Bagaimana Hukum Berduaan dengan Bukan Mahram?

Bagaimana Hukum Berduaan dengan Bukan Mahram?

PeciHitam.org – Pergaulan antara laki-laki dan perempuan sudah diatur dalam Islam untuk menjaga kehormatan, melindungi harga diri dan kesucian. Hal tersebut juga berfungsi untuk mencegah perzinaan dan sebagai tindakan prefentif terjadinya kerusakan massal.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Di antaranya, Islam mengharamkan ikhtilath (bercampur laki-laki dan perempuan dalam satu tempat) dan khalwat (berduaan antara laki-laki dan perempuan), memerintahkan adanya sutrah (pembatas) yang syar’i dan menundukkan pandangan, meminimalisir pembicaraan dengan lawan jenis sesuai dengan kebutuhan, tidak memerdukan dan menghaluskan perkataan ketika bercakap dengan mereka, dan kriteria lainnya.

Adapunsalah satu  hadis yang menyinggung perihal berduaan dengan bukan mahram, yaitu:

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّوَمَعَهاَذُو مَحْرَمٍ

“Janganlah seorang laki-laki itu berkhalwat dengan seorang wanita kecuali ada mahram yang menyertai wanita tersebut.” (HR. Bukhari & Muslim)

Kata khalwat dalam bahasa Arab berasal dari kata kerja خال yang bermakna perseorangan. Sedang dalam kamus Lisan al-Arab, kata خلوة bermakna dasar tidak ada sesuatu padanya. Menurut Khalil ibn Syahin dalam kitabnya Al-Isyarat fi ‘Ilm al-‘Ibarat, mengatakan bahwa al-Khalwah ialah tempat istirahat atau juga disebut tempat tertutup.

Baca Juga:  Fiqih Zakat Praktis dan Lengkap (Pengertian dan Harta yang Wajid di Zakati) Bagian I

Sedangkan Menurut Imam an-Nawawi, berkata khalwat ialah berduaanya laki-laki asing dengan wanita asing (bukan mahram) tanpa disertai orang ketiga, maka ini adalah haram berdasarkan kesepakatan para ulama.

Menurut imam Abi Bakar Usman Bin Muhammad Syatho Adhimyati ulama dari mazhab Syafi’i dalam karyanya “Hasyiah I’anah Tholibhin” beliau mengungkapkan pendapatnya sebagai berikut:

Adapun hukum berkumpulnya seorang wanita dan seorang lelaki pada perayaan yang tidak melanggar hukum syar’iyah diakhir ramadhan (perayaan malam takbiran) adalah makruh Selama tidak terdapat persentuhan badan antara lawan jenis yang ajnaby secara sengaja dan tanpa kebutuhan dharurat. Maka jika terjadi persentuhan yang disengaja dan tidak dalam kebutuhan dharurat adalah haram hukumnya.

Perkara-perkara ini, menjadi kaidah yang penting untuk kebaikan semuanya. Sesunguhnya perkara ini berbeda antara satu dengan lainnya, atau satu kebudayaan dengan lainnya, dan pengakuan lainnya yang tidak sesuai dengan kenyataan dan realita.

Baca Juga:  Hukum Mengqadha Shalat Menurut Ulama Fiqih; Benarkah Diperbolehkan?

Adanya interaksi atau komunikasi antara laki-laki dan perempuan sebetulnya sah-sah saja, dengan catatan wanitanya tetap mengenakan hijabnya, tidak memerdukan suaranya (seolah merayu), dan tidak berbicara di luar kebutuhan.

Adapun jika wanitanya tidak menutup diri serta melembutkan suaranya, mendayu-dayukannya, bercanda, bergurau, atau perbuatan lain yang tidak layak, maka diharamkan. Bahkan bisa menjadi pintu bencana, kuburan penyesalan, dan menjadi penyebab terjadinya banyak kerusakan dan keburukan.

Pada dasarnya larangan berduaan dengan yang bukan mahram lebih didasarkan kepada fitnah yang akan terjadi dengan berkumpulnya seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang bukan mahram.

Mempertimbangkan kondisi dan juga pendapat para ulama yang memberi catatan bahwa ketidakbolehannya adalah karena berkhalwat, namun bisa jadi boleh dengan syarat memang benar-benar aman dari fitnah. Salah satu indikasi amannya dari fitnah berdua-duaan adalah dengan adanya orang lain yang ada di tempat itu, baik satu orang maupun di tempat ramai yang tidak memungkinkan terjadi mafsadat (kerusakan atau hal-hal yang tidak diinginkan).

Baca Juga:  Ibu Menyusui Bolehkah Puasa? Ini Penjelasannya untuk Kamu

Mahram tidak harus dipahami sebagai person akan tetapi sistem keamanan yang menjamin keselamatan bagi kaum wanita. Pemahaman semacam ini tampaknya akan lebih kontekstual, terhadap perubahan dan perkembangan zaman.

Menghindari perbuatan khalwat sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena dengan menghindarinya dapat terjaga martabat dan harga diri manusia khususnya perempuan serta terhindarnya perbuatan tindak asusila.

Mohammad Mufid Muwaffaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *