Syahadat Saat Akad Nikah, Ini Bacaan dan Hukumnya Dalam Islam

Syahadat Saat Akad Nikah, Ini Bacaan dan Hukumnya Dalam Islam

Pecihitam.org – Syahadat merupakan rukun Islam yang pertama. Seseorang tidak dapat dikatakan Muslim sebelum dia mengucapkan syahadat. Amal baik seseorang apa pun bentuknya mulai dari sedekah, membantu orang lain dan lain sebagainya tidak akan diterima oleh Allah kecuali telah mengucapkan kalimat ini.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Syahadat mengandung dua pengakuan keimanan atau ikrar keimanan. Pertama, pengakuan keimanan kepada Allah sebagai Tuhan yang berhak diimani dan disembah, yang disebut syahadat tauhid. Kedua, pengakuan keimanan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan utusan Allah, yang disebut syahadat Nabawiyah.

Syahadat merupakan asas Islam dan pondasi Islam yang pertama, yang wajib diketahui oleh setiap muslim sebagai pondasi kekuatan Islam, yang pertama wajib kepada manusia adalah Ma’rifat kepada Allah disertai dengan dalil. Hal ini menunjukan bahwa syahadat merupakan perkara yang mesti dipahami dengan benar, tidak hanya dipahami dengan pemahaman taqlid akan tetapi berdasarkan dengan pemahaman dan keyakinan dalam hati.

Di zaman Nabi, masyarakat Arab pada masa itu memahami betul makna syahadatain ini. Pada suatu peristiwa ketika Nabi mengumpulkan para pemimpin Quraisy dari kalangan Bani Hasyim, Nabi bersabda, “Wahai saudara-saudara, maukah kalian aku beri satu kalimat, dimana dengan kalimat itu kalian akan dapat menguasai seluruh jazirah Arab?” Kemudian Abu Jahal menjawab, “Jangankan satu kalimat, sepuluh kalimat berikan kepadaku.” Kemudian Nabi bersabda, “Ucapkanlah laa ilaha illa Allah dan Muhammad Rasulullah.” Abu Jahal pun menjawab, “Kalau itu yang engkau minta, berarti engkau mengumandangkan peperangan dengan semua orang Arab dan bukan Arab.”

Baca Juga:  Hei, yang Anti Maulid! Kamu Harus Tahu, Orang Pertama yang Merayakan Maulid Adalah Nabi Sendiri

Abu Jahal paham betul makna kalimat syahadat, justru ia menolaknya karena tidak mau menerima sikap tunduk, taat, dan patuh kepada Allah saja. Dia sadar jika ia bersikap demikian, maka semua orang akan tidak tunduk lagi kepadanya. Abu Jahal khawatir jika nantinya kehilangan loyalitas dari kaum dan bangsanya. Abu Jahal tau, bahwa syahadat artinya menerima semua aturan dan segala akibatnya. Bagi kaum jahiliyah, mengaplikasikan syahadat inilah yang masih sulit diterima.

Dalam tradisi perkawinan Islam di Indonesia, syahadat digunakan dalam pernikahan ketika Ijab qobul, yang di pimpin oleh naib dari petugas KUA. Syahadat Saat Akad nikah bukanlah termasuk dalam rukun dan syarat nikah, melainkan fatwa dari para ulama NU yang tergabung dalam Lajnah Bahsul Masail pada muktamar NU ke-3 di Surabaya pada tahun 1928, yang berfatwa “Dianjurkan kepada penghulu untuk mengajak wali, kedua mempelai dan dua saksi membaca istighfar dan syahadat sebelum akad nikah”. Tujuannya untuk membenarkan keIslamannya dengan kesungguhan hati dari pasangan yang melangsungkan perkawinan. Hal ini merujuk pada buku Tradisi Intelektual NU karya Ahmad Zahro.

Baca Juga:  Begini Para Sahabat Nabi Bangun Kerukunan Meski Beda Pendapat

Sebelum melaksanakan akad nikah, syahadat juga digunakan dalam pembukaan khutbah nikah. Hukum melaksanakan khutbah nikah ini adalah sunnah. Dalam kitab al-Adzkar karya Imam al-Nawawi dijelaskan, bahwa membaca khutbah nikah ini adalah sunnah dan tidak perlu dibacakan oleh calon mempelai pria.

Ada juga yang berpendapat kalau khutbah nikah ini hukumnya wajib, yaitu Dawud al-Zhahiri. Ia menganggap bahwa jika seseorang tidak membacanya, maka akad nikah tersebut tidak sah. Oleh mayoritas ulama, pendapat Dawud al-Zhahiri ini digolongkan sebagai pendapat yang bisa diterima (mu’tabar).

Syahadat juga merupakan salah satu kalimat yang termasuk dalam awal rangkaian bacaan khutbah nikah, seperti disebutkan dalam hadis riwayat Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasa’i, Ibn Majah, dan lainnya dari Abdullah bin Mas’ud.

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.

Baca Juga:  Pesan Umar bin Abdul Aziz Untuk Para Hakim

Dalam praktiknya di masyarakat, ada pula yang menggunakan rangkaian kalimat seperti di bawah ini:

أستغفر الله العظيم. (تيكا كالي). الذي لآ اله الا هو الحي القيوم وأتوب اليك

أشهد ان لااله الا الله وأشهد ان محمدا رسول الله

Melihat hadits diatas bahwasanya Syahadat Saat Akad nikah merupakan sebuah tradisi baik yang meskipun bukan merupakan rukun dan syarat sahnya sebuah pernikahan, tapi tetap akan lebih baik jika dilakukan.

Mohammad Mufid Muwaffaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *