Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Jin Ayat 18-24 ini, Allah menyatakan bahwa masjid-masjid itu adalah milik-Nya. Oleh sebab itu, seyogyanya tidak ada penyembahan di dalamnya selain kepada-Nya dan tidak pula mempersekutukan-Nya.
dijelaskan bahwa ketika Nabi Muhammad menyembah Allah, maka jin-jin yang menyaksikannya menjadi heran dan tercengang melihat cara Nabi dan para sahabat menyembah-Nya. Keheranan itu juga dikarenakan bacaan Al-Qur’an yang belum pernah mereka dengar.
Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Jin Ayat 18-24
Surah Al-Jin Ayat 18
وَأَنَّ ٱلۡمَسَٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدۡعُواْ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدًا
Terjemahan: Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah.
Tafsir Jalalain: وَأَنَّ ٱلۡمَسَٰجِدَ (Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu) atau tempat-tempat salat itu لِلَّهِ فَلَا تَدۡعُواْ (adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kalian menyembah) di dalamnya مَعَ ٱللَّهِ أَحَدًا (seseorang pun di samping Allah) seumpamanya kalian berbuat kemusyrikan di dalamnya, sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani, yaitu apabila mereka memasuki gereja dan sinagog mereka, maka mereka menyekutukan-Nya.
Tafsir Ibnu Katsir: Allah Ta’ala berfirman seraya memerintahkan hamba-hamba-Nya agar mereka mengesakan diri-Nya di sepanjang ibadah kepada-Nya, tidak mengadakan pihak lain bersama-Nya serta tidak pula menyekutukan-Nya. sebagaimana yang dikemukakan oleh Qatadah mengenai firman Allah:
وَأَنَّ ٱلۡمَسَٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدۡعُواْ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدًا (“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seorang pun di dalamnya di samping [beribadah kepada] Allah.”) dimana dia mengatakan:
“Dahulu, jika orang-orang Yahudi dan Nasrani memasuki gereja-gereja dan biara-biara mereka, maka mereka menyekutukan Allah, lalu Allah menyuruh Nabi-Nya agar mereka mengesakan-Nya saja.”
Sufyan meriwayatkan dari Khushaif dari ‘Ikrimah, ayat tersebut turun berkenaan dengan seluruh masjid. Sa’id bin Jubair mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan anggota-anggota sujud. Yakni semua itu hanya milik Allah, sehingga tidak boleh menggunakannya untuk bersujuk kepada selain-Nya.
Berkenaan dengan pendapat ini, mereka menyebutkan hadits shahih dari riwayat ‘Abdullah bin Thawus dari ayahnya dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Aku diperintahkan untuk sujud di atas tujuh tulang: di atas dahi –beliau menunjuk ke hidung beliau- dua tangan, dua lutut, dan ujung-ujung kedua kaki.”
Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah menyatakan bahwa masjid-masjid itu adalah milik-Nya. Oleh sebab itu, seyogyanya tidak ada penyembahan di dalamnya selain kepada-Nya dan tidak pula mempersekutukan-Nya.
Qatadah berkata, “Orang-orang Yahudi dan Nasrani bila masuk ke gereja dan tempat-tempat peribadatan, mereka mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan lainnya. Lalu Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya agar mengesakan-Nya dan mengabdi kepada-Nya dengan penuh khusyu.
Al-hasan al-Basri berkata, “Yang dimaksud dengan masjid-masjid adalah semua tempat sujud di bumi, baik yang telah disediakan untuk sujud maupun tidak, karena bumi seluruhnya adalah tempat sujud bagi umat Nabi Muhammad.” Pengertian semacam ini adalah masjid dalam arti lugawi atau bahasa, sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, dan an-Nasa’i dari Jabir:
Telah dijadikan bumi ini seluruhnya bagiku sebagai tempat sujud dan menyucikan. (Riwayat al-Bukhari, Muslim, dan an-Nasa’i)
Masjid bukan hanya untuk salat saja, melainkan untuk berbagai kegiatan ibadah-ibadah lainnya.
Tafsir Quraish Shihab: Allah mewahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kalian menyekutukan-Nya dalam beribadah.
Surah Al-Jin Ayat 19
وَأَنَّهُۥ لَمَّا قَامَ عَبۡدُ ٱللَّهِ يَدۡعُوهُ كَادُواْ يَكُونُونَ عَلَيۡهِ لِبَدًا
Terjemahan: Dan bahwasanya tatkala hamba Allah (Muhammad) berdiri menyembah-Nya (mengerjakan ibadat), hampir saja jin-jin itu desak mendesak mengerumuninya.
Tafsir Jalalain: وَأَنَّهُۥ (Dan bahwasanya) dapat dibaca annahu dan innahu; juga merupakan kalimat baru, sedangkan dhamir yang ada ialah dhamir sya’n لَمَّا قَامَ عَبۡدُ ٱللَّهِ (tatkala hamba Allah berdiri) yakni Nabi Muhammad saw. يَدۡعُوهُ (menyembah-Nya) beribadah kepada-Nya di lembah Nakhl كَادُواْ يَكُونُونَ (hampir saja mereka) yakni jin-jin yang mendengarkan bacaan Alquran itu عَلَيۡهِ لِبَدًا (desak-mendesak mengerumuninya) yaitu sebagian di antara mereka menindih sebagian yang lain berjejal-jejal karena keinginan mereka yang sangat untuk mendengarkan bacaan Alquran. Lafal libadan dapat pula dibaca lubadan; dan merupakan bentuk jamak dari lubdatun.
Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: وَأَنَّهُۥ لَمَّا قَامَ عَبۡدُ ٱللَّهِ يَدۡعُوهُ كَادُواْ يَكُونُونَ عَلَيۡهِ لِبَدًا (“dan bahwasannya tatkala hamba Allah [Muhammad] berdiri beribadah kepada-Nya, hampir saja jin-jin itu berdesakan mengerumuninya.”)
Qatadah mengatakan:
“Manusia dan jin berdesakan dalam perkara ini untuk memadamkannya, lalu Allah menghalangi hal tersebut, bahkan Dia menolong Rasu-Nya, membiarkannya terus berlalu dan bahkan memenangkannya atas orang-orang yang memusuhinya.” Yang demikian itu diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, Mujahid, Sa’id bin Jubair, dan pendapat Ibnu Zaid. Itu pula yang menjadi pilihan Ibnu Jarir. Dan itulah yang paling jelas.
Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa ketika Nabi Muhammad menyembah Allah, maka jin-jin yang menyaksikannya menjadi heran dan tercengang melihat cara Nabi dan para sahabat menyembah-Nya. Keheranan itu juga dikarenakan bacaan Al-Qur’an yang belum pernah mereka dengar. Lebih-lebih lagi ketika melihat para sahabat sebagai makmum mengikuti Nabi Muhammad salat dalam keadaan berdiri, rukuk, dan sujud.
Al-hasan dan Qatadah berkata, “Ketika hamba Allah menyiarkan risalah dengan memanggil untuk mentauhidkan Allah, berbeda dengan ibadah orang-orang musyrik kepada berhala-berhala mereka, maka hampir orang-orang kafir yang menentang dan memusuhi Nabi Muhammad, bersatu padu dan bantu-membantu dalam memusuhi-Nya.
Tafsir Quraish Shihab: Dan Allah juga mewahyukan kepadaku bahwasanya ketika hamba Allah, Muhammad, berdiri salat menyembah Allah, beberapa kelompok jin hampir berdesakan di sekelilingnya karena takjub dengan apa yang dilihat dan didengarnya.
Surah Al-Jin Ayat 20
قُلۡ إِنَّمَآ أَدۡعُواْ رَبِّى وَلَآ أُشۡرِكُ بِهِۦٓ أَحَدًا
Terjemahan: Katakanlah: “Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya”.
Tafsir Jalalain: قُلۡ (Berkatalah dia) Nabi Muhammad berkata sebagai jawabannya terhadap orang-orang kafir yang mengatakan kepadanya, kembalilah kamu dari apa yang kamu lakukan sekarang ini. Akan tetapi menurut qiraat yang lain lafal qaala dibaca qul, artinya katakanlah: إِنَّمَآ أَدۡعُواْ رَبِّى (“Sesungguhnya aku hanya menyembah Rabbku) sebagai Tuhanku وَلَآ أُشۡرِكُ بِهِۦٓ أَحَدًا (dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya.”).
Tafsir Ibnu Katsir: Yang demikian itu didasarkan pada firman-Nya setelah itu: قُلۡ إِنَّمَآ أَدۡعُواْ رَبِّى وَلَآ أُشۡرِكُ بِهِۦٓ أَحَدًا (“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku hanya beribadah kepada Rabbku dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya.”) maksudnya Rasul berkata kepada mereka, setelah mereka menyakiti, menentang, mendustakan dan menyerangnya, untuk menghilangkan kebenaran yang dibawanya dan bersepakat untuk memusuhinya.
إِنَّمَآ أَدۡعُواْ رَبِّى (“Sesungguhnya aku hanya beribadah kepada Rabb ku.”) yakni sesungguhnya aku hanya beribadah kepada Rabb-ku satu-satunya yang tiada sekutu bagi-Nya, aku memohon perlindungan kepada-Nya dan kepada-Nya pula aku bertawakkal. وَلَآ أُشۡرِكُ بِهِۦٓ أَحَدًا (“dan aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya.”)
Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah menyuruh Nabi Muhammad agar mengatakan kepada orang-orang yang memusuhinya bahwa beliau hanya menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apa pun. Hal yang demikian itu bukanlah suatu yang luar biasa dan bukan pula suatu yang harus dibenci, sehingga mereka beramai-ramai memusuhinya.
Tafsir Quraish Shihab: Katakanlah, “Sesungguhnya aku hanya menyembah Tuhanku semata. Dan aku tidak menyekutukan-Nya dalam beribadah.”
Surah Al-Jin Ayat 21
قُلۡ إِنِّى لَآ أَمۡلِكُ لَكُمۡ ضَرًّا وَلَا رَشَدًا
Terjemahan: Katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatanpun kepadamu dan tidak (pula) suatu kemanfaatan”.
Tafsir Jalalain: قُلۡ إِنِّى لَآ أَمۡلِكُ لَكُمۡ ضَرًّا (Katakanlah, “Sesungguhnya aku tidak kuasa untuk mendatangkan sesuatu kemudaratan pun kepada kalian) atau keburukan وَلَا رَشَدًا (dan tidak pula sesuatu kemanfaatan.”) Atau kebaikan.
Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: قُلۡ إِنِّى لَآ أَمۡلِكُ لَكُمۡ ضَرًّا وَلَا رَشَدًا (“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudlaratan pun kepadamu dan tidak [pula] suatu manfaat.’”) maksudnya, sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa seperti kalian, hanya saja aku diberi wahyu. Aku hanya salah seorang dari hamba-hamba Allah, dan aku tidak mempunyai kuasa sedikitpun untuk memberi hidayah atau menyelewengkan kalian, tetapi semua itu berpulang kepada Allah.
Tafsir Kemenag: Allah menyatakan bahwa Nabi Muhammad tidak dapat bertindak lain dalam persoalan tersebut, tidak sanggup memberi petunjuk, dan mendatangkan kebahagiaan atau kebajikan bagi mereka. Allah memerintahkan Nabi saw untuk menyampaikan kepada orang-orang kafir bahwa ia tidak dapat memberi suatu kemudaratan kepada mereka, baik dalam urusan agama maupun urusan dunia, dan tidak dapat pula memberi manfaat kepada mereka. Hanya Allah yang dapat berbuat demikian seluruhnya. Allah memiliki segala sesuatu dan Dialah yang Mahakuasa atas segala sesuatu.
Nabi Muhammad juga diperintahkan untuk bertawakal kepada Allah karena Dialah yang akan memberi pahala atas tindakannya yang baik. Dia pulalah yang akan memberi balasan kepada orang-orang kafir atas tindakan-tindakan buruk yang mereka lakukan. Hal ini berarti pula bahwa Nabi saw tidak akan meninggalkan dakwah walaupun orang-orang kafir terus menentang.
Tafsir Quraish Shihab: Katakanlah, “Sesungguhnya aku tidak kuasa menolak kemudaratan dan mendatangkan hidayah dan manfaat untuk kalian.”
Surah Al-Jin Ayat 22
قُلۡ إِنِّى لَن يُجِيرَنِى مِنَ ٱللَّهِ أَحَدٌ وَلَنۡ أَجِدَ مِن دُونِهِۦ مُلۡتَحَدًا
Terjemahan: Katakanlah: “Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun dapat melindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali aku tiada akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya”.
Tafsir Jalalain: قُلۡ إِنِّى لَن يُجِيرَنِى مِنَ ٱللَّهِ (Katakanlah, “Sesungguhnya aku sekali-kali tiada yang dapat melindungiku dari Allah) dari azab-Nya jika aku mendurhakai-Nya أَحَدٌ وَلَنۡ أَجِدَ مِن دُونِهِۦ (seseorang pun, dan sekali-kali aku tiada akan memperoleh selain dari-Nya) atau selain-Nya مُلۡتَحَدًا (tempat untuk berlindung) maksudnya, tempat aku berlindung.
Tafsir Ibnu Katsir: Kemudian dia juga memberitahukan tentang dirinya sendiri bahwa tidak ada seorang pun yang mampu menyelamatkan dirinya dari Allah. Dengan kata lain, jika aku berbuat maksiat kepada-Nya, maka tidak ada seorang pun yang mampu menyelamatkan diriku dari adzab-Nya. وَلَنۡ أَجِدَ مِن دُونِهِۦ مُلۡتَحَدًا (“Dan sekali-sekali aku tidak akan memperoleh tempat berlindung selain dari-Nya.”) Mujahid, Qatadah, dan as-Suddi mengatakan: “Tidak ada temapt berlindung.”
Qatadah berkata mengenai ayat: قُلۡ إِنِّى لَن يُجِيرَنِى مِنَ ٱللَّهِ أَحَدٌ وَلَنۡ أَجِدَ مِن دُونِهِۦ مُلۡتَحَدًا (“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku sekali-sekali tidak mendapatkan seorang pun yang dapat melindungiku dari [adzab] Allah, dan sekali-sekali aku tidak akan memperoleh tempat berlindung selain dari-Nya.”) yakni tidak ada yang dapat menolong dan tidak ada pula tempat berlindung.” Dan dalam sebuah riwayat disebutkan: “Tidak ada pelindung dan tidak juga tempat berlindung.”
Tafsir Kemenag: Dalam ayat-ayat ini, Allah menyatakan bahwa Nabi Muhammad tidak sanggup melindungi dirinya sebagaimana ia tidak sanggup pula melindungi orang lain. Oleh sebab itu, Allah menyuruh Nabi-Nya untuk mengatakan bahwa tidak ada seorang pun di antara makhluk Allah yang sanggup melindunginya dari kemudaratan bila Allah menghendakinya. Tidak ada yang dapat membantunya dan tidak ada tempat berlindung selain kepada Allah. Bila Nabi saw terus menjalankan risalah dan menaati-Nya, Allah pasti akan melindunginya. Maksudnya, tidak ada yang akan membela Nabi saw dari ancaman-ancaman Allah bila ia tidak menjalankan risalah-Nya. Nabi hanya bertugas untuk menyampaikan risalah dan peringatan Allah sebagaimana firman-Nya:
Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. (al-Ma’idah/5: 67)
Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa barang siapa yang berani durhaka terhadap suatu perintah atau larangan-Nya serta mendustai Rasul-Nya maka baginya telah disediakan neraka yang akan ditempatinya untuk selama-lamanya. Ia tidak akan sanggup menghindarkan diri dari neraka itu.
Tafsir Quraish Shihab: Katakanlah, “Sesungguhnya tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi Allah dariku sekiranya aku mendurhakai-Nya. Selain kepada-Nya, aku tidak menemukan tempat pelarian untuk berlindung dari siksa- Nya.
Surah Al-Jin Ayat 23
إِلَّا بَلَٰغًا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِسَٰلَٰتِهِۦ وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَإِنَّ لَهُۥ نَارَ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا
Terjemahan: Akan tetapi (aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allah dan risalah-Nya. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya baginyalah neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.
Tafsir Jalalain: إِلَّا بَلَٰغًا (Akan tetapi, aku hanya, menyampaikan peringatan) makna yang dikandung dalam lafal ini merupakan pengecualian atau istitsna dari maf’ul atau objek yang terdapat di dalam lafal amliku. Yakni aku tiada memiliki bagi kalian selain hanya menyampaikan peringatan مِّنَ ٱللَّهِ (dari Allah) yang aku terima dari-Nya وَرِسَٰلَٰتِهِۦ (dan risalah-Nya) lafal ini diathafkan kepada lafal balaaghan dan lafal-lafal yang terdapat di antara mustatsna minhu dan istitsna merupakan jumlah mu`taridhah atau kalimat sisipan yang berfungsi untuk mengukuhkan makna tiada memiliki.
وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ (Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya) dalam hal ketauhidan, lalu ia tidak beriman فَإِنَّ لَهُۥ نَارَ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ (maka sesungguhnya baginya neraka Jahanam, mereka kekal) lafal khaalidiina adalah hal atau kata keterangan keadaan dari dhamir man. Sehubungan dengan lafal lahuu dhamir yang ada padanya adalah untuk menyesuaikan maknanya dengan lafal man. Lafal khaalidiina ini merupakan hal dari lafal yang tidak disebutkan, lengkapnya mereka memasukinya dalam keadaan pasti kekal فِيهَآ أَبَدًا (di dalamnya untuk selama-lamanya.).
Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: إِلَّا بَلَٰغًا مِّنَ ٱللَّهِ وَرِسَٰلَٰتِهِۦ (“Akan tetapi [aku hanya] menyampaikan [peringatan] dari Allah dan risalah-Nya.”) sebagi: an dari mereka mengatakan bahwa yang demikian itu merupakan pengecualian dari firman-Nya قُلۡ إِنِّى لَآ أَمۡلِكُ لَكُمۡ ضَرًّا وَلَا رَشَدًا إِلَّا بَلَٰغًا (“Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudlaratan pun kepadamu dan tidak [pula] suatu manfaat.’ Akan tetapi [aku hanya] menyampaikan [peringatan].”) dan bisa juga pengecualian itu berasal dari firman-Nya:
إِنِّى لَن يُجِيرَنِى مِنَ ٱللَّهِ أَحَدٌ وَلَنۡ أَجِدَ مِن دُونِهِۦ مُلۡتَحَدًا (“Sesungguhnya aku sekali-sekali tidak mendapatkan seorang pun yang dapat melindungiku dari [adzab] Allah,”) maksudnya tidak ada yang dapat melindungi dan menyelamatkanku darinya kecuali penyampaian risalah yang aku lakukan yang telah diwajibkannya kepadaku. Sebagaimana yang difirmankan-Nya yang artinya:
“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabb-mu. Dan jika kamu tidak kerjakan [apa yang diperintahkan itu, berarti] kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memeliharamu dari [gangguan] manusia.” (al-Maa-idah: 67)
Demikian juga dengan firman-Nya: وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَإِنَّ لَهُۥ نَارَ جَهَنَّمَ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا (“Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya baginyalah neraka jahanam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.”) maksudnya, aku telah menyampaikan risalah Allah kepada kalian. Karena itu barangsiapa berbuat durhaka setelah itu, maka ia akan memperoleh balasan atas perbuatannya tersebut, yaitu neraka jahanam, mereka kekal di dalamnya. Yakni, tidak ada yang bisa menyelamatkan dan juga mengeluarkan mereka darinya.
Tafsir Kemenag: Dalam ayat-ayat ini, Allah menyatakan bahwa Nabi Muhammad tidak sanggup melindungi dirinya sebagaimana ia tidak sanggup pula melindungi orang lain. Oleh sebab itu, Allah menyuruh Nabi-Nya untuk mengatakan bahwa tidak ada seorang pun di antara makhluk Allah yang sanggup melindunginya dari kemudaratan bila Allah menghendakinya. Tidak ada yang dapat membantunya dan tidak ada tempat berlindung selain kepada Allah. Bila Nabi saw terus menjalankan risalah dan menaati-Nya, Allah pasti akan melindunginya. Maksudnya, tidak ada yang akan membela Nabi saw dari ancaman-ancaman Allah bila ia tidak menjalankan risalah-Nya. Nabi hanya bertugas untuk menyampaikan risalah dan peringatan Allah sebagaimana firman-Nya:
Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu. Jika tidak engkau lakukan (apa yang diperintahkan itu) berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. (al-Ma’idah/5: 67)
Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa barang siapa yang berani durhaka terhadap suatu perintah atau larangan-Nya serta mendustai Rasul-Nya maka baginya telah disediakan neraka yang akan ditempatinya untuk selama-lamanya. Ia tidak akan sanggup menghindarkan diri dari neraka itu.
Tafsir Quraish Shihab: Tetapi aku hanya kuasa menyampaikan apa yang datang dari Allah dan pesan-pesan suci dari-Nya yang ditugaskan kepadaku. Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya kemudian berpaling dari agama Allah, maka ia akan mendapat siksa api neraka dan kekal abadi di dalamnya.
Surah Al-Jin Ayat 24
حَتَّىٰٓ إِذَا رَأَوۡاْ مَا يُوعَدُونَ فَسَيَعۡلَمُونَ مَنۡ أَضۡعَفُ نَاصِرًا وَأَقَلُّ عَدَدًا
Terjemahan: Sehingga apabila mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka, maka mereka akan mengetahui siapakah yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit bilangannya.
Tafsir Jalalain: حَتَّىٰٓ إِذَا (Sehingga apabila mereka melihat) lafal hattaa di sini mengandung makna ibtidaiyah atau permulaan, dan sekaligus mengandung makna ghayah atau tujuan terakhir dari lafal yang diperkirakan sebelumnya; lengkapnya, mereka masih tetap berada di dalam kekafirannya sehingga mereka melihat مَا يُوعَدُونَ (apa yang diancamkan kepada mereka) yaitu azab,
فَسَيَعۡلَمُونَ (maka mereka akan mengetahui) manakala azab itu datang menimpa mereka, yaitu dalam perang Badar atau pada hari kiamat nanti مَنۡ أَضۡعَفُ نَاصِرًا وَأَقَلُّ عَدَدًا (siapakah yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit bilangannya.”) maksudnya pembantu-pembantunya, apakah mereka ataukah orang-orang mukmin; penafsiran ini menurut pendapat yang pertama, yaitu dalam perang Badar. Aku ataukah mereka; penafsiran ini berdasarkan pendapat yang kedua, yaitu pada hari kiamat nanti. Sebagian di antara mereka, atau di antara orang-orang kafir itu ada yang bertanya, kapankah datangnya ancaman yang dijanjikan itu? Kemudian turunlah firman selanjutnya, yaitu:.
Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: حَتَّىٰٓ إِذَا رَأَوۡاْ مَا يُوعَدُونَ فَسَيَعۡلَمُونَ مَنۡ أَضۡعَفُ نَاصِرًا وَأَقَلُّ عَدَدًا (“Sehingga apabila mereka melihat adzab yang diancamkan kepada mereka, maka mereka akan mengetahui siapakah yang lebih lemah penolongnya dan lebih sedikit bilangannya.”) sehingga jika orang-orang dan jin-jin musyrik itu mengetahui apa yang dijanjikan pada hari kiamat kelak, maka pada hari itu mereka akan mengetahui, siapakah penolong yang lebih lemah dan lebih sedikit, mereka ataukah orang-orang yang beriman yang mengesakan Allah Ta’ala.
Dengan kata lain, tetapi orang-orang musyrik itulah yang tidak mempunyai penolong sama sekali dan mereka lebih sedikit jumlahnya dari bala tentara Allah swt.
Tafsir Kemenag: Allah lalu menghibur dan menenteramkan Nabi Muhammad serta mengejek orang-orang kafir karena kekurangperhatian mereka terhadap jin, sedangkan mereka mengaku sebagai cerdik pandai, dan juga karena kecerobohan mereka mendustakan dan mengejek sesuatu. Akan tetapi di samping itu, mereka cepat mengakui kebenaran jin serta mengharap petunjuk darinya.
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan bahwa orang-orang kafir senantiasa menghina dan mengejek orang-orang mukmin sehingga mereka melihat dengan mata kepala sendiri siksa-siksa yang dijanjikan kepada mereka. Ketika itu, barulah mereka sadar siapakah sebenarnya yang hina, apakah orang-orang mukmin yang mentauhidkan Allah ataukah orang-orang musyrik yang tidak mempunyai pembantu dan penolong?
? sehingga apabila mereka telah melihat apa yang diancamkan kepada mereka, baik azab maupun Kiamat, maka mereka akan mengetahui siapa yang lebih jelek kedudukannya dan lebih lemah bala tentaranya. (Maryam/19: 75).
Tafsir Quraish Shihab: Sehingga ketika mereka menyaksikan siksa yang djanjikan, mereka akan tahu–ketika azab itu telah mereka rasakan–siapa yang paling lemah penolongnya dan paling sedikit bilangannya; merekakah atau orang-orang Mukmin?”
Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al-Jin Ayat 18-24 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 663-664 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 662 – Kitab Adzan - 30/08/2020
- Hadits Shahih Al-Bukhari No. 661 – Kitab Adzan - 30/08/2020