Perkembangan Paham Syiah di Indonesia, Dari Runtuhnya Reza Pahlavi Hingga Era Masa Kini

Perkembangan Paham Syiah di Indonesia, Dari Runtuhnya Reza Pahlavi Hingga Era Masa Kini

Pecihitam.org- Belum ada pendapat yang benar-benar bisa dipercaya kapan masuk paham Syiah di Indonesia. Namun bila dilihat dari sejarah dan kejadiannya beberapa abad yang lalu paham Syiah masuk di Indonesia tidak terlepas dari sejarah politik negara asalnya Syiah yaitu Iran.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sejak runtuhnya Syah Reza Pahlavi pada tahun 1979 dengan melalui sebuah revolusi besar-besaran yang dipimpin oleh Khomeini. Mulai saat itulah paham Syiah di Indonesia tersebar, bahkan di seluruh dunia.

Keberhasilan seorang ulama (Khumeini) dalam menjatuhkan rezim Pahlevi yang mempunyai kekuatan militer nomor lima di dunia hanya dengan ceramah-ceramahnya dari suatu tempat yang jauh dari terpencil di Prancis. Sehingga menggugah para Intelektual untuk mengetahui lebih jauh tentang mazhab Syiah tersebut.

Khomeini sebagai tokoh sentral revolusi pada saat itu mempunyai pandangan yang berbeda tentang kekuasaan (pemerintahan) yang disebutkannya dengan istilah wilayah al-fiqih.

Dalam hal ini menurut Attamimy dalam pandangan Khomeini, islam bukan hanya agama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga agama yang penuh dengan keadilan dan kebenaran bagi kemanusiaan orang per orang atau masyarakat.

Bahkan menurut Khomeini, Islam juga merupakan agama yang ingin melakukan pembebasan dari setiap bentuk penindasan yang dilakukan. Bukan seperti kebanyakan para ulama yang membicara nikmat surga dan siksa neraka. Ia lebih banyak membicarakan tentang kesadaran umat dalam beragama, disiplin diri dan sebab-sebab kemunduran dalam Islam.

Baca Juga:  Perkembangan Intelektual Islam dari 750 Masehi Sampai Sekarang

Sebagai sebuah gerakan atau kelompok paham Syiah di Indonesia dapat disebutkan memulai perkembangannya pasca revolusi Iran pada tahun 1979. Memanfaatkan momentum kelahiran Iran sebagai “negara Syiah” yang menggunakan Islam sebagai dasar perjuangannya, Syiah di dunia Islam tidak terkecuali Indonesia mulai berani menunjukkan jati dirinya.

Gerakan-gerakannya pun mulai tersusun secara sistematis dalam kerangka kelembagaan atau organisasi-organisasi yang pahamnya berafiliasi terhadap Syiah. Hanya saja, ini tidak berarti bahwa sebagai sebuah paham, Syiah baru ada pasca 1979. Beberapa pakar sejarah bahkan justru meyakini bahwa orang Syiah lah yang pertama kali menyebarkan Islam di Nusantara.

Jalaluddin Rahmat mengemukakan tiga teori terkait cara Syiah masuk ke Indonesia. Pertama, Syiah dibawa oleh penyebar Islam awal yang datang ke Indonesia dan ber-taqiyyah dengan menjalankan mazhab Syafi‟i. Mereka menampakkan Syafi’i di luar, namun Syiah di dalam.

Asumsi ini didukung dengan ditemukannya akulturasi aspek-aspek Syiah pada mazhab Syafi‟i di Indonesia yang tidak ditemukan di tempat lain. Kedua, Syiah tidaklah datang pada Islam periode awal adalah ulama Sunni yang membawa Islam ke Indonesia.

Syiah baru datang kemudian melalui praktek-praktek mistik dan sufistik. Ketiga, Syiah baru datang ke Indonesia setelah Revolusi Iran pada tahun 1979 melalalui buku-buku tentang filsafat atau pergerakan yang ditulis tokoh-tokoh Syiah Iran.

Baca Juga:  Subhanallah! Ternyata Kriminalisasi Ulama Juga Banyak Terjadi di Masa Khilafah

Aliran Syiah berpendapat bahwa kekhalifahan imamahnya berdasarkan pengangkatan, baik secara terbuka maupun tersembunyi. Mereka juga berpendirian bahwa imamah sepeninggalan Ali, hanya berada di tangan keluarga Ali.

Penganut paham Syiah, mengakui bahwa nabi telah menunju penggantinya yang dinilai memiliki kualifikasi pemimpin ruhani dan pemimpin umat sekaligus. Pengganti nabi tersebut tidak lain adalah Ali bin Abi Thalib dan sebelas keturunannya.

Dengan demikian para imam dalam konsep Syiah itu adalah melanjutkan nabi yang bertugas memberi petunjuk manusia, pemelihara dan penjelas hukum Allah. Oleh karenanya imam adalah pilihan Tuhan yang berilmu, berakhlak tinggi dan terpelihara dari dosa. (Fadil Suud Jafari dkk, Politik Islam Syi’ah: dari Imamah Hingga Wilayah Faqih)

Imamah merupakan doktrin Syiah yang paling pokok, semua paham yang lain pada dasarnya merupakan penjelasan dari paham ini. Misalnya ketika pandangan Imamah dimunculkan sebagai prinsip dasar dalam menunjuk dan pengangkatan imam, mereka memperkuatnya melalui penjelasan bahwa semua nabi Allah dan para Imam pasti bebas dari dosa kecil.

Perkembangan Syiah atau yang mengatasnamakan madzhab Ahlul Bait di Indonesia memang cukup pesat. Sejumlah lembaga yang berbentuk pesantren maupun yayasan didirikan di beberapa kota di Indonesia, seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan luar Jawa. (K.H. Moh. Dawan Anwar dkk, Mengapa Kita Menolak Syi’ah: Kumpulan Makalah seminar Nasional tentang Syi’ah).

Baca Juga:  Peninggalan Sejarah Kerajaan Islam di Nusantara yang Wajib Kamu Tahu

Dan membanjirnya buku-buku tentang Syiah yang sengaja diterbitkan oleh para penerbit yang memang berindikasi Syiah atau lewat media massa, ceramah-ceramah agama dan lewat pendidikan dan pengkaderan di pesantren-pesantren, di majelis-majelis ta’lim.

Dalam sejarah, kelompok Syiah terpecah menjadi tiga kelompok besar: Itsna „Asyariyah, Ismailiyah dan Zaidiyah, dan banyak kelompok sempalan yang dipandang liar (ghulath). Masing-masing kelompok itu tidak hanya mewakili kelompok politis, tetapi juga kelompok pemikiran. (Fadil Suud Jafari, ISLAM SYI’AH: Telaah Pemikiran Habib Husein al-Habsyi)

Pemikiran Syiah tidak berhenti dengan timbulnya perpecahan itu, tetap justru perpecahan itu merupakan bagian dari faktor-faktor kompetitif dalam memajukan pemikiran. Dengan demikian pemikiran Syiah senantiasa mengalami perkembangan, yang tentunya akan lebih ekspansif dan bervariasi ketika kelompok ini menyebar ke berbagai penjuru dunia Islam, termasuk Indonesia.

Mochamad Ari Irawan