Surah Al-Anbiya Ayat 16-20; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Anbiya Ayat 16-20

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Anbiya Ayat 16-20 ini, menjelaskan bahwa Allah tidak menciptakan langit dan bumi serta semua yang terdapat di antara keduanya, untuk maksud yang sia-sia atau main-main, melainkan dengan tujuan yang benar.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Allah juga menegaskan bahwa Dia menghancurkan kebatilan dengan kebenaran, sehingga kebenaran itu menghancurkan kebatilan tersebut, sampai lenyap sama sekali.

Allah mengingatkan kembali tentang kekuasaan-Nya yang mutlak, baik di langit maupun di bumi, yaitu bahwa Dialah yang menciptakan, menguasai, mengatur, mengelola, menghidupkan, mematikan, memberikan pahala dan menimpakan azab kepada makhluk-Nya.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Anbiya Ayat 16-20

Surah Al-Anbiya Ayat 16
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ

Terjemahan: Dan tidaklah Kami ciptakan Iangit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main.

Tafsir Jalalain: وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ (Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main) tiada gunanya, tetapi justru hal ini menjadi bukti yang menunjukkan kekuasaan Kami dan sekaligus sebagai manfaat buat hamba-hamba Kami.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah Ta’ala mengabarkan bahwa penciptaan langit dan bumi adalah dengan kebenaran yaitu dengan keadilan dan kebenaran agar orang-orang yang buruk akan dibalas sesuai dengan apa yang mereka amalkan serta membalas orang-orang yang baik dengan kebaikan. Dia tidak menciptakan semua itu dengan sia-sia dan main-main, sebagaimana Dia berfirman:

“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.” (QS. Shaad: 27)

Tafsir Kemenag: Ayat ini menjelaskan bahwa Allah tidak menciptakan langit dan bumi serta semua yang terdapat di antara keduanya, untuk maksud yang sia-sia atau main-main, melainkan dengan tujuan yang benar, yang sesuai dengan hikmah dan sifat-sifat-Nya yang sempurna.

Pernyataan ini merupakan jawaban terhadap sikap dan perbuatan kaum kafir yang mengingkari kenabian Muhammad saw, serta kemukjizatan Al-Qur’an. Karena tuduhan-tuduhan yang dilemparkan kepadanya yaitu, bahwa Al-Qur’an adalah buatan Muhammad, bukan wahyu dan mukjizat yang diturunkan Allah kepadanya.

Sikap ini menunjukkan bahwa mereka tidak mengakui ciptaan Allah, seakan-akan Allah menciptakan sesuatu hanya untuk main-main, tidak mempunyai tujuan yang benar dan luhur. Padahal Allah menciptakan langit, bumi dan seisinya, dan yang ada di antara keduanya, adalah agar manusia menyembah-Nya dan berusaha untuk mengenal-Nya melalui ciptaan-Nya itu.

Akan tetapi maksud tersebut baru dapat tercapai dengan sempurna apabila penciptaan alam itu diikuti dengan penurunan Kitab yang berisi petunjuk dan dengan mengutus para rasul untuk membimbing manusia.

Al-Qur’an selain menjadi petunjuk bagi manusia, juga berfungsi sebagai mukjizat terbesar bagi Muhammad saw, untuk membuktikan kebenaran kerasulannya. Oleh sebab itu, orang-orang yang mengingkari kerasulan Muhammad adalah juga orang-orang yang menganggap bahwa Allah menciptakan alam ini dengan sia-sia, tanpa adanya tujuan dan hikmat yang luhur, tanpa ada manfaat dan kegunaannya.

Apabila manusia mau memperhatikan semua yang ada di bumi ini, baik yang tampak di permukaannya, maupun yang tersimpan dalam perut bumi itu, niscaya ia akan menemukan banyak keajaiban yang menunjukkan kekuasaan Allah.

Jika ia yakin bahwa kesemuanya itu diciptakan Allah untuk kemaslahatan dan kemajuan hidup manusia sendiri, maka ia akan merasa bersyukur kepada Allah, dan meyakini bahwa semuanya itu diciptakan Allah berdasarkan tujuan yang luhur karena semuanya memberikan faedah yang tidak terhitung banyaknya.

Bila manusia sampai kepada keyakinan semacam itu, sudah pasti ia tidak akan mengingkari Al-Qur’an dan tidak akan menolak kerasulan Nabi Muhammad saw. Senada dengan isi ayat ini, Allah telah berfirman dalam ayat-ayat yang lain.

Baca Juga:  Surah Al-Anbiya Ayat 104; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan sia-sia. Itu anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang yang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. (shad/38: 27)

Dan firman Allah lagi: Tidaklah Kami ciptakan keduanya melainkan dengan haq (benar), tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (ad- Dukhan/44: 39).

Tafsir Quraish Shihab: Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta apa saja yang berada di antara keduanya, dengan tata aturan yang begitu tepat dan indah, dengan main-main. Kami menciptakan semua itu dengan penuh hikmah, yang dapat diketahui oleh orang-orang yang merenung dan berpikir.

Surah Al-Anbiya Ayat 17
لَوْ أَرَدْنَا أَن نَّتَّخِذَ لَهْوًا لَّاتَّخَذْنَاهُ مِن لَّدُنَّا إِن كُنَّا فَاعِلِينَ

Terjemahan: Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, (isteri dan anak), tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian, (tentulah Kami telah melakukannya).

Tafsir Jalalain: لَوْ أَرَدْنَا أَن نَّتَّخِذَ لَهْوًا (Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan) hal-hal yang dapat dijadikan hiburan seperti istri dan anak لَّاتَّخَذْنَاهُ مِن لَّدُنَّا (tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami) para bidadari dan para Malaikat. إِن كُنَّا فَاعِلِينَ (Jika Kami menghendaki berbuat) demikian, tetapi Kami tidak akan memperbuatnya dan tidak menghendakinya.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: لَوْ أَرَدْنَا أَن نَّتَّخِذَ لَهْوًا لَّاتَّخَذْنَاهُ مِن لَّدُنَّا إِن كُنَّا فَاعِلِينَ (“Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian,”) berkata Ibnu Abi Najih dari Mujahid, “Yaitu dari sisi kami.”

Dia berfirman: “Kami tidak menciptakan jannah, naar, kematian, kebangkitan dan hisab,” Al-Hasan, Qatadah dan lain-lain berkata: “al-LaHwu; yaitu seorang wanita, menurut lisan orang Yaman.”

Ikrimah dan as-Suddi berkata: “Yang dimaksud dengan al-Lahwu di sini adalah anak.” Pendapat ini dan pendapat sebelumnya adalah dua hal yang saling terkait. Dia mensucikan diri-Nya sendiri dari memiliki anak secara mutlak, apalagi tentang kedustaan dan kebathilan yang mereka katakan dengan menjadikan ‘Isa, ‘Uzair atau Malaikat sebagai anak Allah.

“Mahasuci dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka katakan setinggi-tingginya dan sebesar-besarnya.” (QS. Al-Israa’: 43)

Firman-Nya: إِن كُنَّا فَاعِلِينَ (“Jika Kami menghendaki berbuat demikian.”) Qatadah, as-Suddi, Ibrahim an-Nakha’i dan al-Mughirah bin Miqsam berkata: “Yaitu kami tidak berbuat demikian.” Mujahid berkata: “Setiap kata =in= yang ada di dalam al-Qur’an, maka itu adalah pengingkaran.”

Tafsir Kemenag: Untuk memahami dengan tuntas anggapan orang-orang kafir yang keliru itu, maka dalam ayat ini Allah menambah keterangan bahwa jika seandainya Allah menciptakan alam ini dengan maksud main-main, niscaya Allah dapat saja menciptakan permainan-permainan yang sesuai dengan keinginan-Nya, seperti perbuatan raja-raja yang mendirikan istana yang megah-megah dengan singgasana dan tempat-tempat tidur yang empuk. Akan tetapi Allah tidak bermaksud demikian, dan tidak akan berbuat semacam itu.

Allah menciptakan langit dan bumi itu adalah untuk kebahagiaan hidup manusia, dan untuk dijadikan sarana berpikir bagi manusia agar mereka meyakini keagungan khalik-Nya dan taat kepada-Nya. Maka Allah menciptakan langit dan bumi adalah dengan hikmat dan tujuan yang tinggi, sesuai dengan ketinggian martabatnya. Sifat main-main dan bersantai-santai adalah sifat makhluk, bukan sifat Allah.

Manusia juga termasuk ciptaan Allah yang telah diciptakan-Nya berdasarkan hikmah dan tujuan yang mulia, dan diberinya kelebihan dari makhluk-makhluk-Nya yang lain. Oleh karena itu manusia harus bertanggung jawab atas segala perbuatannya, dan Allah akan memberinya balasan pahala atau siksa, sesuai dengan baik dan buruknya perbuatan manusia itu.

Sebagian mufasirin menafsirkan dalam ayat ini dengan arti “anak”. Jadi menurut mereka, Jika Allah hendak mengambil anak tentu diambil-Nya dari golongan makhluk-Nya yang sesuai dengan sifat-sifat-Nya, yaitu dari golongan malaikat, umpamanya sebagaimana firman Allah dalam ayat-ayat lain:

Baca Juga:  Surah Al-Mursalat Ayat 29-40; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Sekiranya Allah hendak mengambil anak, tentu Dia akan memilih apa yang Dia kehendaki dari apa yang telah diciptakan-Nya. (az-Zumar/39: 4) Sementara mufasir yang lain menafsirkan lahwan dengan arti “istri”.

Akan tetapi mempunyai anak istri dan keturunan bukanlah sifat Allah, melainkan sifat-sifat makhluk-Nya; sedang Allah tidak sama dengan makhluk-Nya. Dengan adanya istri dan anak berarti Allah membutuhkan orang lain sementara Allah sama sekali tidak membutuhkan kepada selain-Nya, sehingga adanya istri dan anak menjadi sesuatu yang mustahil bagi-Nya. Maka anggapan sebagian manusia bahwa Allah mempunyai anak, adalah anggapan yang sesat.

Tafsir Quraish Shihab: Jika memang Kami hendak bermain-main, tentu Kami dapat melakukannya pada kerajaan milik Kami, di mana tak ada yang memilikinya kecuali Kami. Tetapi Kami tidak melakukannya, karena hal itu mustahil dan tidak pantas terjadi pada Kami.

Surah Al-Anbiya Ayat 18
بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ وَلَكُمُ الْوَيْلُ مِمَّا تَصِفُونَ

Terjemahan: Sebenarya Kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. Dan kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya).

Tafsir Jalalain: بَلْ نَقْذِفُ (Sebenarnya Kami melontarkan) yakni melemparkan بِالْحَقِّ (yang hak) iman عَلَى الْبَاطِلِ (kepada yang batil) yakni kekafiran فَيَدْمَغُهُ (lalu yang hak itu menghancurkannya) yakni melenyapkan yang batil فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ (maka dengan serta merta yang batil itu lenyap) hilang. Asal makna lafal Damaghahu adalah menimpakan pukulan pada otak, yaitu tempat yang mematikan.

وَلَكُمُ (Dan bagi kalian) hai orang-orang kafir Mekah الْوَيْلُ (kecelakaan) azab yang keras مِمَّا تَصِفُونَ (disebabkan apa yang kalian sifatkan itu) bahwa Allah mempunyai istri atau anak.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: بَلْ نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ (“Sebenarnya Kami melontarkan yang haq kepada yang bathil.”) yaitu Kami menjelaskan kebenaran, lalu lunturlah kebathilan. Untuk itu Dia berfirman,

فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ (“Lalu yang haq itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang bathil itu lenyap,”) yaitu hilang dan hancur. وَلَكُمُ الْوَيْلُ (“Dan kecelakaanlah bagimu,”) hai orang-orang yang berkata: ‘Allah memiliki anak.’ مِمَّا تَصِفُونَ (“Disebabkan kamu mensifati,”) yaitu kalian katakan dan kalian tuduhkan.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah menegaskan bahwa Dia menghancurkan kebatilan dengan kebenaran, sehingga kebenaran itu menghancurkan kebatilan tersebut, sampai lenyap sama sekali.

Yang dimaksud dengan kebatilan di sini ialah sifat-sifat dan perbuatan yang sia-sia dan tidak berguna, termasuk sifat main-main dan berolok-olok. Sedang yang dimaksud dengan kebenaran di sini, ialah sifat-sifat dan perbuatan yang bersungguh-sungguh dan bermanfaat.

Pada akhir ayat ini Allah memberikan peringatan keras kepada kaum kafir, bahwa azab dan malapetaka disediakan untuk mereka, karena mereka telah menghubungkan sifat-sifat yang jelek kepada Allah yaitu sifat-sifat yang tidak layak bagi-Nya, misalnya bermain-main dalam menciptakan makhluk-Nya, Allah mempunyai anak, istri, dan lain-lainnya.

Tafsir Quraish Shihab: Yang pantas Kami lakukan adalah melontarkan kebenaran kepada sesuatu yang batil, sehingga yang benar itu akan menghilangkan yang batil. Dan kalian, wahai orang-orang kafir, pasti akan binasa karena kebohongan yang kalian buat-buat terhadap Allah dan Rasul-Nya.

Surah Al-Anbiya Ayat 19
وَلَهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ عِندَهُ لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَلَا يَسْتَحْسِرُونَ

Terjemahan: Dan kepunyaan-Nya-lah segala yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada (pula) merasa letih.

Baca Juga:  Surah Al-Anbiya Ayat 105-107; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Tafsir Jalalain: وَلَهُ (Dan kepunyaan-Nyalah) kepunyaan Allahlah مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ (segala yang di langit dan di bumi) sebagai milik-Nya وَمَنْ عِندَهُ (dan makhluk yang di sisi-Nya) yakni para malaikat. Jumlah kalimat ayat ini menjadi Mubtada, sedangkan Khabarnya ialah لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ وَلَا يَسْتَحْسِرُونَ (mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tiada pula merasa letih) tiada merasa payah dalam menyembah-Nya.

Tafsir Ibnu Katsir: Kemudian, Allah Ta’ala mengabarkan tentang peribadatan Malaikat kepada-Nya dan adat kebiasaan mereka yang berada dalam ketaatan di waktu malam dan Siang. Maka Dia berfirman,
وَلَهُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ عِندَهُ (“Dan kepunyaan-Nyalah segala yang ada di langit dan di bumi dan makhluk-makhluk yang di sisi-Nya,”) yaitu para Malaikat;

لَا يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِهِ (“Mereka tidak mempunyai rasa angkuh untuk beribadah kepada-Nya,”) yaitu tidak merasa enggan untuk beribadah. Firman-Nya: وَلَا يَسْتَحْسِرُونَ (“Dan tidak pula merasa letih,”) yaitu tidak lelah dan tidak bosan.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah mengingatkan kembali tentang kekuasaan-Nya yang mutlak, baik di langit maupun di bumi, yaitu bahwa Dialah yang menciptakan, menguasai, mengatur, mengelola, menghidupkan, mematikan, memberikan pahala dan menimpakan azab kepada makhluk-Nya.

Tidak ada selain Allah yang mempunyai wewenang dan hak untuk campur tangan dalam masalah tersebut. Demikian pula kekuasaan-Nya terhadap makhlukmakhluk-Nya yang berada di sisi-Nya, yaitu para malaikat muqarrabin, yang diberi-Nya kedudukan yang mulia, patuh dan taat serta beribadah kepada-Nya tanpa henti-hentinya, dan tidak merasa lelah atau letih dalam mengabdi kepada-Nya.

Tafsir Quraish Shihab: Hanya hak Allahlah segala yang ada di langit dan di bumi, baik hak cipta maupun hak milik. Oleh karena itu, hanya Dialah yang pantas disembah. Malaikat-malaikat yang dekat di sisi-Nya itu tidak pernah sombong untuk beribadah dan selalu tunduk kepada-Nya. Mereka tak pernah merasa lelah dan bosan melakukan ibadah yang lama, siang dan malam.

Surah Al-Anbiya Ayat 20
يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لَا يَفْتُرُونَ

Terjemahan: Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya.

Tafsir Jalalain: يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لَا يَفْتُرُونَ (Mereka selalu bertasbih malam dan siang dengan tiada henti-hentinya) bertasbih bagi mereka bagaikan nafas dalam diri kita; tiada sesuatu pun yang mengganggunya.

Tafsir Ibnu Katsir: يُسَبِّحُونَ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ لَا يَفْتُرُونَ (“Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada henti-hentinya,”) yaitu mereka terus-menerus dalam beramal siang dan malam, mereka taat dalam niat dan amal serta mampu dalam semua itu.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini Allah menjelaskan bagaimana caranya para malaikat itu beribadah kepada-Nya, yaitu dengan senantiasa bertasbih siang dan malam dengan tidak putus-putusnya. Dalam ayat lain Allah berfirman tentang para malaikat ini:

Yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (at-Tahrim/66: 6).

Tafsir Quraish Shihab: Mereka menyucikan Tuhan Yang Mahaagung dari sifat-sifat yang tak layak disandang-Nya, tiada jenuh- jenuhnya.
Sebuah tasbih penyucian yang abadi dan tak terganggu oleh apa pun.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Anbiya Ayat 16-20 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S