Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan Purworejo; Berdiri Sejak Tahun 1870 M

Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan Purworejo; Berdiri Sejak Tahun 1870 M

PeciHitam.org – Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan pertama kali didirikan oleh KH. Zarkasyi pada tahun 1870 M. Beliau merupakan seorang kyai yang terlahir di sebuah desa yang bernama Tempel, Tanggung, Sidomulyo, Purworejo pada tahun 1830. KH. Zarkasyi merupakan putra Kyai Asnawi Tempel.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Pesantren ini terletak di Desa Gintungan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Nama Berjan ini berasal dari singkatan sumbering kabejan (sumber kemuliaan). Meski terkenal dengan dengan sebutan An-Nawawi Berjan, namun jarang diketahui bahwa pondok ini bernama Miftahul Huda.

Seperti lazimnya pesantren-pesantren lain, Pesantren An-Nawawi Berjan awalnya juga merupakan sebuah langgar sederhana dari bambu yang dibangun oleh KH. Zarkasyi. Beliau membangun langgar tersebut disebabkan karena belum adanya langgar atau masjid yang berada di daerah tersebut.

Langgar ini berfungsi sebagai pusat kegiatan umat Islam khususnya masyarakat sekitar, baik itu ibadah shalat maupun sebagai sarana untuk mengajarkan perihal tauhid, fiqh ibadah dan sebagainya.

Hal-hal yang diajarkan berdasarkan referensi utamanya yaitu kitab Lathaif al-Thaharah karya KH. Sholeh Darat Semarang. Di langgar inilah beliau pertama kali mengajarkan Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.

Baca Juga:  Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyepen; Pesantren Tertua di Pulau Madura

Tercatat, KH. Zarkasyi muda pernah berguru di pondok Bangil Jawa Timur.  Beliau juga pernah menuntut ilmu di Makkah tepatnya kepada pamannya Syaikh Nawawi Banten, yaitu KH. Abdul Karim Banten. Di Makkah tersebut, beliau belajar seputar ilmu tasawuf, khususnya Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.

Pada tahun 1914, KH. Zarkasyi wafat, dan tongkat kepemimpinan Pondok Pesantren tersebut dilanjutkan oleh putranya, yaitu KH. Shiddiq. Tidak hanya itu, beliau juga meneruskan kiprah ayahandanya sebagai Mursyid Thariqah Qadiriyyah wa Naqsyabandiyah.

Para santri yang berguru kepada ayahnya, biasanya akan langsung pulang setelah usai mengaji. Namun di masa kepemimpinannya, santri-santri ayahnya itu disediakan asrama sederhana sebagai tempat istirahat.

Pada tahun 1947, kepemimpinan dilanjutkan oleh putra KH. Shiddiq yang bernama KH. Nawawi. KH. Nawawi memperoleh Pendidikan pesantren sejak dini. Ia pernah nyantri di beberapa pondok pesantren, di antaranya Pondok Pesantren Kauman Grabag, Lasem, Lirboyo, Jampes, Tebuireng, Krapyak, Tremas, dan Darussalam Watucongol.

Beliau merupakan salah satu orang yang turut andil dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia sebagai komandan Laskar Hizbullah Purworejo. Kemudian setelah masa kemerdekaan, beliau aktif dalam berbagai organisasi kemasyarakatan dan keagamaan seperti NU, MUI, Jam’iyyah Thariqah al-Mu’tabarah.

Baca Juga:  Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Bangkalan; Tempat Menempuh Ilmu Ulama Besar Indonesia

Tidak hanya itu, beliau juga pernah dipercaya sebagai Penasehat Legiun Veteran RI Kabupaten Purworejo, Penasehat HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) Purworejo, Wakil Rektor I Perguruan Tinggi Islam Imam Puro (PTII) Purworejo (sekarang STAINU).

Masa kepemimpinannya sebagai pengasuh Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan berlangsung selama kurang lebih 33 tahun. Di tangannya inilah Pondok Berjan mengalami perubahan nama dari Miftahul Huda menjadi Roudlotut Thullab yang artinya Taman Siswa atau Taman Pelajar. Kurikulum pesantren tersebut menggunakan sistem klasikal.

Beliau juga membuka Pondok Pesantren Putri Al-Fathimiyyah yang sekarang bernama Pondok Pesantren Putri An-Nawawi dan Pendidikan Guru Agama (PGA) yang saat ini menjadi SLTP Islam Berjan. Pada tahun 1982, KH. Nawawi meninggal dunia dan digantikan oleh putra bungsunya yaitu KH. Achmad Chalwani.

Achmad Chalwani ini juga mewarisi estafet kepemimpinan (Mursyid) Thariqah Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Di masa mudanya, beliau juga mengikuti jejak pendahulunya dengan nyantri di beberapa pondok pesantren seperti Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi’in Lirboyo, Kediri, Al-Munawwir Krapyak dan Pondok Pesantren Olak Alung Ngunut, Tulungagung.

Baca Juga:  Pondok Pesantren Al-Iman; Pesantren Tertua di Purworejo

Di masa kepemimpinan beliau, nama pesantren yang awalnya bernama Pondok Pesantren Roudlotut Thullab, diubah menjadi Pondok Pesantren An-Nawawi. Perubahan ini terjadi pada tanggal 6 Januari 1996 M atau 16 Sya’ban 1416 H.

Hal ini dinilai penting dilakukan dalam rangka tafa’ulan (mengharap barakah) kepada muassis atau pengasuh ke tiga pondok pesantren, al-Marhum al-Maghfurlah KH. Nawawi bin Shiddiq.

Mohammad Mufid Muwaffaq