Nasehat Sufi Ibrahim bin Adam Ketika Muridnya Ingin Berhenti Bekerja

Syaqiq al-Balkhi

Pecihitam.orgIbrahim Bin Adham merupakan seorang sufi besar yang lahir di Balk-Afganistan 718 M, wafat di Arab 782 M. Dalam kitab Risalatul Qusyairiah di kisahkan Ibrahim memiliki seorang murid bernama Syaqiq al-Balkhi seorang eksportir dan importir di daerah Syam yang kaya raya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Setiap mendapat uang banyak, Syaqiq al-Balkhi selalu sedekah. Salah satunya memberi sedekah kepada gurunya, Ibrahim bin Adham. Suatu ketika Syaqiq al-Balkhi meminta izin kepada gurunya, Ibrahim bin Adam untuk bekerja dan berdagang selama beberapa minggu dan sang guru pun mempersilahkan.

Namun baru tiga hari berlalu, Ibrahim bin Adam malah dikejutkan dengan kedatangan Syaqiq al-Balkhi. Keheranan menyergap hati Ibrahim bin Adam. Ada apa gerangan sang murid kembali lagi kepadanya bukankah ia memberikan izin kepadanya untuk bekerja beberapa minggu ke depan.

Ibrahim bin Adam pun bertanya, “Wahai muridku ada apa gerangan engkau datang ke sini lagi?”

“Wahai guruku, di tengah perjalanan dagangku ketika aku menyusuri sebuah oase di tengah gurun pasir aku pun melihat seekor burung kecil yang patah sayapnya. Burung kecil ini tak dapat lagi terbang dan mencari makan. Akan tetapi, tiba-tiba dari arah langit datanglah seekor burung besar yang membawa makanan di paruhnya. Burung besar tersebut datang untuk menyuapi burung kecil yang patah sayapnya.”

Baca Juga:  Kisah Sunan Giri Dalam Menyebarkan Islam Di Jawa

Ibrahim bin Adam lalu memberikan petuah kepada Syaqiq al-Balkhi,

“Seperti itulah seharusnya manusia berbuat saling menyayangi di antara mereka seperti halnya burung besar yang engkau lihat dalam perjalanan dagangmu, tetapi mengapa engkau kembali ke sini dan meninggalkan perdaganganmu?”

Syaqiq al-Balkhi lalu mengatakan,

“Oleh sebab itu aku datang ke sini, karena aku berpikir bukankah Allah yang memerintahkan burung besar untuk menyuapi burung kecil yang patah sayapnya, dan Allah juga mampu memberikanku rezeki di mana pun dan kapan pun aku berada. Aku akan meninggalkan seluruh usaha perdaganganku dan berdiam diri di masjid untuk beribadah kepada-Nya pasti Allah memberikan rezeki kepada seluruh hamba-Nya,”

Ibrahim bin Adam lalu tersenyum dan memberikan nasehat yang sangat bijaksana,

“Apakah engkau mengira dengan engkau beribadah dan meninggalkan usaha perdaganganmu niscaya engkau meraih ridha Allah? Mengapa engkau tidak meniru burung besar yang memberikan makan kepada burung kecil yang patah sayapnya? Burung besar itu berusaha mencari makan dan memberikan kepada burung kecil yang kesusahan. Apakah engkau belum mendengar sabda Rasulullah Saw ‘Tangan di atas (orang yang memberi) lebih baik dari tangan di bawah (orang yang meminta)’?”

Baca Juga:  Kala Muktamar Nahdlatul Ulama Dilaporkan Kepada Nabi, Beliau pun Merestui NU Kembali ke Khitthah

Merasa bersalah, Syaqiq al-Balkhi pun terdiam seribu bahasa. Ia pun segera meminta maaf kepada gurunya, Ibrahim bin Adam.

“Ketahuilah muridku, seorang sufi harus mencari derajat yang lebih baik di hadapan Allah dengan usaha terbaik yang dapat ia kerjakan.”

Syaqiq al-Balkhi pun lantas menyanjung gurunya, “Sungguh engkau adalah seorang yang sangat luas ilmunya.”

Dari kisah Ibrahim bin Adam dan Syaqiq al Balkhi ini memberikan kita gambaran bahwa ulama sufi bukanlah orang yang sekedar berpasrah diri kepada Allah. Melainkan, mereka semua adalah orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam usaha mereka, barulah hasilnya dipasrahkan kepada Allah.

Hal yang sama ini juga akhirnya mengingatkan kepada kita tentang kisah khalifah Umar bin Khattab. Suatu hari khalifah Umar bin Khattab berjalan melewati sekelompak orang yang tak mau bekerja dengan alasan tawakkal kepada Allah.

Baca Juga:  Kisah Abu Dzar al Ghifari Memeluk Agama Islam

Khalifah Umar bertanya, “Mengapa kalian tak berangkat untuk bekerja?”

“Kami semua adalah golongan yang bertawakal kepada Allah,” jawab mereka.

Mendengar itu, sang Khalifah pun berkata dengan tegas, “Kalian semua bukanlah orang yang bertawakal kepada Allah. Melainkan orang-orang yang putus asa. Ketahuilah, gambaran orang-orang yang bertawakal kepada Allah adalah seperti seseorang yang berusahan menanam benih di ladang kemudian ia memasrahkan hasilnya kepada Allah.

Menurut para ulama sufi tawakkal adalah berserah diri kepada Allah Swt setelah ia berusaha dengan sekuat tenaga, bukan sekedar menunggu bantuan dari langit.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik