Hukum Mencium Tangan Orang yang Lebih Tua dan Pejabat Negara

hukum mencium tangan

Pecihitam.org – Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang santun, bangsa yang bermoral, bangsa yang beradab dan beretika. Menghormati yang tua dan menghargai yang muda. Mudah memaafkan dan tidak mudah tersulut api emosi. Ramah, sopan dan santun terhadap siapapun.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Karakter umum bangsa Indonesia ini disebabkan karena kondisi geografisnya yang tropis. Bangsa luar melihat bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya, bangsa yang memiliki adat ketimuran yang khas.

Oleh karena itu, muncullah tradisi yang langka dan jarang bahkan tidak dilakukan oleh bangsa manapun dan di negara manapun. Seperti tradisi sungkeman, mencuci kaki orang tua, menunduk ketika berbicara dengan kyai/ulama, cium tangan terhadap orang yang lebih tua dan lain sebagainya.

Tradisi-tradisi itulah yang menjadikan bangsa Indonesia beda dari bangsa lain dan istimewa karenanya. Hal ini juga sekaligus menjadi identitas bangsa Indonesia, baik pada saat berada di negaranya maupun tidak sedang berada di negaranya.

Oleh karena itu, tradisi-tradisi yang melambangkan identitas bangsa ini kiranya dijaga dan tetap dilestarikan karena mengandung nilai kebaikan.

Selain dipandang baik oleh adat kebudayaan, menghormati yang lebih tua dan mengagungkannya adalah perintah agama. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi saw riwayat Abu Dawud dari Ibnu Sarh, yaitu:

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَابْنُ السَّرْحِ قَالَا حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ ابْنِ أَبِي نَجِيحٍ عَنْ ابْنِ عَامِرٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو يَرْوِيهِ قَالَ ابْنُ السَّرْحِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ حَقَّ كَبِيرِنَا فَلَيْسَ مِنَّا

Baca Juga:  Hukum Aqiqah dengan Sapi Menurut Pandangan Ulama

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan Ibnu As Sarh keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Ibnu Abu Najih dari Ibnu Amir dari Abdullah bin Amru ia meriwayatkan; Ibnu As Sarh berkata; dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Siapa yang tidak menyayangi orang yang kecil di antara kami dan tidak mengerti hak orang yang lebih besar di antara kami, maka ia bukan dari golongan kami.” [HR. Abu Daud]

Hadis ini termaktub dalam kitab Adab bab fii al-Rahmah. Kualitasnya sanad dan matannya shahih. Hadis serupa juga diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Imam Ahmad. Semakna juga diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

Dalam kitab syarah Sunan Abu Daud, yakni ‘Aunul Ma’bud dijelaskan dengan singkat dan lugas, yaitu:

( ويعرف ) : بالجزم ( حق كبيرنا ) : أي بما يستحقه من التعظيم والتبجيل ( فليس منا ) :أي من أهل سنتنا

Artinya: “Lafaz يعرف dibaca jazm (ya’rif). Yang dimaksud dengan “hak-hak orang yang lebih besar (lebih tua) di antara kami” adalah hak untuk mendapatkan penghormatan dan pemuliaan. Sedangkan yang dimaksud dengan “bukanlah dari golongan kami” adalah bukan dari golongan pengamal sunnah kami.”

Dari syarh tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang tidak menyayangi yang muda dan tidak memberikan hak terhadap yang tua yaitu hak mendapatkan penghormatan dan pemuliaan seperti mencium tangan, tidak mendahuluinya saat jalan kecuali izin darinya, tidak berbicara keras terhadapnya dan lain sebagainya, maka ia tidak termasuk golongan pengamal sunnah Rasulullah saw.

Baca Juga:  Perdebatan Terkait Sejarah Penciptaan Manusia Pertama Kali dalam al-Quran

Lantas bagaimana jika menghormatinya karena orang tersebut kaya, bertahta dan hal lainnya yang bersifat dunia? Apakah yang demikian boleh?

Menurut Imam Nawawi yang dikutip oleh Imam Ibnu Hajar al Asqalani dalam kitab Fathul Bari juz 11 halaman 57 hukumnya makruh syadid (sangat makruh).

ﻗﺎﻝ اﻟﻨﻮﻭﻱ ﺗﻘﺒﻴﻞ ﻳﺪ اﻟﺮﺟﻞ ﻟﺰﻫﺪﻩ ﻭﺻﻼﺣﻪ ﺃﻭ ﻋﻠﻤﻪ ﺃﻭ ﺷﺮﻓﻪ ﺃﻭ ﺻﻴﺎﻧﺘﻪ ﺃﻭ ﻧﺤﻮ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ اﻷﻣﻮﺭ اﻟﺪﻳﻨﻴﺔ ﻻ ﻳﻜﺮﻩ ﺑﻞ ﻳﺴﺘﺤﺐ ﻓﺈﻥ ﻛﺎﻥ ﻟﻐﻨﺎﻩ ﺃﻭ ﺷﻮﻛﺘﻪ ﺃﻭ ﺟﺎﻫﻪ ﻋﻨﺪ ﺃﻫﻞ اﻟﺪﻧﻴﺎ ﻓﻤﻜﺮﻭﻩ ﺷﺪﻳﺪ اﻟﻜﺮاﻫﺔ ﻭﻗﺎﻝ ﺃﺑﻮ سعيد اﻟﻤﺘﻮﻟﻲ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ

Artinya: “Imam Nawawi berkata mencium tangan (menghormati) seseorang disebabkan karena zuhudnya, kesalihannya, ilmunya, kemuliannya, penjagaannya (wara’) atau sejenisnya (usianya, ketaqwaannya) dari perkara agama, maka tidak dimakruhkan melainkan disunnahkan. Adapun jika mencium tangannya (menghormatinya) disebabkan karena kekayaannya (harta), kekuasaannya (tahta) dan ketenarannya/kemuliannya menurut ahli dunia, maka yang demikian hukukmya makruh syadid (sangat makruh). Bahkan menurut Abu Sa’id al-Mutawali tidak boleh.”

Menurut Syekh Muhammad Syaththa dalam kitab I’anah juz 4 halaman 219, maksud perkataan Abu Sa’id al-Mutawali “tidak boleh” tersebut adalah haram.

Baca Juga:  Metode Memilih Fiqih dalam Beragamnya Perbedaan Fatwa

Sederhanya, hukum mencium tangan (menghormati dan mumuliakan) seseorang karena ilmu, keshalihannya adalah sunnah. Sedangkan mencium tangan orang kaya karena kekayaan dan jabatannya dan hal lainnya yang bersifat duniawi maka hukumnya sangat makruh.

Tapi jika mencium tangan mereka tidak disebabkan karena kekayaan dan tahtanya (meskipun mereka kaya dan memiliki jabatan) maka tidak menjadi masalah. Terlebih jika mereka alim dan salih, maka itu sunnah. Demikian, semoga bermanfaat. Wallaahu a’lam bishshawaab.

Azis Arifin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *