Tidak Paham Ilmu Nahwu, Ulama Wahabi Ini Mati Kutu Saat Debat

Tidak Paham Ilmu Nahwu, Ulama Wahabi Ini Mati Kutu Saat Debat

Pecihitam.org – Islam datang ke Bali yang mayoritas Hindu itu tampil dengan penuh toleransi dan kedamaian, sehingga masyarakat tidak terusik. Bahkan selama masa perjuangan kedua komunitas agama yang berbeda itu bahu membahu dalam melawan Belanda.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Tetapi sejak tahun 1934, pulau Bali dijadikan target gerakan puritanisme yang dikomandoi oleh kelompok yang mengaku modernis Islam alias sekte wahabi salafi. Beberapa tokoh wahabi dikirim dari Solo dan Banyuwangi untuk menancapkan pengaruhnya dengan cara menyerang habis-habisan tradisi Islam yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat setempat. Slogan taklid buta, bid’ah, khurafat dan tahayyul pun mereka jadikan platform perjuangan.

Mereka juga tak segan-segan menuduh praktek beragama ulama dan masyarakat Muslim Bali sebagai bentuk peribadatan yang telah tercemari oleh perbuatan syirik. Tentu saja masyarakat Islam Bali tidak tinggal diam dengan tuduhan tersebut. Mereka tidak terima jika faham ahlussunnah wal jama’ah yang selama ini diwariskan oleh para ulama mereka dituduh menyimpang, bahkan dianggap mengajarkan ajaran yang sesat.

Baca Juga:  Kecerdasan Sayyidina Ali Menjawab Pertanyaan Tiga Pendeta Yahudi

Oleh sebab itu, beberapa kali tokoh-tokoh sekte salafi wahabi diusir karena dianggap meresahkan dan memancing permusuhan di kalangan masyarakat.

Namun setelah diusir, ada saja utusan baru yang dikirimkan dan mendekati masyarakat dengan strategi yang berbeda.

Hingga suatu ketika, salah seorang tokoh sekte Salafi wahabi yang merasa ingin membuktikan kebenaran ajaran yang dipeluknya menantang para ulama Bali untuk membuktikan ajaran siapa yang lebih benar melalui perdebatan bukan dengan kekuatan massa tetapi dengan kekuatan nalar.

Mendengar berita ini, KH Sayyid Ali Bafaqih yang terkenal sangat tegas segera tampil menerima tantangan dari tokoh sekte Salafi wahabi itu. Pada hari dan tempat yang telah ditentukan, kedua tokoh berseberangan faham itu pun bertemu. Disaksikan oleh masyarakat luas adu argumen pun segera dimulai. Sebagai bentuk penghormatan, tokoh sekte Salafi Waahabi pun dipersilahkan untuk terlebih dahulu membuka pembicaraan, memaparkan ajarannya.

Baca Juga:  Belajar Dari Kisah Nabi Yusuf Dan Zulaikha

Setelah mengucapkan salam dan hamdalah tokoh sekte Salafi Wahabi tersebut mulai berorasi dengan suara lantang. Tapi baru saja ia berkata; “Rasulullah bersabda: “Man kana…”

“Behenti dulu… Berhenti dulu!!” teriak Sayyid Ali Bafaqih memotong pembicaraan dengan suara lebih lantang seraya mengangkat tangan kanannya. Tentu saja, semua yang ada di tempat kejadian terheran-heran dan berbisik mengenai tindakan Sayyid Ali tersebut.

Ketika merasa semua orang mulai tenang, Sayyid Ali Bafaqih pun kemudian berkata:
“Sebelum tuan meneruskan sabda Rasulullah tersebut saya hendak bertanya,

”‘man’ itu huruf apa dan dalam gramatika Arab kedudukan sebagai apa?”

Mendengar pertanyaan yang tidak pernah disangkanya, tokoh sekte Salafi Wahabi tersebut lantas terdiam. Ia mencoba untuk mengelak namun Sayyid Ali tidak mau meneruskan perdebatan sebelum mendapatkan jawaban. Karena sudah sangat terpojok, sang tokoh sekte Salafi Wahabi pun mengaku tidak mengetahui jawabannya. Tapi ia berjanji akan memberikan jawaban di luar masalah huruf ‘man’.

Baca Juga:  Peranan Mr. Hempher Terhadap Gerakan Muhammad bin Abdul Wahab (Bag 6)

Setelah mendengar pengakuan rivalnya itu, Sayyid Ali langsung berkata:

Jangan sekali-kali tuan berani mengartikan Al-Qur’an dan Hadis Nabi jika tuan sendiri tidak memahami bahasa Arab dengan benar!

Akhirnya, dalam perdebatan tersebut, Sayyid Ali berhasil memenangkan perdebatan nya tanpa harus bersusah payah. Sementara rivalnya sekte Salafi wahabi sendiri tertunduk malu dan meninggalkan arena tanpa daya.

Source: NU Online

Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *