Mengenal Puang Makka, Mursyid Tariqah Khalwatiyah Syekh Yusuf Al Makassary

Mengenal Puang Makka, Mursyid Tariqah Khalwatiyah Syekh Yusuf Al Makassary

Pecihitam.org – Nama lengkapnya, Syekh Sayyid Abd Rahim Assegaf Puang Makka, lahir di Makassar, 14 September 1960, mursyid ke 12 Tariqah Khalwatiyah Syekh Yusuf al-Makassary pasca wafat mendiang ayahnya Allahu Yarham KHS Jamaluddin Assegaf Puang Ramma.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Puang Ramma sebelum wafatnya memang telah membaiat tariqah anak-anaknya dan mengukuhkan mereka serta beberapa murid pilihanya menjadi khalifah sebagai bakal mursyid untuk melanjutkan tariqah yang diwarisinya. Khusus anak bungsunya, Puang Makka dibaiat dan diberi ijazah tariqah tahun 1980.

Lima tahun setelah baiat, yakni sejak 1985, Puang Makka mengembara ke Pulau Jawa untuk memperdalam ilmu tariqah dan mengasah kesufiannya atas rekomendasi mendiang ayahnya.

Salah satu ulama tariqah yang menjadi sebagai tempat belajar dalam pengembaraannya itu, adalah Habib Husen al-Habsyi di Probolinggo, Kraksaan. Kemudian mendapat rekomendasi untuk memperdalam lagi ilmunya di hadapan Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya di Pekalongan. Juga kepada Habib Husen Assagaf di Gresik, dan KH. Mujni di Purwokerto.

Selain yang telah disebutkan, beberapa ulama lainnya di Jawa yang dijadikan tempat tabarruk dan dari ulama itu Puang Makka memperoleh ijazah tariqah adalah KH. Mufid di Pandanaran, KH. Lutfi Hakim di Meranggen Demak, K.H. Dimyati di Tasik, K.H. Latifi Bedawi di Kodong Legi Malang, K.H. Abd. Karim di Porodadi, K.H. Abd. Majid di Probolinggo.

Sambil tabarrukan dan menerima ijazah tariqah dari beberapa ulama seperti yang disebutkan, Puang Makka juga nyantri di Pesantren Asshiddiqiyah, Kedoya Selatan Kebun Jeruk, yang diasuh KH. Noer Muhammad Iskandar SQ. Sambil nyantri, beliau intens mengikuti pengajian tasawuf pada Prof. Dr. Buya Hamka dan Dr. KH. Idham Khalid di Jakarta.

Selanjutnya selama dua tahun, 1987-1989, Puang Makka kembali memperdalam ilmunya di hadapan Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya di Pekalongan, dan pada tahun 1989-1992 karena aktif sebagai salah satu unsur Ketua DPP GP Ansor, maka ia pindah ke Jakarta, namun dalam setiap waktu luangnya mengunjungi sang guru di Pekalongan.

Baca Juga:  KH. Hamdani Mu’in dan Urgensi Thariqah di Kalangan Mahasiswa Indonesia

Puang Makka kemudian kembali ke Makassar pertengahan tahun 1993 dan memperdalam ilmunya lagi di hadapan abahnya, mendiang Allahu Yarham Puang Ramma dan dua ulama tarekat, yakni Habib Thahir Assegaf dan Allamah K.H. Muhammad Nur Nashirur Sunnah.

Selama bertahun-tahun belajar di ulama tersebut, tibalah saatnya pada tahun 2001 Puang Makka terjun dalam dunia politik memimpin PKB atas amanah K.H. Abdurrahman Wahid (Gusdur), selanjutnya Puang Makka terpilih menjadi Anggota DPRD Kota Makassar.

Setelah menjadi anggota Dewan, Puang Makka dibaiat menjadi khalifah pada tahun 2002, di sinilah pertama kali Puang Makka mendapat amanah untuk membaiat jamaah di Parangloe Gowa mewakili ayahnya, Puang Ramma. Dalam posisinya sebagai khalifah, beliau senantiasa mendampingi ayahnya dalam berbagai kegiatan tarekat dan kegiatan lainnya terutama dalam berdakwah dan mengisi pengajian atau halaqah lainnya.

Pada tahun 2005, atau setahun sebelum wafatnya mendiang sang ayah (Jumat/15 Sya’ban 1427), Allahu Yarham Puang Ramma membaiat Puang Makka menjadi mursyid Tariqah Khalwatiyah Syekh Yusuf al-Makassariy.

Sejak menjadi mursyid, Puang Makka mewakafkan waktunya, fulltime melayani jamaah, bahkan seringkali dikunjungi oleh banyak kalangan, tidak terkecuali pejabat, pengusaha dan politisi yang datang minta restu sekaligus doa keberkahan, sehingga jam istirahatnya sangat sedikit karena hampir setiap malamnya hanya tidur 2 jam apalagi karena sebagai mursyid, sesaat setelah melayani jamaah dan tetamunya, ia kembali disibukan beribadah dan mengamalkan kewajiban zikir tariqah di tengah malam sembari menunggu masuknya waktu subuh.

Sebagai mursyid yang memiliki insting kuat, hati yang bersih dan dengan melalui istikharahnya, maka Puang Makka mengadakan perubahan positif di internal Khalwatiyah Syekh Yusuf dengan menjadikan tariqah ini pada amaliah neo sufisme sehingga berinisiatif menghimpun jamaah dan simpatisannya dalam wadah Jam’iyah sebagai ormas Islam yang selain konsen pada amalan tariqah juga fokus pada amaliah sosial dan kemasyarakatan.

Baca Juga:  Biografi Singkat Abdullah bin Abbas, Sepupu Nabi yang Ahli Hadits

Melalui Jam’iyah, atau lebih lengkapnya adalah Jam’iyah Khalwatiyah Syekh Yusuf al-Makassariy yang didirikan sejak tahun 2006, menjadikan jamaah lebih dekat mursyidnya, jamaah tidak mengkultuskan mursyid tetapi tetap menghargai dan menghormatinya.

Melalui Jam’iyah secara rutin dilaksanakan dialog, diskusi, kajian dan pengajian pendalaman tasawuf yang tidak saja terbatas bagi jamaahnya, tetapi terbuka untuk secara umum untuk seluruh masyarakat. Dalam waktu-waktu tertentu, Puang Makka membawa jamaahnya ke luar kota, misalnya di pengunungan Parangloe Gowa untuk berkhalwat dan mengadakan suluk.

Selain kesibukannya di Makassar, Puang Makka sampai saat ini masih sering ke Jawa dalam rangka tabarruk kepada gurunya, Maulana Muhammad Habib Lutfi bin Ali bin Yahya, Rais Am Jam’iyah Ahlit Thariqah al-Multabarah al-Nahdliyah Nahdaltul Ulama (Jatman NU), yang juga sebagai tokoh sufi al-‘alamiy, ulama sufi internasional.

Dari sang guru inilah Puang Makka dibaiat Tariqah Syazdiliyah dan dari sang gurunya itu, Puang Makka diijazahkan surban seukuran 6 meter, demikian pula atas rekomendasi sang guru, Puang Makka diberi amanah sebagai Rais Sadis Idharah Aliyah Jatman NU.

Posisi Puang Makka baik sebagai mursyid maupun sebagai pengurus pusat Jatman NU, memiliki jaringan yang luas dan karena itu di Makassar pula beliau aktif Silaturahim dengan tokoh-tokoh tariqah al-Muktabarah, Tarekat Khalwatiyah Samma, Syekh Puang Rukka, Tarekat Syadziliyah, Syekh Mustamin Arsyad, Tarekat Qadiriyah, Syekh Ilham Shaleh, pelanjut tarekat Qadiriyah sepeninggal Allahuyarham K.H. Sahabuddin, Syekh Syibli Sahabuddin, Khalifah Tarekat Naqsyabandiyah, Syekh Mahyuddin Jamsih. Pelanjut tarekat Hakikatul al-Muhammadiyah al-Sunusih AGH Harisah AS, dan adiknya Dr. AGH KH. Baharuddin HS.

Bahkan tokoh tarekat dari luar negeri, seperti Syekh Imam Adam Philander, cucu Syekh Yusuf di Cap Town Afrika Selatan pernah datang khusus ke beliau untuk bersilaturahim sekaligus membicarakan tentang pengembangan jamaah Khalwatiyah Syekh Yusuf, di sana.

Baca Juga:  Humor Gus Dur: Dari Presiden Mancing Ikan hingga Proyek di Surga

Dalam pada itulah di setiap kesempatan Puang Makka memperkenalkan sekaligus mengembangkan Jam’iyah di berbagai daerah, sehingga jamaahnya tersebar bukan saja di Sulawesi tetapi melebar sampai ke Pulau Jawa dan Kalimantan serta selainnya, bahkan sampai ke luar negeri.

Jamaah Puang Makka yang terhimpun dalam Jam’iyah Khalwatiyah Syekh Yusuf al-Makassariy berdasarkan pengalamannya masing-masing, merasakan ketenangan lahiriyah dan kepuasan batin dikarenakan tausiahnya yang sejuk, dan fokus pada suluk ihsan secara istiqamah, konsen pada nilai-nilai zuhud, qana’ah serta maqam tasawuf lainnya yang lebih tinggi untuk sampai ke ma’rifat sembari lebih memaksimalkan ibadah sunat untuk kesempurnaan ibadah wajib.

Lebih dari itu, dalam mengijazahkan wirid, doa, dan amalan lainnya kepada jamaah, terutama untuk ijazah talqin zikir dan baiat, selalu diawalinya dengan shalat istikharah dan tafakkur, sehingga terasa keberkahan apa saja yang diijazahkannya itu sebagai bekal hidup dunia akhirat. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa jamaah yang telah berbaiat darinya, senantiasa dinaunginya, melayani keperluannya dengan baik, memberikan solusi jika jamaah tersebut menghadapi problematika, lebih penting lagi adalah karena secara rutin ia senantiasa mendoakan jamaahnya sebelum tidur.

Pada intinya, Puang Makka sebagai mursyid, lebih mengutamakan hubungan secara lahirnya dan batiniyah dengan jamaahnya, menghilangkan sekat-sekat hijab jarak dengan jamaahnya sehingga antara mursyid dan jamaah melekat, tidak terpisahkan bagaikan dua sisi mata uang yang menyatu.

Dikutip dari: FP PAC GP ANSOR Manggala

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *