Biografi Syaikh Muhammad Ibnu Jarir at Thabari

ibnu jarir at thabari

Pecihitam.org – Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir At-Thabari atau lebih dikenal dengan Ibnu Jarir at Thabari. Adz Dzahabi mengatakan bahwa beliau adalah seorang imam, mujtahid, ulama di masanya, dan sang pemilik karya tulis yang sangat indah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Beliau dilahirkan pada tahun 224 H (839 M) di Thabaristan tepatnya di Kota Amul. Kota ini merupakan kota terbesar di Thabaristan dan merupakan salah satu propinsi di Persia yang terletak di sebelah utara Gunung Alburz.

Adapun At Thabari diambil dari nama tempat beliau dilahirkan yaitu di Thabaristan. Beliau dari penduduk Aamuly, bagian dari daerah Thobristan, karena itulah sesekali ia disebut sebagai Amuli selain dengan sebutan yang masyhur dengan at-Thabari.

Uniknya Imam Thabari dikenal dengan sebutan kuniyah Abu Jakfar, padahal para ahli sejarah telah mencatat bahwa sampai masa akhir hidupnya Imam Thabari tidak pernah menikah. Beliau dilahirkan pada akhir tahun 224 H awal tahun 225.

Para sejarawan yang menulis biografi Ibnu Jarir al-Thabari tidak banyak menjelaskan kondisi keluarga ulama besar ini. Hanya saja, dari sumber yang sangat terbatas tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga al-Thabari tergolong sederhana, kalau tidak dikatakan miskin, namun ayahnya sangat mementingkan pendidikan putranya tersebut.

Jika melihat faktor lingkungan ketika masa hidup Imam Thabari, maka di masa tersebut adalah masa dimana tradisi keilmuan Islam mengakar kuat terbukti dengan munculnya sejumlah ulama besar dari daerah Amul, seperti Ahmad bin Harun al-Amuli, Abu Ishaq bin Basyar al-Amuli, Abdullah bin Hamad al-Amuli dan ulama besar lainnya.

Selain faktor lingkungan, faktor keluarga juga sangat berperan penting dalam menumbuhkan semangat mencari ilmu pada diri Imam Thabari. Beliau pernah bercerita dihadapan murid-muridnya tentang dukungan ayahnya, Jabir bin Yazid kepadanya dalam menuntut ilmu dan pengalamannya di masa kanak-kanak.

Ibnu Jarir at Thabari berkata: “Aku sudah hafal Al Qur’an ketika aku berumur 7 tahun, dan sholat bersama manusia (jadi imam) ketika berumur 8 tahun, dan mulai menulis hadist ketika berumur 9 tahun, dan ayahku bermimpi, bahwa aku berada di depan Rasulullah dengan membawa tempat yang penuh dengan batu, lalu aku lemparkan didepan Rasulullah. Lalu penta’bir mimpi berkata kepada ayahku: “Sekiranya nanti beranjak dewasa dia akan berguna bagi Diennya dan menyuburkan syari’atnya, dari sinilah ayahku bersemangat dalam mendidikku”.

Semasa hidupnya, ia belajar di kota Ray, Baghdad, kemudian Syam dan juga di Mesir. Beliau banyak bersafar dan berguru dengan ahli sejarah, beliau juga salah seorang yang memiliki banyak disiplin, cerdas, banyak karangannya dan dan belum ada yang menyamainya.

Daftar Pembahasan:

Guru dan Muridnya

Para guru Ibnu Jarir Ath-Thabari sebagaimana disebutkan Adz-Dzahabi yaitu:

  1. Muhammad bin Abdul Malik bin Abi Asy-Syawarib.
  2. Ismail bin Musa As-Sanadi, Ishaq bin Abi Israel.
  3. Muhammad bin Abi Ma’syar.
  4. Muhammad bin Hamid Ar-Razi, Ahmad bin Mani’.
  5. Abu Kuraib Muhammad bin Abd Al-A’la Ash-Shan’ani.
  6. Muhammad bin Al-Mutsanna, Sufyan bin Waqi’.
  7. Fadhl bin Ash-Shabbah, Abdah bin Abdullah Ash-Shaffar, dll.
Baca Juga:  Ibnu Aththar, Seorang Ulama yang Dijuluki Nawawi Junior

Sedangkan muridnya yaitu:

  1. Abu Syuaib bin Al-Hasan Al-Harrani.
  2. Abul Qasim Ath-Thabarani.
  3. Ahmad bin Kamil Al-Qadhi.
  4. Abu Bakar Asy-Syafi’I.
  5. Abu Ahmad Ibnu Adi.
  6. Mukhallad bin Ja’far Al-Baqrahi.
  7. Abu Muhammad Ibnu Zaid Al-Qadhi.
  8. Ahmad bin Al-Qasim Al-Khasysyab.
  9. Abu Amr Muhammad bin Ahmad bin Hamdan.
  10. Abu Ja’far bin Ahmad bin Ali Al-Katib.
  11. Abdul Ghaffar bin Ubaidillah Al-Hudhaibi.
  12. Abu Al-Mufadhadhal Muhammad bin Abdillah Asy-Syaibani.
  13. Mu’alla bin Said, dll.

Ahli Sejarah

Ibnu Jarir At-Thabari dikenal juga sebagai sejawan muslim yang sangat populer, kalau dibandingakna dengan ahli hadits sama terkenalnya dengan Bukhari dan Muslim. Dalam menulis sejarah Al-Thabari mempunyai metode-motode yang sangat unik. Inilah yang membedakan dia dengan sejarawan-sejarawan yang lain baik sejarawan sebelumnya maupun sesudahnya.

Hal-hal yang berkenaan dengan metode penulisan sejarah Al-Thabari adalah:

  1. Berdasarkan kepada Riwayat
    Dalam hal ini dia berpendapat bahwa sejarawan tidak otentik apabila hanya bersandar kepada logika dan kias. Di dalam muqodimah kitab sejarahnya ia berkata : “ Hendaknya para pembaca mengetahui bahwa semua informasi yang disajikan di dalam kitab ini adalah informasi yang aku peroleh/terima/dengar dari perawinya langsung, dan aku tidak menyandarkannya kepada alasan-alasan logika, kecuali sangat sedikit.”
    Karena disandarkan hanya kepada perawinya, maka di dalam kitabnya banyak ditemukan informasi yang berbeda-beda tentang peristiwa yang sama. Dalam hal ini, al-Thabari sendiri membiarkan para pembaca untuk menyeleksi, menilai, dan memilih informasi-informasi yang disajikan itu.
  2. Sangat Memperhatikan Sanad
    Informasi yang disajikan dalam kitabnya disertai peyebutan perawi dan sanadnya sehingga sampai kepada tangan pertama. Sebagaimana yang dilakukan oleh para ahli hadits dalam meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah Saw.
    Akan tetapi, dibagian akhir bukunya, terlihat bahwa dia tidak begitu ketat kepada sanad ini, seperti tidak lagi menyebut nama sumber pengambilan informasi. Ahmad Muhammad Hufi berpendapat bahwa sebab tidak ketatnya al-Thabari dalam menyebutkan perawi dan sanad dalam informasi-informasi yang tertuang dalam bukunya pada bagian akhir itu adalah karena informasi-informasi yang disajikan itu dapat menimbulkan kemurkaan penguasa.Oleh karena itu, al-Thabari berupaya mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan terhadap sumber informasi tersebut.
  3. Sistematika penulisannya bersifat kronologi berdasarkan tahun (hawliyat, annalistic form).
    Pada bagian bukunya yang menyajikan informasi sejarah sebelum Islam, peristiwa-peristiwa itu tidak disusun berdasarkan tahun, karena hal itu di luar kemampuannya. Bagian ini dimulainya dengan penciptaan Adam, kemudian Nabi-nabi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa masing-masing, kemudian raja-raja yang semasa dengan para nabi itu dan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa mereka, dan kemudian dia menyebut tentang umat-umat yang tumbuh setelah para nabi itu, sampai masa kelahiran islam.
    Kemudian pada bagian yang menyajikan peristiwa-peristiwa sejarah setelah kedatangan Islam, sistematika penulisannya dilakukan berdasarkan tahun demi tahun, sejak awal sejarahnya Nabi Muhammad ke Madinah sampai tahun 302 H. pada setiap tahun disajikannya peristiwa-peristiwa yang pantas disajikan.
  4. Informasi yang umum
    Informasi-informasi sejarah yang tidak ada hubungannya dengan waktu tertentu, ditulis sendiri secara tematik. Misalnya, setelah membicarakan peristiwa-peristiwa pada masa pemerintahan khalifah tertentu, setelah itu dia membicarakan sifat-sifat, akhlak, dan keistimewaan-keistimewaan khalifah bersangkutan.
  5. Menyajikan juga teks-teks sastra (syair)
    At-Thabari banyak juga menuliskan teks-teks, sastra, syair, khitobah, surat-surat, dan perbincangan-perbincangan pada peristiwa-peristiwa sejarah. Hal ini beliau meniru para sejarawan dan satrawan sebelumnya. Kajian sejarah kitab ini berhenti pada tahun 320 H (915 M) dilanjutkan oleh para sejarawan sesudahnya.
Baca Juga:  Profil Lengkap KH. Said Aqil Siradj, Nasab, Keilmuan, Karir dan Teladannya

Karya-Karya Imam Ath-Thabari

  1. Kitab Adabul Qodho’ ( Al Hukkam)
  2. Kitab Adabul Manasik
  3. Kitab Adab an-Nufuus
  4. Kitab Syarai’al-Islam
  5. Kitab Ikhtilaful Ulama’ atau Ikhtilaful Fuqoha’ atau Ikhtilafu Ulama’il Amshor fie Akhkami Syaroi’il Islam.
  6. Kitab Al Basith, tentang kitab ini beliau Imam Adz Dzahabi berkata: “Pembahasan pertama adalah tentang thoharoh, dan semua kitab itu berjumlah 1500 lembar.
  7. Kitab Tarikhul Umam wal Muluk (Tarikhul Rusul wal Muluk)
  8. Kitab Tarikhul Rijal minas Shahabah wat Tabi’in.
  9. Kitab at-Tabshir.
  10. Kitab Tahdzib Atsar wa Tafsiilust Tsabit ‘Ani Rasulullah Saw Minal Akhbar. Az-Dzahabi ketika mengomentari kitab ini mengatakan bahwa kitab ini termasuk salah satu kitab istimewanya Ibnu jarir, dimulai dengan sanad yang shadiq, lalu bebicara pada Ilal, thuruq dan fiqih hadits, ikhtiklaf ulama serta hujjah mereka, dalam kitab ini juga disebutkan makna-makna asing serta bantahan kepada Mulhiddin, kitab ini menjadi lebih sempurna lagi dengan adanya sanad al-Asyrah, Ahlu al-Bait, al-Mawali dan beberapa sanad dari Ibnu Abbas, dan kitab ini belum selesai pada akhir kematiaannya, lalu ia mengatakan: jika saja kitab ini dkteruskan, niscaya bisa sampai beratus-ratus jilid.
  11. Kitab Al Jaami’ fiel Qira’at
  12. Kitab Haditsul Yaman
  13. Kitab Ar Rad ‘Ala Ibni ‘Abdil Hakim
  14. Kitab az- Zakat
  15. Kitab Al ‘Aqidah
  16. Kitabul fadhail
  17. Kitab Fadhail Ali Ibni Thalib
  18. Kitab Mukhtashar Al Faraidz
  19. Kitab Al Washaya, Dan masih banyak lagi kitab-kitab beliau yang tidak di sebutkan disini.
Baca Juga:  Teungku Abu Bakar Aceh, Ulama Nusantara yang Produktif

Akhir Hayatnya

Ahmad bin Kamil berkata, “Ibnu Jarir Ath-Thabari meninggal pada waktu sore, dua hari sisa bulan Syawal tahun 310 Hijriyah. Beliau dimakamkan di rumahnya, di mihrab Ya’qub, Baghdad.”

Abu Muhammad Al Farghani (salah seorang murid Ibnu Jarir) mengatakan Abu Bakr Ad-Dinawari berkisah bahwa ketika tiba waktu salat dhuhur pada hari meninggalnya beliau yaitu hari senin, Ibnu Jarir meminta air untuk memperbarui wudhunya. Lalu ada yang berkata kepadanya, “Sebaiknya anda mengakhirkan salat dhuhur dan menjamaknya dengan salat Ashar”.

Namun beliau menolak dan mengerjakan salat dhuhur sendiri pada awal waktunya. Demikian halnya salat Ashar beliau kerjakan pada waktunya dengan tata cara salat yang sempurna dan baik.

Tatkala Ibnu Jarir akan meninggal dunia, ada beberapa orang yang yang berada di samping beliau dan di antaranya adalah Abu Bakr bin Kamil. Saat itu ada yang bertanya kepada beliau sebelum menghembuskan nafas yang terakhir. “Wahai Abu Ja’far, anda adalah hujjah antara kami dan Allah pada urusan agama kami. Apakah ada sesuatu yang hendak anda wasiatkan kepada kami terkait dengan urusan agama kami atau suatu keterangan yang kami mengharapkan keselamatan dengannya?”

Beliau pun menjawab, “Yang aku beribadah kepada Allah dengannya dan aku wasiatkan kepada kaian adalah apa yang aku ikaarkan dalam kitab-kitabku, maka amalkanlah”.

Kemudian setelah itu, beliau pun meninggal. semoga Allah merahmati beliau dan membalas kebaikan-kebaikannya. Wallahua’lam Bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *