Ternyata, Shalat Wajib Itu Cuma Satu, Bukan Lima!

Ternyata, Shalat Wajib Itu Cuma Satu, Bukan Lima

Pecihitam.org – Selama ini umumnya kita memahami bahwa Shalat yang wajib dikerjakan dalam sehari semalam itu ada 5. Tapi, bagi Madzhab Imam Abu Hanifah ternyata Shalat wajib itu hanya satu saja, yaitu Shalat Witir.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Jadi tidak perlu kaget dan heran dulu apalagi jika langsung menjudge tulisan ini menyesatkan hanya karena membaca judulnya. Penulis berharap, semoga Tulisan ini memahamkan kita bahwa khazanah Ilmu Islam itu sangat luas dan sehrusnya tidak menjadikan kita Umat yang merasa pendapat kita sendirilah yang paling benar.

Baik, kita lanjutkan..

Lalu apa Dasar dari Pendapat Madzhab Hanafi yang mengatakan bahwa Shalat Wajib itu hanya Shalat Witir saja?

Pendapat yang telah penulis sebutkan di atas berangkat dari beberapa hadits Nabi Muhammad SAW berikut ini:

إِنَّ اللَّهَ وِتْرٌ يُحِبُّ الْوِتْرَ فَأَوْتِرُوا يَا أَهْل الْقُرْآنِ

”Sesungguhnya Allah itu ganjil dan menyukai yang ganjil. Maka lakukanlah shalat witir wahai ahli Al-Quran.” (HR. Bukhari Muslim)

الْوِتْرُ حَقٌّ فَمَنْ لَمْ يُوتِرْ فَلَيْسَ مِنَّا

”Witir itu kewajiban, maka barangsiapa yang tidak melaksanakan shalat witir maka dia bukan bagian dari kami.” (HR. Abu Dawud)

Baca Juga:  Ini Tiga Dimensi Mudlorot Hoax, Nomor 3 Sering Diremehkan

إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى أَمَدَّكُمْ بِصَلاَةٍ هِيَ خَيْرٌ لَكُمْ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ وَهِيَ صَلاَةُ الْوِتْرِ فَصَلُّوهَا مَا بَيْنَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى صَلاَةِ الْفَجْرِ

“Sesungguhnya Allah SWT telah menganugerahkan sebuah shalat yang lebih baik bagi kalian dari unta yang merah. Shalat itu adalah shalat witir. Kerjakanlah shalat witir itu di antara shalat Isya dan Shalat subuh. (HR. Tirmidzi)

Jadi, berdasarkan ketiga hadits tersebut dan beberapa lagi hadits yang lainnya, madzhab Hanafi memasukkan Witir sebagai shalat Wajib.

Jadi para penganut Madzhab Hanafi tidak Shalat 5 Waktu, alias hanya sekali saja Shalat dalam sehari?

Jawabannya ialah Mereka tetap mengerjakan shalat 5 Waktu, namun shalat tersebut bukan wajib hukumnya, akan tetapi termasuk Shalat Fardhu.

Ya, perlu kita pahami bahwa antara wajib dan fardhu bagi madzhab ini adalah dua hal yang berbeda. Meskipun bagi jumhur Ulama, keduanya adalah hal yang sama.

Sebagaimana yang disebutkan Imam al-Amidy (631 H) dalam kitabnya “al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam” (1/99) bahwa jumhur tidak membedakan antara wajib dan fardhu. Selama dilalah-nya jelas dan nyata menunjukkan kewajiban, itu adalah fardhu yang juga sebuah kewajiban.

Baca Juga:  Hukum Wanita Bernyanyi Dan Aturan Yang Menyertainya

Akan tetapi Madzhab Hanafi mengatakan, justru Fardhu itu derajatnya lebih tinggi daripada wajib, dan keduanya tidak sama.

Imam Abdul Aziz al-Bukhari (730 H) yang merupakan salah satu ulama masyhur dari madzhab ini; menjelaskan secara detil perbedaan antara Wajib dan Fardhu ini dalam kitab ushulnya; “Kasyf al-Asror, Syarhu Ushul al-Bazdawi” (2/303).

Beliau menjelaskan bahwa sangat jelas perbedaan antara fardhu dan wajib dari segi bahasa dan syara’. Menurutnya, fardhu menurut bahasa ialah al-Qath’u wa al-Taqdir, yaitu sesuatu yang pasti dan sudah ada ukuran atau takarannya.

Itulah juga alasannya kenapa ilmu waris disebut dengan istilah Faraidh, sebagai bentuk plural dari Faridhah yang artinya sesuatu yang sudah pasti dan sudah ada ukurannya.

Sedangkan wajib dalam bahasa menurutnya memiliki arti yang berbeda dengan fardhu. Wajib dari segi bahasa berarti Luzum, yaitu tuntutan yang harus dikerjakan. Akan tetapi bukan sesuatu yang terukur atau pasti.

Sedangkan menurut syara’, beliau mengartikan fardhu sebagai hukum yang lahir dari teks syariah dengan berisikan dilalah akan keharusan yang qath’iy (tidak multi tafsir), dan tsubut (sumber)-nya juga qath’iy (al-Qur’an dan hadits mutawatir).

Baca Juga:  Bagaimana Hukum Mencintai dan Merindukan Si Doi yang Belum Halal?

Sementara wajib adalah hukum yang lahir dari teks syariah yang dilalah-nya qaht’iy, sedangkan tsubut-nya dzhanni.

Jadi kesimpulan beliau, fardhu adalah sesuatu yang harus diyakini kewajibannya dalam hati, dan harus dilakukan oleh badan. Baginya, jika ada yang mengingkari ke-fardhu-an sesuatu yang sudah dihukumi fardhu, maka ia telah kafir.

Sedangkan wajib, bagi Madzhab ini adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan badan, namun tidak harus diyakini dalam hati. Maksudnya adalah mengignkari suatu kewajiban tidaklah membuat seorang muslim menjadi kafir.

Penjelasan mengenai wajib dan Fardhu dalam perspektif Madzhab Imam Abu Hanifah ini masih sangat banyak, dan akan membutuhkan waktu yang cukup panjang membahasnya. Begitu luasnya Khazanah Ilmu Syariah Islam ini.

M Resky S

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *