Perlukah Mengulang Akad Nikah Suami Istri Non Muslim yang Masuk Islam?

mengulang akad nikah

Pecihitam.org – Setiap agama memiliki aturannya masin-masing dalam hal pernikahan. Pernikahan di dalam hukum syariat Islam juga pasti berbeda dengan aturan pernikahan dengan agama-agama lainnya. Salah satu kasus yang terjadi dimasyarakat misalnya, jika ada suami istri non muslim menjadi mualaf (memeluk agama islam). Lalu bagaimanakah hukum pernikahan suami istri yang sebelumnya non-muslim kemudian masuk islam? Apakah sah atau tidak dan perlukah keduanya mengulang akad nikah lagi?

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dalam beberapa referensi kitab fiqih bisa kita dapati. Banyak keterangan yang menyatakan bahwa pernikahan yang terjadi di antara sesama orang non-Muslim dianggap sebagai pernikahan yang sah di dalam hukum Islam. Sebab, sepasang suami istri non-Muslim tersebut menikah dengan tata cara agama mereka.

Jika suatu ketika di kemudian hari keduanya (suami istri tersebut) sama-sama memeluk agama Islam. Maka pernikahan yang sebelumnya dilakukan oleh keduanya tetap dianggap sah dan setelah masuk islam suami istri tersebut tidak perlu mengulang akad nikah lagi.

Dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid Imam Ibnu Rusyd menjelaskan:

وَأَمَّا الْأَنْكِحَةُ الَّتِي انْعَقَدَتْ قَبْلَ الْإِسْلَامِ، ثُمَّ طَرَأَ عَلَيْهَا الْإِسْلَامُ، فَإِنَّهُمُ اتَّفَقُوا عَلَى أَنَّ الْإِسْلَامَ إِذَا كَانَ مِنْهُمَا مَعًا – أَعْنِي: مِنَ الزَّوْجِ وَالزَّوْجَةِ -، وَقَدْ كَانَ عَقْدُ النِّكَاحِ عَلَى مَنْ يَصِحُّ ابْتِدَاءً الْعَقْدُ عَلَيْهَا فِي الْإِسْلَامِ أَنَّ الْإِسْلَامَ يُصَحِّحُ ذَلِكَ

Baca Juga:  Kisah Artis Korea Masuk Islam karena Keramahan Indonesia

Artinya: “Adapun pernikahan yang terjadi sebelum Islam, kemudian Islam datang pada pernikahan tersebut, para ulama bersepakat bahwa apabila Islam ada pada keduanya, yakni suami istri (masuk Islam) secara bersamaan, sedangkan akad nikah yang terjadi dahulu terjadi pada orang yang sah akadnya menurut Islam, maka Islam membenarkan pernikahan yang demikian.” (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, [Beirut: Darul Fikr, 1995], juz II, hal. 39)

Selain itu di dalam kitab Al-Mausa’ah Al-Fiqhiyyah dijelaskan pula:

فَذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ – الْحَنَفِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ عَلَى الصَّحِيحِ وَالْحَنَابِلَةُ وَقَوْلٌ عِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ – إِلَى أَنَّ نِكَاحَ الْكُفَّارِ غَيْرِ الْمُرْتَدِّينَ بَعْضِهِمْ لِبَعْضٍ صَحِيحٌ

Artinya: “Jumhur fuqaha. ulama Hanafiyah, ulama Syafiiyah menurut pendapat yang shahih, ulama Hanabilah, dan sebuah pendapat dalam kalangan ulama Malikiyah. berpendapat bahwa pernikahan orang-orang kafir selain orang-orang yang murtad adalah sah.” (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, [Kuwait: Kementerian Wakaf dan Islam, 1983], juz XXXXI, hal. 319)

Pendapat ketetapan sahnya pernikahan sebelum Islam didasarkan kepada berbagai dalil yang di antaranya firman Allah beriku ini:

وَقَالَتِ امْرَأَتُ فِرْعَوْنَ

Artinya: “dan istri Fir’aun berkata.” (QS. Al-Qashash:9)

وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ

Artinya: “dan istri Abu Lahab, pembawa kayu bakar.” (QS. Al-Lahab: 4)

Pada kedua ayat tersebut Allah SWT menyebut istri Firaun dan Abu Lahab tetap sebagai istri. Jika pernikahan dari kedua pasangan tersebut dianggap tidak sah, maka tentunya pada kedua ayat tersebut kedua wanita itu tidak disebut sebagai istri. Hal ini juga menunjukkan bahwa pernikahan yang dilakukan sebelum Islam dianggap sah oleh agama Islam itu sendiri.

Baca Juga:  Empat Perilaku Nabi yang Bukan Sunnah, Apalagi yang Nomor 4, Haram Kamu Ikuti!

Dalam sebuat riwayat di ceritakan. Sahabat Ghailan dan yang lainnya yang ketika masuk Islam mereka memiliki istri lebih dari empat orang. Maka setelah itu Rasulullah SAW memerintahkan mereka untuk tetap memegang empat orang istri dan menceraikan lainnya. Pada saat bersamaan Rasulullah SAW juga tidak menanyakan perihal persyaratan nikah yang dahulu dilakukan sebelum masuk Islam (Muhammad Khathib As-Syarbini, Mughnil Muhtaj, [Beirut: Darul Fikr, 2009], juz III, hal. 247-248).

Oleh karenanya hal ini menunjukkan Rasulullah SAW mengakui bahwa pernikahan yang telah terjadi sebelum masuk Islam tetap sah.

Namun yang dianggap sah oleh Islam ialah, apabila pernikahan tersebut dilakukan oleh pasangan (suami istri) yang memang oleh Islam dianggap sah dan boleh melakukan pernikahan itu.

Misalnya sepasang suami istri (non-Muslim) menikah. Dan di antara keduanya tidak ada hubungan mahram sebagaimana yang telah diatur di dalam Islam. Maka ketika keduanya masuk Islam pernikahannya itu oleh islam juga dianggap sah.

Sebaliknya, jika seorang laki-laki non-Muslim menikah dengan seorang perempuan non-Muslim. Dan perempuan itu adalah keponakan atau anak dari saudara kandungnya sendiri (ada hubungan mahram), maka pernikahannya tidak sah. Karena di dalam islam menikahi perempuan yang terdapat hubungan mahram dilarang dan hukumnya haram. Oleh karena itu apabila pasangan suami istri ini masuk Islam pernikahannya yang telah lalu itu tetap dianggap tidak sah.

Baca Juga:  Menikahi Dua Perempuan Bersaudara Sekaligus, Bagaimanakah Hukumnya?

Hal inilah yang dimaksud Imam Ibnu Rusyd dengan kalimat “Akad nikah yang terjadi dahulu terjadi pada orang yang sah akadnya menurut Islam” sebagaimana kutipan tersebut di atas.

Dari penjelasan ini dapat ditarik benang merah. Bahwa pasangan suami istri non-Muslim yang masuk Islam (mualaf) secara bersamaan, maka keduanya tidak perlu mengulang akad nikah lagi. Karena Islam menganggap sah pernikahan yang telah dilakukan sebelumnya kala sebelum masuk islam. Demikian, semoga bermanfaat. Wallahua’lam Bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *