Menjual Rumah untuk biaya Haji? Begini Hukumnya!

Menjual Rumah untuk biaya Haji? Begini Hukumnya!

PeciHitam.org – Menjual Rumah untuk biaya Haji? Begini Hukumnya! – Perlu kita ketahui terlebih dahulu, Rumah merupakan sebuah properti sama seperti tanah, perabotan dan sebagainya. Properti sendiri dapat dipahami sebagai sebuah barang yang kepemilikannya bisa dipindahkan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Sedangkan haji ialah ibadah wajib yang sangat mulia dikarenakan pelaksanaannya pada waktu dan tempat yang mulia. Sebuah ibadah yang dilakukan tidak hanya mengandalkan tenaga, harta pun juga diperlukan. Oleh karena kemuliaan itu jamaah haji dianggap sebagai tamu Allah SWT.

Karena memerlukan fisik yang memadai dan cukupnya biaya, kemampuan fisik dan finansial menjadi syarat wajibnya sebelum berangkat haji. Kemampuan fisik dan kecukupan ongkos inilah merupakan penunjang seseorang dalam ibadah haji sebagai keterangan Al-Mawardi seperti berikut:

وَالِاسْتِطَاعَةُ السَّابِعَةُ: أَنْ يَكُونَ مُسْتَطِيعًا بِمَالِهِ وَبَدَنِهِ فِي ذَهَابِهِ وَعَوْدِهِ، لَكِنَّهُ عَادِمٌ لِنَفَقَةِ عِيَالِهِ في الحج فَلَا حَجَّ عَلَيْهِ لِرِوَاْيَةِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ فَكَانَ الْمُقَامُ عَلَى الْعِيَالِ وَالْإِنْفَاقُ عَلَيْهِمْ أَوْلَى مِنَ الْحَجِّ

Artinya, “Ketujuh, seseorang memiliki kemampuan harta dan fisik ketika berangkat dan pulangnya. Tetapi orang yang tidak mempunyai biaya nafkah untuk keluarga (ketika berhaji) tidak ada kewajiban haji padanya sesuai hadits riwayat Abdullah bin Amr bin Ash. Ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Seseorang cukup dianggap berdosa karena menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.’ Kedudukan ada pada keluarga. Menafkahi keluarga lebih utama daripada haji,” (Lihat Abul Hasan Al-Mawardi, Al-Hawi Al-Kabir, Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1994 M/1414 H, cetakan I, juz IV, hal. 13).

Baca Juga:  Hukum, Syarat Dan Rukun Pernikahan Dalam Islam

Dari keterangan Al-Mawardi jelas bahwasannya selain kemampuan biaya untuk keperluannya mulai dari berangkat hingga pulang, seseorang juga diwajibkan untuk meninggalkan biaya hidup untuk orang rumahnya selama ditinggal ibadah haji.

Nafkah untuk orang rumah bukan hanya biaya makan saja. Nafkah untuk orang rumah juga mencakup kebutuhan sandang dan juga kebutuhan pengobatan bila memang diperlukan.

Orang yang tidak mampu menutupi kebutuhan nafkah orang rumahnya haram untuk mengadakan perjalanan haji. Indonesia dan Arab bukan jarak yang dekat serta biaya yang dibutuhkan untuk menempuh keduanya tidak sedikit.

Untuk menutupinya, seseorang bergerak dalam bidang usaha harus memasukkan catatan laba (keuntungan usahanya) ke dalam ongkos haji yang diperlukan. Tetapi tidak ada kewajiban bagi seseorang untuk memaksakan diri menjual perkakas (properti) atau ternak penarik bajak sawahnya sebagai keterangan berikut ini:

ويلزم صرف مال تجارته إلى الزاد والراحلة وما يتعلق بهما ولا يلزمه بيع آلة محترف ولا كتب فقيه ولا بهائم زرع أو نحو ذلك 

Artinya, “(Ia) harus menyerahkan harta usaha ke dalam biaya bekal, ongkos kendaraan, dan yang terkait keduanya. Tetapi ia tidak mesti menjual alat-alat kerja, buku-buku fiqih, ternak untuk bajak sawah, atau seumpama itu,” (Lihat Syekh Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2002 M /1422 H], cet. I, hal. 198).

Penjelasan Syekh Nawawi Banten ini mempertegas bahwa orang yang tidak mampu tidak perlu memaksakan diri untuk berangkat ke tanah suci.

Pasalnya, ongkos haji itu merupakan akumulasi (keseluruhan) dari aset kebutuhan pokok primer sandang, pangan, papan. Orang yang tidak mampu sebaiknya mengutamakan kebutuhan nafkah keluarganya.

Baca Juga:  Kategori Zakat dalam Islam, Apa Sajakah itu? Berikut Rinciannya

Dari pelbagai keterangan di atas masalah penjualan rumah maupun properti lainnya seperti tanah tidak bisa dianggap secara otomatis sebagai upaya memaksakan diri.

Penjualan tanah atau rumah bisa juga termasuk upaya memaksakan diri untuk menutupi kebutuhan ongkos naik haji yang tidak murah.

Singkatnya, kita tidak menyimpulkan secara hitam dan putih mengenai masalah ini. Dari pelbagai keterangan di atas, kita dapat menarik sebuah pemahaman bahwa ongkos naik haji adalah biaya di luar kebutuhan nafkah orang di rumah. Artinya, biaya naik haji bukan biaya hasil pengurangan nafkah orang rumah.

Persoalan nafkah juga bukan sekadar persoalan makan dan pakaian. Nafkah juga di masa sekarang ini juga menjadi masalah kompleks seiring kompleksitas sosial masyarakat. Nafkah sekarang ini juga mencakup pendidikan formal atau pelatihan-pelatihan untuk mengembangkan skill.

Pasalnya, tantangan masa kini berbeda dengan era dahulu. Jangan sampai memaksakan diri berangkat haji tanpa menyandang status” mampu” lalu menelantarkan keluarga di rumah. Hal ini disinggung oleh Surat An-Nisa ayat 9:

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

Artinya, “Hendaklah takut orang-orang yang sekiranya meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang khawatir atasnya. Karenanya, takutlah kepada Allah. Hendaklah mereka berkata dengan ucapan yang benar,” (An-Nisa ayat 9).

Berikut ini kutipan keterangan singkat terkait Surat An-Nisa ayat 9 dari Tafsir Jalalain:

Baca Juga:  Jabat Tangan Setelah Shalat, Adakah Dalilnya?

وَلْيَقُولُوا) لِمَنْ حَضَرَتْهُ الْوَفَاة (قَوْلًا سَدِيدًا) صَوَابًا بِأَنْ يَأْمُرُوهُ أَنْ يَتَصَدَّق بِدُونِ ثُلُثه وَيَدَع الْبَاقِي لِوَرَثَتِهِ وَلَا يَتْرُكهُمْ عَالَة

Artinya, “(Hendaklah mereka berkata) kepada orang yang dekat dengan kematian (dengan ucapan yang benar) tepat dengan mengingatkannya agar bersedekah kurang dari sepertiga hartanya dan meninggalkan sisanya untuk ahli warisnya serta tidak meninggalkan mereka dalam keadaan fakir yang meminta-minta,” (Lihat Syekh Jalaluddin As-Suyuthi dan Al-Mahalli, Tafsirul Jalalain, [Damskus: Darul Fajril Islami, 2002 M/1423 H], cet. I, hal. 78).

Kesimpulan, meskipun tidak ada larangan menjual rumah maupun properti lainnya, diharapkan mampu dan menimbang keluarga yang akan ditinggal berhaji.

Dikarenakan, tidak hanya satu atau dua ulama yang melarang dan menghukumi haram jika sampai memaksakan diri berangkat haji ataupun Menjual Rumah Untuk Biaya Haji. Sesungguhnya haji diwajibkan kepada yang sudah mampu melaksanakannya.

Demikian artikel mengenai Menjual Rumah untuk biaya Haji? Begini Hukumnya! Semoga bisa diambil sebuah pelajaran yang ada di dalamnya.

Mohammad Mufid Muwaffaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *