lainnya, maka sembelihan itu haram menurut ijma, tetapi binatang yang ketika disembelih tidak membaca basmalah, ulama berbeda pendapat dalam menetapkan hukumnya.

Menurut Ibnu Rusyd, penyembelihan hewan dengan menyebut nama selain Allah diharamkan demi menjaga kemurnian tauhid. Adapun hewan yang dicekik, yang dipukul dengan tongkat, yang terjatuh dari tempat yang tinggi, yang ditanduk oleh binatang lain dan yang terlukai oleh binatang buas, maka hukumnya disamakan dengan bangkai tanpa diperselisihkan lagi, kecuali binatang tersebut sempat disembelih sebelum mati.

Mohammad Mufid Muwaffaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *