Jawaban atas Wahabi yang Hobby Membenturkan Rasul dan Ulama

Jawaban atas Wahabi yang Hobby Membenturkan Rasul dan Ulama

PeciHitam.org Memperhatikan perkembangan dakwah Wahabi—Salafi belakangan menyisakan kegelisahan sendiri atas eksistensi Islam sebagai Agama Pengetahuan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Islam diwahyukan pertama kali kepada Nabi Muhammad SAW dengan diksi Iqra’, ‘Bacalah’ mengindikasikan bahwa agam ini adalah agama pengetahuan.

Kebenaran atas Islam adalah atas dasar Ilmu Pengetahuan yang diwariskan oleh Nabi SAW kepada Sahabatnya dan terus berurutan kepada Ulama Kontemporer yang sekarang berjumpa dengan kita. Arus utama keilmuan Nabi SAW adalah riwayat yang shahih, namun perlu dipahami bahwa Nabi SAW juga mewarisi ilmu Hikmah berupa contoh.

Ilmu Hikmah dari Rasul SAW diturunkan kepada Sahabat dan seterusnya sampai Ulama dengan jalan muwajahah atau bertatap muka antara guru dan murid.

Akan tetapi, gerakan Wahabi-Salafi menganulir Ilmu ini dan sering menghadap-hadapkan Rasul dan Ulama. Mereka membuat Jargon Rasul dan Ulama (termasuk di dalamnya Kiai, Syaikh dan Habaib) benar mana? Berikut penjelasannya!

Ulama, Penerus Dakwah Rasul

Menghadap-hadapkan Rasul dan Ulama dalam dua kutub bersebarangan memang sangat mudah. Wahabi-Salafi sering mengajukan pertanyaan, ‘Rasul dan Ulama benar mana?’, ‘Hadits dan Pendapat Ulama lebih benar mana?’,’Nabi SAW tidak mungkin salah, Ulama bisa saja salah, Maka harus ikut Nabi!’

Pertanyaan yang sangat tidak pantas dan cenderung tendensius untuk menghadapkan Rasul dan Ulama dalam kutub berseberangan. Harus dipahami bahwa peran Rasulullah SAW sebagai pribadi, pendakwah, dan sumber hukum Islam tetap terbatas masa dakwahnya.

Baca Juga:  Tidak Belajar Adab, Albani Diserang Oleh Muridnya Sendiri

Beliau wafat sekira umur 62-63 tahun dan digantikan oleh para Sahabat beliau. Setalah masa sahabat maka muncullah generasi Tabiin yang menjadi Murid langsung Sahabat.

Kemudian muncul generasi Tabi’ Li Tabiin dan seterusnya sama era Ulama. Transmisi keilmuan dalam Islam ini kemudian disebut dengan Sanad Al-Ilm (Sanad Keilmuan).

Sanad keilmuan Rasulullah SAW tetap tersambung sampai Ulama sekarang, dan masih dijaga oleh para Ulama. Pun Ulama Nusantara sekelas Syaikh Hasyim Asy’ari, Yai Ahmad Dahlan, Syaikh Nawawi Banten, Syaikh Khalil Bangkalan dan Ulama Nusantara lainnya memiliki ketersambungan Sanad/ Guru sampai Rasulullah SAW.

Peran Ulama dalam membina Islam dan menjadi pewaris keilmuan Nabi sudah disabdakan oleh Rasulullah SAW dalam hadits sebagai berikut;

إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَ عِلْمٍ فَضَلُّوا واضلوا

Artinya; “Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari-Muslim)

Maka jargon pembenturan Rasul SAW dan Ulama mana yang benar adalah tindakan Suul Adab atau Tata Krama yang buruk. Karena Ilmu Rasulullah SAW tertranmisi melalui jalur Ulama bukan jalur lainnya. Pembenturan tersebut adalah kesalahan fatal yang dilakukan oleh Wahabi dan Salafi.

Baca Juga:  Menjawab Larangan Takbir di Hari Raya Ala Ustadz Bardussalam (Bag I)

Sanad Ilmu, Bentuk Otentisitas Islam

Peran Ulama dalam Islam tidak Ubahnya seperti tiang penyangga dakwah Islam di era modern. Tidak akan mungkin Ilmu yang berkembang sekarang lepas dari peran Ulama. Sebagaimana perkembangan Ilmu Tajwid adalah peran Abu Ubaid Qasim bin Salam yang wafat 224 H.

Ilmu Ushul Fikih adalah buah pemikiran memahami Islam yang dilakukan oleh Imam Syafii yang wafat tahun 204 H. Pun kaidah penyempurnaan tulisan al-Qur’an sendiri tidak dilakukan pada masa Rasulullah SAW, namun oleh Ulama bernama Abu Aswad Ad-Dualiy yang wafat tahun 69 H. Ilmu-ilmu Islam lainnya seperti Ilmu Hadits, Tafsir, musthalahah, gharib hadits, Faraid dan lain sebagainya adalah peran Ulama.

Sumber utama pengembangan ilmu di Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. Maka perkembangan Ilmu Ulama tidak lain kepanjangan dari dua sumber hukum Islam tersebut. Pokoknya adalah, dalam transmisi dan perkembangan keilmuan harus memiliki sumber guru atau sanad muttasil.

Kebersambungan sanad adalah bentuk otentisitas Ilmu agama islam sampai akhir zaman kelak. Mencari guru yang memiliki sanad adalah keharusan seorang pembelajar Islam. Jangan sampai terpengaruh Ulama Wahabi-Salafi yang tidak mau menghargai Ulama dengan mempertentangkan kebenaran Rasul dan Ulama.

Baca Juga:  Muhammad bin Abdul Wahab Membawa Ajaran Yang Rusak dan Cacat

Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawwas adalah salah satu dari banyak yang sering mengatakan Rasul dan Ulama (termasuk Kiai, Syaikh dan Habaib) lebih benar mana. Kiranya sabda Rasul berikut menjadi penguat bahwa Ulama dan Penerus Nabi;

مَفَاتِيحُ لِلْخَيرِ مَغَالِيقُ لِلشَّرِّ

Artinya; “(Ulama) Sebagai kunci-kunci untuk membuka segala kebaikan dan sebagai penutup segala bentuk kejahatan”

Ash-Shawabu Minallah

Mochamad Ari Irawan