Tingkatan Ikhlas Menurut Syekh Nawawi Al-Bantani

ikhlas

Pecihitam.org – Dalam syariat kita ketahui ikhlas adalah satu syarat diterimanya amal ibadah seseorang. Tanpa keikhlasan sebaik apapun amal yang dilakukan oleh seorang mukmin tak akan ada nilainya di sisi Allah SWT.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Di dalam kitab At-Ta’rifatt karya Ali al-Jurjani diterangkan bahwa ikhlas ialah engkau tidak mencari orang untuk menyaksikan amalmu melainkan Allah. Ikhlas juga diartikan membersihkan amal dari berbagai kotoran (Ali Al-Jurjani, At-Ta’rifat, [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1983], hal. 14).

Prof. Dr. Qurais Shihab dalam kajian ilmiahnya pernah memberikan gambaran tentang ikhlas dengan sebuah gelas yang penuh air putih. Tidak ada yang ada dalam gelas itu selain murni air putih belaka, tanpa tercampuri apa pun. Itulah yang disebut dengan ikhlas. Seseorang melakukan satu amalan hanya karna Allah semata, tak ada tujuan lain yang mencampurinya. Tak ada harapan surga, tak ada keinginan enaknya hidup di dunia, semua murni karena Allah saja.

Meski demikian ada kriteria tertentu di mana seseorang melakukan suatu amalan dengan motivasi tertentu namun masih dikategorikan sebagai ikhlas. Syekh Nawawi Banten di dalam kitabnya Nashaihul ‘Ibad membagi keikhlasan ke dalam 3 (tiga) tingkatan.

Daftar Pembahasan:

Tingkatan pertama

Dalam kitab tersebut beliau memaparkan tingkat ikhlas sebagai berikut:

فأعلى مراتب الاخلاص تصفية العمل عن ملاحظة الخلق بأن لا يريد بعبادته الا امتثال أمر الله والقيام بحق العبودية دون اقبال الناس عليه بالمحبة والثناء والمال ونحو ذلك

Baca Juga:  Meluruskan Ust Wahabi Yazid Jawas yang Mendhaifkan Hadits Fadhilah Baca Yasin

Artinya: “Tingkatan ikhlas yang paling tinggi adalah membersihkan perbuatan dari perhatian makhluk (manusia) di mana tidak ada yang diinginkan dengan ibadahnya selain menuruti perintah Allah dan melakukan hak penghambaan, bukan mencari perhatian manusia berupa kecintaan, pujian, harta dan sebagainya.” (Muhammad Nawawi al-Jawi, Nashaihul ‘Ibad, [Jakarta: Darul Kutub Islamiyah, 2010], hal. 58).

Pada tingkatan ini orang yang melakukan amalan atau ibadah tidak memiliki tujuan apapun selain hanya karena menuruti perintah Allah semata. Ia menyadari bahwa dirinya adalah hamba Allah sedangkan Allah adalah tuannya. Maka baginya sudah selayaknya seorang hamba taat dan patuh serta menuruti apapun yang diperintahkan oleh tuannya tanpa berharap mendapatkan imbalan apapun.

Orang yang beramal dengan keikhlasan tingkat ini sama sekali tak terpikir olehnya balasan atas amalnya itu. Pun ia tak peduli apakah kelak di akhirat Allah akan memasukkannya ke dalam surga atau neraka. Ia hanya mengharap ridha Tuhannya.

Tingkatan Ikhlas Yang Kedua

Syekh Nawawi menuturkan lebih lanjut:

والمرتبة الثانية أن يعمل لله ليعطيه الحظوظ الأخروية كالبعاد عن النار وادخاله الجنة وتنعيمه بأنواع ملاذها

Artinya: “Tingkat keikhlasan yang kedua adalah melakukan perbuatan karena Allah agar diberi bagian-bagian akhirat seperti dijauhkan dari siksa api neraka dan dimasukkan ke dalam surga dan menikmati berbagai macam kenikmatannya.”

Pada tingkatan kedua ini orang yang beramal melakukan amalannya karena Allah namun di balik itu ia memiliki keinginan agar dengan ibadahnya kelak di akhirat ia akan mendapatkan pahala yang besar dari Allah. Ia beribadah dengan harapan kelak di hari kiamat terselamatkan dari berbagai keadaannya yang mengerikan, terlindungi dari panas yang menyengat, dimudahkan hisabnya. Hingga pada akhirnya ia tidak dimasukkan ke dalam api neraka tapi sebaliknya Allah berkenan memasukkannya ke dalam surga sehingga ia dapat menikmati berbagai fasilitas yang tiada duanya.

Baca Juga:  Gagasan Mistik dan Filsafat dalam Pemikiran Ibn Arabi

Beribadah dengan niat dan motivasi seperti ini masih dikategorikan sebagai ikhlas, hanya saja bukan ikhlas yang sesungguh-sungguhnya ikhlas. Ini diperbolehkan mengingat Allah dan Rasulullah sangat sering memotivasi para hamba dan umatnya untuk melakukan amalan tertentu dengan iming-iming pahala yang besar dan kenikmatan yang luar biasa di akhirat kelak.

Tingkatan Ikhlas Ketiga

Lebih lanjut Syekh Nawawi menuturkan:

والمرتبة الثالثة أن يعمل لله ليعطيه حظا دنيويا كتوسعة الرزق ودفع المؤذيات

Artinya: “Tingkatan ikhlas yang ketiga adalah melakukan perbuatan karena Allah agar diberi bagian duniawi seperti kelapangan rizki dan terhindar dari hal-hal yang menyakitkan.”

Tingkat keikhlasan yang ketiga ini adalah tingkat keikhlasan yang paling rendah di mana orang yang beribadah dilakukan karena Allah, namun ia memiliki harapan akan mendapatkan imbalan duniawi dengan ibadahnya itu. Sebagai contoh orang yang melakukan shalat dhuha dengan motivasi akan diluaskan rejekinya, aktif melakukan shalat malam dengan harapan akan mendapatkan kemuliaan di dunia, banyak membaca istighfar agar dimudahkan mendapatkan keturunan dan lain sebagainya.

Baca Juga:  Mengapa Zakat Fitrah Haram Diberikan kepada Nabi SAW dan Ahli Baitnya? Ini Rahasianya

Hal yang demikian ini masih tetap dianggap sebagai ikhlas karena agama sendiri menawarkan imbalan-imbalan tersebut ketika memotivasi umat untuk melakukan suatu amalan tertentu. Hanya saja tingkat keikhlasannya adalah tingkat paling rendah.

Lalu bagaimana bila seorang yang beribadah atau melakukan suatu amalan dengan motivasi selain tiga hal di atas? Misalkan orang beribadah dengan harapan agar dipuji dan dianggap orang lain sebagai orang yang taat, mencari ilmu dengan harapan akan dihormati orang lain sebagai orang yang alim, bersedekah dengan harapan akan mendapatkan suara banyak dalam pemilihan lurah, kepala daerah atau wakil rakyat.

Masih menurut Syekh Nawawi bahwa yang demikian itu termasuk sikap riya yang tercela, bukan ikhlas. Beliau menegaskan:

وما عدا ذلك رياء مذموم

Artinya: “Selain ketiga motivasi di atas adalah riya yang tercela.”

Wallhua’alam Bisshawab.

Arif Rahman Hakim
Sarung Batik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *