Pecihitam.org – Setiap mesjid muazzinnya (orang yang mengumandangkan azan) rata-rata adalah orang laki-laki. Tidak ada perempuan yang adzan. Tetapi tidak menutup kemungkinan akan ada atau sudah terjadi di mana perempuan yang mengumandangkan adzan tapi tidak diketahui oleh publik.
Kalau seandainya ada perempuan yang adzan saat masuk waktu shalat pada suatu mesjid atau tempat-tempat shalat, seperti mushalla atau surau. Bagaimana hukumnya dalam fiqih Madzhab yang empat khususnya madzhab Syafi’i?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas maka kita harus mengetahui lebih dahulu bahwa adzan yang dilakukan oleh perempuan itu ada dua kategori:
- Adzan dengan suara pelan hanya untuk dirinya sendiri atau untuk kaumnya saja sesama wanita.
- Adzan dengan suara keras sekira dapat didengar oleh orang laki-laki, baik adzan untuk dirinya atau untuk sesama wanita.
Dalam kitab Minhaj al-Qawiim juz-I, hal. 149 dijelaskan sebagai berikut:
(ويستحب الإقامة وحدها للمرأة ) لنفسها وللنساء لا للرجال والخناثى وللخنثى لنفسه وللنساء لا للرجال أما الأذان فلا يندب للمرأة مطلقا فإن أذنت سرا لها أو لمثلها أبيح أو جهرا فوق ما تسمع صواحبها وثمة من يحرم نظره إليها حرم للإفتتان بصوتها كوجهها
“Disunnahkan Iqamat saja bagi wanita untuk dirinya dan untuk sesama kaum wanita, tidak iqamat untuk kaum laki-laki, kaum banci. Disunnahkan juga iqamat bagi banci untuk dirinya dan kaum wanita tidak untuk kaum laki-laki. Sedangkan Adzan maka tidak disunnahkan bagi wanita secara muthlak, namun bila ia Adzan secara pelan untuk dirinya atau untuk sesamanya (wanita) diperbolehkan. Bila Adzannya dengan keras dalam batas diluar yang dia perdengarkan pada teman-temannya, disana ada ulama berpendapat haram melihat wajah wanita karena khawatir menimbulkan fitnah begitu juga dengan suaranya”.
Dalam kitab I’anah al-Thalibin juz-I, hal. 233 ada juga dijelaskan sebagai berikut:
وَ) سُنَّ (إِقَامَةٌ لأُنْثَى) سِرًّا وَخُنْثَى فَإِنْ أَذَّنَتْ لِلنِّسَاءِ سِرًّا ) لَمْ يُكْرَهْ أَوْ جَهْرًا حَرُمَ (قَوْلُهُ وَسُنَّ إِقَامَةٌ لأُنْثَى) أَيْ لِنَفْسِهَا وَلِلنِّسَاءِ لاَ لِلرِّجَالِ وَالْخُنَاثِيْ وَلاَ يُسَنُّ لَهَا اْلأَذَانُ مُطْلَقًا
“Disunnahkan iqamat bagi wanita dengan suara pelan, demikian pula waria. Bilamana seorang wanita Adzan sesama wanita dengan suara pelan maka tidak makruh, atau dengan suara keras maka haram. Kalimat “disunatkan iqamat bagi wanita” yakni bagi dirinya atau sesama wanita, bukan terhadap para pria dan waria. Tidaklah disunatkan bagi wanita Azan secara mutlak”.
Maka berdasarkan kitab fiqih syafi’iyah di atas jelaslah bahwa apabila dengan suara pelan untuk dirinya sendiri dan kaum sejenisnya (sesama wanita) boleh, tapi tidak sunnah. Dan apabila dengan suara keras sekira dapat didengar oleh orang laki-laki lain maka haram, walaupun adzan untuk dirinya sendiri atau untuk kaum sesama wanita saja. Namun tetap haram karena didengar oleh laki-laki di luar.
Dengan demikian, kalau dalam suatu mesjid atau mushalla yang menjadi muazzin adalah wanita dan melakukan adzan ketika masuk waktu shalat dengan menggunakan microphone maka jelas hukumnya haram.
Hal ini tidak mustahil terjadi apabila ideologi umat Islam tidak lagi bermadzhab pada salah satu Madzhab yang empat dalam berfiqih. Oleh karena itu, dalam artikel kecil ini saya menegaskan bahwa dalam Madzhab Syafii hukum perempuan adzan dengan suara keras, baik untuk kaum laki-laki dan perempuan, atau untuk kaum perempuan saja adalah haram. Kalau dilakukan juga maka mendapat azab dari Allah dan jika tidak dilakukannya jika diperintah maka mendapat pahala dari Allah swt.
Wallaahu a’lam wa muwafiq ila aqwami al-thariq.