Surah Al-Mu’minun Ayat 1-11; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Mu'minun Ayat 1-11; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Mu’minun Ayat 1-11, sebelum kita membahas tentang kandungan ayat, terlebih dulu kita sebaiknya mengetahui isi kandungan Surah ini. Surah Al-Mu’minun ini termasuk kelompok surah Makkiyyah dan terdiri atas 118 ayat. Surah ini diawali dengan penetapan kemenangan bagi orang-orang Mukmin yang kemudian dilanjutkan dengan keterangan tentang ciri dan sifat-sifat mereka.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Setelah itu, disebut juga kisah awal penciptaan manusia, perkembangannya, kesinambungan tali keturunannya dan beberapa bukti kekuasaan Allah dalam hal itu. Itu semua ditutup dengan beberapa kisah nabi yang diikuti dengan kesatuan misi yang mereka bawa dan kesatuan asal manusia, meskipun pada kenyataannya ada manusia yang mengakui dan mempercayai kenabian itu di samping ada pula yang tidak mempercayainya.

Masing-masing dinamakan Thâlib al-Hudâ (pencari kebanaran) dan Shâhib al-Dlalâl (orang yang sesat). Kemudian, surat ini menerangkan pula sikap kaum musyrikin terhadap Rasulullah saw., dan tentang bentuk kemahakuasaan Allah Swt. dalam hukum penciptan manusia.

Dalam hal ini Allah meminta mereka agar menjawab sesuai dengan fitrahnya yang menetapkan dan menegaskan keberadaan-Nya sebagai Tuhan. Setelah itu, surat ini menerangkan keadaan manusia pada hari kiamat, bahwa mereka akan diperhitungkan dan dibalas secara adil.

Surah ini kemudian diakhiri dengan keterangan tentang keagungan Allah dan peringatan kepada Rasulullah untuk meminta ampunan dan kasih sayang dari Allah Yang Mahapenyayang.]] Kemenangan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan ajaran-ajaran yang dibawa rasul-rasul- Nya telah tercapai. Cita-cita mereka telah menjadi kenyataan.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Mu’minun Ayat 1-11

Surah Al-Mu’minun Ayat 1
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ

Terjemahan: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,

Tafsir Jalalain: قَدْ (Sesungguhnya) lafal Qad di sini menunjukkan makna Tahqiq, artinya sungguh telah pasti أَفْلَحَ (beruntunglah) berbahagialah الْمُؤْمِنُونَ (orang-orang yang beriman).

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman”) maksudnya mereka telah mendapatkan kemenangan, kebahagiaan, serta memperoleh keberuntungan. Mereka itulah orang-orang Mukmin yang bersifat dengan sifat-sifat berikut ini,

Tafsir Kemenag: Beriman kepada Allah dan rukun iman yang enam. Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa sungguh berbahagia dan beruntung orang-orang yang beriman, dan sebaliknya sangat merugi orang-orang kafir yang tidak beriman, karena walaupun mereka menurut perhitungan banyak mengerja-kan amal kebajikan, akan tetapi semua amalnya itu akan sia-sia saja di akhirat nanti, karena tidak berlandaskan iman kepada-Nya.

Tafsir Quraish Shihab: Kemenangan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan ajaran-ajaran yang dibawa rasul-rasul- Nya telah tercapai. Cita-cita mereka telah menjadi kenyataan.

Surah Al-Mu’minun Ayat 2
الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ

Terjemahan: (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya,

Tafsir Jalalain: الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (Yaitu orang-orang yang khusyuk dalam salatnya) dengan merendahkan diri penuh perasaan kepada Allah.

Tafsir Ibnu Katsir: الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (“Orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya.”) ‘Ali bin Abi Thalhah menceritakan dari Ibnu ‘Abbas: خَاشِعُونَ (“Orang-orang yang khusyu’”) yaitu orang-orang yang takut lagi penuh ketenangan.” Dari ‘Ali bin Abi Thalib ra: “Yang dimaksud dengan khusyu’ di sini adalah kekhusyu’an hati.” Sedangkan al-Hasan al-Bashri mengungkapkan:

“Kekhusyu’an mereka itu berada di dalam hati mereka, sehingga karenanya mereka menundukkan pandangan serta merendahkan diri mereka.” Khusyu’ dalam shalat hanya dapat dilakukan oleh orang yang mengkonsentrasikan hati padanya serta melupakan berbagai aktifitas selain shalat, serta mengutamakan shalat atas aktifitas yang lain.

Pada saat itulah akan terwujud ketenangan dan kebahagiaan baginya. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw. dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan an-Nasa-i, dari Anas, dari Rasulullah saw., dimana beliau bersabda: “Diberikan kepadaku kecintaan terhadap wanita dan wangi-wangian, dan shalat dijadikan untukku sebagai amalan yang paling menyenangkan.” (HR Ahmad dan an-Nasa-i).

Tafsir Kemenag: Khusyuk dalam salat. Dalam ayat ini Allah menjelaskan sifat yang kedua, yaitu seorang mukmin yang beruntung, jika salat benar-benar khusyuk dalam salatnya, pikirannya selalu mengingat Allah, dan memusatkan semua pikiran dan panca inderanya untuk bermunajat kepada-Nya.

Dia menyadari dan merasakan bahwa orang yang salat itu benar-benar sedang berhadapan dengan Tuhannya, oleh karena itu seluruh anggota tubuh dan jiwanya dipenuhi kekhusyukan, kekhidmatan dan keikhlasan, diselingi dengan rasa takut dan diselubungi dengan penuh harapan kepada Tuhannya. Untuk dapat memenuhi syarat kekhusyukan dalam salat, harus memperhati-kan tiga perkara, yaitu:

a) Paham apa yang dibaca, supaya apa yang diucapkan lidahnya dapat dipahami dan dimengerti, sesuai dengan ayat: Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur’an ataukah hati mereka sudah terkunci? (Muhammad/47: 24)

b) Ingat kepada Allah, sesuai dengan firman-Nya: Dan laksanakanlah salat untuk mengingat Aku. (thaha/20: 14)

c) Salat berarti munajat kepada Allah, pikiran dan perasaan orang yang salat harus selalu mengingat dan jangan lengah atau lalai. Para ulama berpendapat bahwa salat yang tidak khusyuk sama dengan tubuh tidak bernyawa. Akan tetapi ketiadaan khusyuk dalam salat tidak membatalkan salat, dan tidak wajib diulang kembali.

Tafsir Quraish Shihab: Yaitu orang-orang yang menyertakan keimanannya itu dengan amal saleh. Dalam melaksanakan salat, misalnya, mereka menghadapkan diri sepenuh hati, merasa takut, merendah dan tunduk secara mutlak kepada Allah subhanahu wa ta’ala

Surah Al-Mu’minun Ayat 3
وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ

Terjemahan: dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,

Tafsir Jalalain: وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari hal yang tiada berguna) berupa perkataan dan hal-hal lainnya.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari [perbuatan dan perkataan] yang tiada berguna.”) yakni dari kebathilan. Yang mana hal itu mencakup juga kemusyrikan, sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian mereka, serta berbagai ucapan dan perbuatan yang tidak membawa faedah dan manfaat, sebagaimana yang difirmankan Allah:

وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا (“Dan apabila mereka bertemu dengan [orang-orang] yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui [saja] dengan menjaga kehormatan dirinya.”) (al-Furqaan: 72) Qatadah berkata: “Demi Allah, mereka didatangi perintah Allah yang menghentikan mereka dari hal tersebut [tak berguna].”

Tafsir Kemenag: Menjauhkan diri dari setiap perbuatan atau perkataan yang tidak berguna. Dalam ayat ini Allah menjelaskan sifat yang ketiga, yaitu bahwa seorang mukmin yang bahagia itu ialah yang selalu menjaga waktu dan umurnya supaya jangan sia-sia. Sebagaimana ia khusyuk dalam salatnya, berpaling dari segala sesuatu kecuali dari Tuhan penciptanya, demikian pula ia berpaling dari segala perkataan yang tidak berguna bagi dirinya atau orang lain.

Tafsir Quraish Shihab: Mereka lebih mengutamakan kesungguhan dan menjauhi kata dan tindakan yang tidak berguna.

Surah Al-Mu’minun Ayat 4
وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ

Terjemahan: dan orang-orang yang menunaikan zakat,

Tafsir Jalalain: وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (Dan orang-orang yang terhadap zakat mereka menunaikannya) membayarnya.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ فَاعِلُونَ (“dan orang-orang yang menunaikan zakat.”) mayoritas berpendapat bahwa yang dimaksud dengan zakat disini adalah zakat maal (harta), padahal ayat ini adalah Makkiyyah. Yang tampak secara lahiriyah, bahwa yang diwajibkan di Madinah adalah nishab dan ukuran yang khusus. Jika tidak demikian, berarti dasar zakat pertama diwajibkan di Makkah. Dan dalam surah al-An’am yang merupakan surah Makkiyyah, Allah Ta’ala berfirman:

Baca Juga:  Surah Al-Kahfi Ayat 54; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ (“Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya.”)(al-An’am: 141), bisa saja yang dimaksud dengan zakat di sini adalah penyucian jiwa dari kemusyrikan dan kotoran. Yang demikian itu sama seperti firman-Nya:

قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا (“Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (asy-Syams: 9-10) wallaaHu a’lam.

Tafsir Kemenag: Menunaikan zakat wajib dan derma yang dianjurkan. Dalam ayat ini Allah menerangkan bahwa sifat keempat dari orang mukmin yang beruntung itu, ialah suka mengeluarkan zakat dan memberi derma yang dianjurkan, yang oleh mereka dipandang sebagai usaha untuk membersihkan harta dan dirinya dari sifat kikir, tamak serakah, hanya mengutamakan diri sendiri (egois), dan juga untuk meringankan penderitaan hamba-hamba Allah yang kekurangan, sesuai dengan firman-Nya: Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu). (asy- Syams/91: 9).

Tafsir Quraish Shihab: Mereka juga selalu mengeluarkan zakat kepada orang-orang yang berhak menerima. Dengan begitu, mereka memadukan antara ibadah fisik dan ibadah harta, antara penyucian jiwa dan penyucian kekayaan.

Zakat diwajibkan untuk mempererat hubungan sosial di antara umat Islam, agar masing-masing anggota masyarakat Muslim merasakan dan bertanggung jawab atas kemiskinan yang diderita oleh anggota lainnya. Dengan begitu, ia dapat melakukan sesuatu yang dapat meringankan pedihnya kemiskinan.

Dampak positif zakat tampak pada sikap si miskin yang tidak lagi merasa iri atau dengki terhadap si kaya. Sebaliknya, masing-masing merasa sebagai satu keluarga yang harus saling menolong dengan berpegang teguh pada ajaran Allah. Di sisi lain, orang yang berutang mempunyai harapan untuk menerima bagian zakat yang dapat membantu melunasi utang-utangnya. Selain itu, orang yang sedang berperang demi membela agama dan memerdekakan Tanah Air, tidak harus patah semangat oleh upaya mencari bantuan materi yang dibutuhkan guna mencapai kemenangan.

Seorang musafir atau seorang yang asing di negeri orang, yang membutuhkan bantuan karena jauh dari keluarga, tidak harus kehilangan bantuan bekal agar dapat digunakan untuk kembali ke Tanah Airnya. Di samping itu semua, zakat juga merupakan sarana yang efektif untuk memerdekakan budak dan menghapus perbudakan. Untuk mencapai tujuan-tujuan sosial dan universalnya, Islam tidak hanya berhenti sampai di situ.

Islam membolehkan pemberian zakat kepada orang kafir jika hal itu memang diperlukan untuk menarik hati mereka. Begitu juga orang-orang yang bertugas mengumpulkan, menghitung dan mendistribusikan zakat, budak-budak yang melakukan perjanjian bebas dengan tuannya jika mampu membayar tebusan dalam jumlah tertentu, orang yang sedang berada dalam perjalanan, orang yang mempunyai tanggungan utang demi mendamaikan orang yang bertengkar, dan orang yang membela Islam dalam perang.

Sedang tujuan zakat yang bersifat ekonomis adalah pengentasan kemiskinan di mana saja, dan membantu orang-orang yang memerlukan bantuan seperti telah disinggung di muka.

Surah Al-Mu’minun Ayat 5
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ

Terjemahan: dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,

Tafsir Jalalain: وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (Dan orang-orang yang terhadap kemaluannya mereka selalu memeliharanya) dari yang diharamkan.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ.(“Dan orang-orang yang menjaga kemaluaannya,) yakni orang-orang yang telah memelihara kemaluan mereka dari yang haram, sehingga mereka tidak terjerumus dalam hal-hal yang dilarang oleh Allah swt. Baik itu dalam bentuk perzinaan maupun liwath [homoseksual].

Tafsir Kemenag: Menjaga kemaluan dari perbuatan keji. Dalam ayat ini Allah menerangkan sifat kelima dari orang mukmin yang berbahagia, yaitu suka menjaga kemaluannya dari setiap perbuatan keji seperti berzina, mengerjakan perbuatan kaum Lut (homoseksual), onani, dan sebagainya. Bersanggama yang diperbolehkan oleh agama hanya dengan istri yang telah dinikahi dengan sah atau dengan jariahnya (budak perempuan) yang di-peroleh dari jihad fisabilillah, karena dalam hal ini mereka tidak tercela.

Akan tetapi, barangsiapa yang berbuat di luar yang tersebut itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dalam ayat ini dan yang sebelumnya Allah menjelaskan bahwa kebahagiaan seorang hamba Allah itu tergantung kepada pemeliharaan kemaluannya dari berbagai penyalahgunaan supaya tidak termasuk orang yang tercela dan melampaui batas.

Menahan ajakan hawa nafsu, jauh lebih ringan daripada menanggung akibat dari perbuatan zina itu. Allah telah memerintahkan Nabi-Nya supaya menyampaikan perintah itu kepada umatnya, agar mereka menahan pan-dangannya dan memelihara kemaluannya dengan firman:

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (an-Nur/24: 30).

Tafsir Quraish Shihab: Mereka juga adalah orang-orang yang selalu menjaga diri agar tidak berhubungan dengan wanita.

Ayat 5 -7 surat al-Mu’minun ini berkaitan erat dengan beberapa ayat di awal surat al-Nur. Ayat-ayat itu semua mengisyaratkan dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh perzinaan. Dari segi sosial, zina dapat berakibat tidak diketahuinya asal keturunan anak secara pasti.

Sedangkan dari segi kesehatan, efek negatif zina dapat dibagi ke dalam dua hal. Pertama, secara fisik, zina dapat mengakibatkan penyakit gonore, sipilis (raja singa) dan luka. Dalam keadaan gawat, gonore dapat mengakibatkan komplikasi pada saluran kencing, persendian atau trakhoma yang dapat mengakibatkan kebutaan. Sedangkan sipilis dapat menyerang seluruh tubuh, sel-sel dan urat saraf.

Pada puncaknya, hal itu dapat mengakibatkan kegilaan. Di samping itu, penyakit ini juga dapat berpengaruh pada keturunan. Bayi yang lahir dari orang yang menderita sipilis akan mudah mati atau cacat. Kedua, secara mental, zina dapat menimbulkan perasaan bersalah dan berdosa yang pada akhirnya dapat berakibat lemahnya saraf. Akibat pemborosan, orang dapat terkena kegilaan.

Surah Al-Mu’minun Ayat 6
إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ

Terjemahan: kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.

Tafsir Jalalain: إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ (Kecuali terhadap istri-istri mereka) أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ (atau terhadap budak yang mereka miliki) yakni hamba sahaya wanita yang mereka tawan dari peperangan فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela) bila mereka mendatanginya.

Tafsir Ibnu Katsir: إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ ( kecuali terhadap istri-istri merek atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.) Dan mereka tidak mendekati kecuali istri-istri mereka sendiri yang telah dihalalkan oleh Allah bagi mereka atau budak-budak yang mereka miliki. Barangsiapa yang mengerjakan apa yang dihalalkan oleh Allah, maka tidak ada cela dan dosa baginya. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ.

Tafsir Kemenag: Menjaga kemaluan dari perbuatan keji. Dalam ayat ini Allah menerangkan sifat kelima dari orang mukmin yang berbahagia, yaitu suka menjaga kemaluannya dari setiap perbuatan keji seperti berzina, mengerjakan perbuatan kaum Lut (homoseksual), onani, dan sebagainya. Bersanggama yang diperbolehkan oleh agama hanya dengan istri yang telah dinikahi dengan sah atau dengan jariahnya (budak perempuan) yang di-peroleh dari jihad fisabilillah, karena dalam hal ini mereka tidak tercela.

Baca Juga:  Surah Al-A'raf Ayat 59-62; Seri Tadabbur Al-Qur'an

Akan tetapi, barangsiapa yang berbuat di luar yang tersebut itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dalam ayat ini dan yang sebelumnya Allah menjelaskan bahwa kebahagiaan seorang hamba Allah itu tergantung kepada pemeliharaan kemaluannya dari berbagai penyalahgunaan supaya tidak termasuk orang yang tercela dan melampaui batas.

Menahan ajakan hawa nafsu, jauh lebih ringan daripada menanggung akibat dari perbuatan zina itu. Allah telah memerintahkan Nabi-Nya supaya menyampaikan perintah itu kepada umatnya, agar mereka menahan pan-dangannya dan memelihara kemaluannya dengan firman:

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (an-Nur/24: 30).

Tafsir Quraish Shihab: Kecuali dengan cara perkawinan yang sah atau pemilikan budak. Mereka tidak dilarang melakukan hal itu.

Pada zaman dahulu perbudakan adalah sesuatu yang lumrah.
Seorang laki-laki bebas memilih berapa saja dari budak yang dimiliki untuk dijadikan istri. Islam membolehkan perbudakan akibat perang yang dibenarkan agama, apabila pihak musuh melakukan hal yang sama. Hal ini berdasarkan pada asas perlakukan setimpal. Apabila pihak musuh tidak melakukan perbudakan, umat Islam pun dilarang melakukannya.

Surah Al-Mu’minun Ayat 7
فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ

Terjemahan: Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.

Tafsir Jalalain: فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ (Barang siapa menginginkan yang selain itu) selain istri-istri sendiri dan sahaya wanita tawanan mereka untuk pelampiasan hajat biologisnya, seumpamanya melakukan masturbasi فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas) yakni melampaui batas halal dan melakukan hal-hal yang diharamkan bagi mereka.

Tafsir Ibnu Katsir: Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ (“Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang dibalik itu.”) maksudnya selain istri dan budak. فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (“Maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”) wallaaHu a’lam.

Imam asy-Syafi’i dan orang-roang yang sejalan dengannya telah menggunakan ayat berikut ini untuk mengharamkan onani: وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ (“Dan orang-orang yang menjaga kemaluaannya, kecuali terhadap istri-istri merek atau budak yang mereka miliki”) dia mengatakan: “Pelaku perbuatan ini di luar dari kedua bagian tersebut. Dan Allah Ta’ala berfirman: فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (“Barangsiapa yang mencari dibalik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”) wallaaHu a’lam.

Tafsir Kemenag: Menjaga kemaluan dari perbuatan keji. Dalam ayat ini Allah menerangkan sifat kelima dari orang mukmin yang berbahagia, yaitu suka menjaga kemaluannya dari setiap perbuatan keji seperti berzina, mengerjakan perbuatan kaum Lut (homoseksual), onani, dan sebagainya. Bersanggama yang diperbolehkan oleh agama hanya dengan istri yang telah dinikahi dengan sah atau dengan jariahnya (budak perempuan) yang di-peroleh dari jihad fisabilillah, karena dalam hal ini mereka tidak tercela.

Akan tetapi, barangsiapa yang berbuat di luar yang tersebut itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. Dalam ayat ini dan yang sebelumnya Allah menjelaskan bahwa kebahagiaan seorang hamba Allah itu tergantung kepada pemeliharaan kemaluannya dari berbagai penyalahgunaan supaya tidak termasuk orang yang tercela dan melampaui batas.

Menahan ajakan hawa nafsu, jauh lebih ringan daripada menanggung akibat dari perbuatan zina itu. Allah telah memerintahkan Nabi-Nya supaya menyampaikan perintah itu kepada umatnya, agar mereka menahan pan-dangannya dan memelihara kemaluannya dengan firman:

Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. (an-Nur/24: 30).

Tafsir Quraish Shihab: Maka, orang yang berhubungan dengan wanita di luar dua cara yang dibolehkan ini, berarti telah melanggar batas yang telah ditentukan oleh agama.

Surah Al-Mu’minun Ayat 8
وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ

Terjemahan: Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.

Tafsir Jalalain: وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ (Dan orang-orang yang terhadap amanat yang dipercayakan kepada mereka) dapat dibaca secara jamak dan mufrad, yakni Amaanaatihim dan Amaanatihim وَعَهْدِهِمْ (dan janji mereka) yang mereka adakan di antara sesama mereka atau antara mereka dengan Allah, seperti salat dan lain-lainnya رَاعُونَ (mereka memeliharanya) benar-benar menjaganya.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (“Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat [yang dipikulnya] dan janjinya.”) yakni jika mereka diberi kepercayaan, maka mereka tidak akan mengkhianatinya tetapi mereka menunaikannya kepada yang berhak. Dan jika mereka berjanji atau melakukan akan perjanjian, maka mereka menepatinya, tidak seperti sifat-sifat orang munafik.

Tafsir Kemenag: Memelihara amanat-amanat yang dipikulnya dan menepati janjinya. Dalam ayat ini Allah menerangkan sifat keenam dari orang mukmin yang beruntung itu, ialah suka memelihara amanat-amanat yang dipikulnya, baik dari Allah ataupun dari sesama manusia, yaitu bilamana kepada mereka dititipkan barang atau uang sebagai amanat yang harus disampaikan kepada orang lain, maka mereka benar-benar menyampaikan amanat itu sebagaimana mestinya, dan tidak berbuat khianat.

Demikian pula bila mereka mengadakan perjanjian, mereka memenuhinya dengan sempurna. Mereka menjauhkan diri dari sifat kemunafikan seperti tersebut dalam sebuah hadis yang masyhur, yang menyatakan bahwa tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu kalau berbicara suka berdusta, jika menjanjikan sesuatu suka menyalahi janji dan jika diberi amanat suka berkhianat.

Tafsir Quraish Shihab: Di samping itu, orang-orang Mukmin selalu menjaga apa saja yang diamanatkan kepadanya, baik harta, perkataan (pesan) atau perbuatan dan sebagainya. Juga selalu menepati janji mereka kepada Allah dan janji antara sesama mereka. Mereka tidak mengkhianati amanat dan juga tidak melanggar janji.

Surah Al-Mu’minun Ayat 9
وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ

Terjemahan: dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.

Tafsir Jalalain: وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ (Dan orang-orang yang terhadap salat mereka) dapat dibaca dalam bentuk jamak dan mufrad, yakni Shalawaatihim dan shalaatihim يُحَافِظُونَ (mereka memeliharanya) mereka mengerjakannya tepat pada waktu-waktunya.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (“Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.”) maksudnya senantiasa mereka mengerjakannya tepat pada waktunya, sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Mas’ud, aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw., kutanyakan: “Ya Rasulallah, apakah amal perbuatan yang paling disukai Allah?” Beliau menjawab:

“Shalat tepat pada waktunya.” “Lalu apa lagi?” tanyaku. Beliau menjawab: “Berbakti kepada kedua orang tua.” “Kemudian apa lagi?” tanyaku lebih lanjut. Maka beliau menjawab: “Jihad di jalan Allah.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab ash-Shahihain. Qatadah berkata: “Tepat pada waktunya, ruku’ dan sujudnya.”

Tafsir Kemenag: Memelihara salat yang lima waktu. Dalam ayat ini Allah menerangkan sifat yang ketujuh, yaitu orang mukmin yang berbahagia itu selalu memelihara dan memperhatikan salat lima waktu secara sempurna, tepat waktu, dan memenuhi persyaratan dan rukun-rukun.

Baca Juga:  Surah An Nisa Ayat 40-42; Seri Tadabbur Al Qur'an

Ayat ini tidak sama dengan ayat kedua di atas, sebab di sana disebutkan bahwa mereka khusyuk dalam salatnya, sedangkan di sini disebutkan, bahwa mereka selalu memelihara salat dengan tertib dan teratur. Kelompok ayat-ayat ini dimulai dengan menyebutkan salat dan disudahi pula dengan menyebut salat, hal ini memberi peringatan betapa pentingnya salat yang telah dijadikan tiang agama.

Rasulullah pernah bersabda, “Barang siapa yang mendirikan salat sungguh ia telah mendirikan agama dan barang siapa yang meninggalkan salat, sungguh ia telah merobohkan agama.” Berikut penjelasan hadis mengenai keutamaan salat:

Dari Abdullah bin Mas’ud berkata, saya bertanya kepada Rasulullah, amalan apa yang paling dicintai Allah, Nabi menjawab, salat pada waktunya, kemudian apa? Nabi menjawab, birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua). Kemudian apa lagi? Nabi bersabda, jihad di jalan Allah. (Riwayat asy-Syaikhan)

Tersebut pula dalam sebuah hadis Nabi saw: Dari sauban, Nabi bersabda, “Istiqamahlah kamu dan jangan menghitung-hitung. Ketahuilah bahwa perbuatanmu yang paling baik ialah salat, dan tidak ada orang yang menjaga salat melainkan orang yang beriman. (Riwayat Ahmad, al-hakim dan al-Baihaqi).

Tafsir Quraish Shihab: Mereka juga selalu melaksanakan salat dengan khusyuk, tepat pada waktunya dan lengkap dengan rukun-rukunnya, hingga benar-benar melaksanakannya sesuai tujuan salat, yaitu mencegah kejahatan dan kemungkaran.

Surah Al-Mu’minun Ayat 10
أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ

Terjemahan: Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi,

Tafsir Jalalain: أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ (Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi) bukan selain mereka.

Tafsir Ibnu Katsir: Setelah Allah mensifati mereka dengan sifat-sifat terpuji dan berbagai perbuatan mulia, Dia berfirman: أُولَئِكَ هُمُ الْوَارِثُونَ (“Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, [yakni] yang akan mewarisi) dalam kitab ash-Shahihain disebutkan, bahwa Rasulullah saw. telah bersabda:

“Jika kalian meminta surga kepada Allah, maka mintalah surga Firdaus kepada-Nya, karena sesungguhnay Firdaus adalah surga yang paling tengah-tengah dan paling tinggi. Diperlihatkan kepadaku di atasnya terdapat ‘Arsy Rabb yang Mahapemurah.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Tafsir Kemenag: Memelihara salat yang lima waktu. Dalam ayat ini Allah menerangkan sifat yang ketujuh, yaitu orang mukmin yang berbahagia itu selalu memelihara dan memperhatikan salat lima waktu secara sempurna, tepat waktu, dan memenuhi persyaratan dan rukun-rukun.

Ayat ini tidak sama dengan ayat kedua di atas, sebab di sana disebutkan bahwa mereka khusyuk dalam salatnya, sedangkan di sini disebutkan, bahwa mereka selalu memelihara salat dengan tertib dan teratur. Kelompok ayat-ayat ini dimulai dengan menyebutkan salat dan disudahi pula dengan menyebut salat, hal ini memberi peringatan betapa pentingnya salat yang telah dijadikan tiang agama.

Rasulullah pernah bersabda, “Barang siapa yang mendirikan salat sungguh ia telah mendirikan agama dan barang siapa yang meninggalkan salat, sungguh ia telah merobohkan agama.” Berikut penjelasan hadis mengenai keutamaan salat:

Dari Abdullah bin Mas’ud berkata, saya bertanya kepada Rasulullah, amalan apa yang paling dicintai Allah, Nabi menjawab, salat pada waktunya, kemudian apa? Nabi menjawab, birrul walidain (berbuat baik kepada kedua orang tua). Kemudian apa lagi? Nabi bersabda, jihad di jalan Allah. (Riwayat asy-Syaikhan)

Tersebut pula dalam sebuah hadis Nabi saw: Dari sauban, Nabi bersabda, “Istiqamahlah kamu dan jangan menghitung-hitung. Ketahuilah bahwa perbuatanmu yang paling baik ialah salat, dan tidak ada orang yang menjaga salat melainkan orang yang beriman. (Riwayat Ahmad, al-hakim dan al-Baihaqi).

Tafsir Quraish Shihab: Mereka yang memiliki ciri-ciri seperti itu akan memperoleh semua kebaikan dan akan menerimanya di hari kiamat.

Surah Al-Mu’minun Ayat 11
الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Terjemahan: (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.

Tafsir Jalalain: الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ (Yakni yang akan mewarisi surga Firdaus) yaitu surga yang tempatnya paling tinggi. هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ (Mereka kekal di dalamnya) di dalam ayat-ayat yang telah lalu terkandung isyarat yang menunjukkan tempat kembali di akhirat. Hal ini sangat relevan bila disebutkan hal-hal yang menyangkut masalah permulaan atau asal kejadian, sesudah pembahasan tadi.

Tafsir Ibnu Katsir: Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. dia bercerita, Rasulullah saw. bersabda: “Tidak seorang pun dari kalian melainkan mempunyai dua kedudukan. Satu kedudukan di surga dan satu kedudukan di neraka. jika dia mati dan masuk neraka, maka kedudukannya di surga diwarisi oleh penghuni surga. Dan itulah makna firman-Nya: ‘Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi.’” (HR Ibnu Majah)

Dan yang lebih mendalam dari hal itu adalah apa yang ditegaskan dalam shahih Muslim, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, dari ayahnya, dari Nabi, beliau bersabda: “Pada hari kiamat kelak, akan datang beberapa orang dari kaum Muslimin dengan membawa dosa sebesar gunung, lalu Allah memberikan ampunan kepada mereka dan meletakkannya kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani.”

Dan dalam lafadz yang juga milik Muslim, Rasulullah saw. bersabda: “Jika hari kiamat tiba, Allah menyodorkan kepada setiap Muslim seorang Yahudi atau Nasrani, lalu dikatakan: ‘Inilah pembebas [tebusan]mu dari Neraka.’” (HR Muslim).

Maka ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz pernah meminta kepada Abu Burdah untuk bersumpah dengan menyebut: “Demi Allah yang tiada Ilah (Yang haq) selain Dia,” sebanyak tiga kali, bahwa ayahnya pernah menyampaikan hadits dari Rasulullah saw. tentang hal itu. Maka Abu Burdah pun bersumpah kepadanya.

Perlu saya (Ibnu Katsir) katakan: “Ayat ini senada dengan firman Allah Ta’ala berikut ini, “Itulah surge yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa.” (QS. Maryam: 63). Wallahu a’lam.

Tafsir Kemenag: Mereka yang memiliki tujuh sifat mulia itu akan mewarisi surga, disebabkan amal kebajikan mereka selama hidup di dunia, yaitu surga Firdaus yang paling tinggi, yang di atasnya berada `Arsy Allah Yang Maha Pemurah, dan mereka kekal di dalamnya. Umar meriwayatkan sebuah hadis, dimana Rasulullah saw bersabda:

Dari Umar bin al-Khattab, Rasulullah bersabda, “Telah diturunkan kepadaku sepuluh ayat: Barang siapa yang menegakkannya akan masuk surga, lalu ia membaca sepuluh ayat ini dari permulaan Surah al-Mu`minun. (Riwayat at-Tirmidzi).

Tafsir Quraish Shihab: Mereka akan memperoleh anugerah surga Firdaus dari Allah subhanahu wa ta’ala, sebuah tempat tertinggi di dalam surga. Di sana mereka bersenang-senang, tanpa ada orang lain bersama mereka.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Mu’minun Ayat 1-11 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S