Pecihitam.org – Tidak seorang pasangan-pun yang mengharapkan perceraian atau talak terjadi dalam rumah tangganya. Namun jika maslahah terjadi setelah perceraian lebih kuat dan untuk menghindari dosa lebih besar berupa kekerasan misalnya, Talak merupakan pilihan terburuknya. Lantas bagaimana sebenarnya hukum perceraian dalam Islam ?
Daftar Pembahasan:
Apa Itu Perceraian?
Pada dasarnya Perceraian adalah lepasnya ikatan pernikahan antara suami dan istri. Ketika pasangan suami-istri sah dikatakan cerai, maka hak dan kewajiban antara keduanya sebagai pasangan pun akan gugur. Ini termasuk di mana keduanya juga tidak boleh lagi melakukan hubungan intim atau bahkan bersentuhan seperti saat sebelum menikah dulu.
Cerai dalam bahasa Arab menggunakan Istilah Talak (طلّق) yang berarti menceraikan atau melepas ikatan. Sedangkan pengertian secara fiqih, Talak adalah terlepasnya ikatan pernikahan antara suami-istri, baik karena ungkapan talak sang suami, ungkapan tidak sengaja oleh suami, maupun karena gugatan sang istri melalui meja pengadilan.
Dalam kitab Fathul Wahab dijelaskan bahwa Talak atau cerai adalah melepas tali akad nikah dengan kalimat talak/ cerai atau sejenisnya. Talak dikatakan melepas hubungan dari ikatan, karena pernikahan sendiri bermakna ikatan yang menjadikan suami-Istri. Maka dengan kalimat talak itu ikatan pernikahan menjadi terlepas.
Hukum Perceraian dalam Islam
Hukum dasar dari perceraian dalam islam adalah boleh dan tidak haram. Namun perceraian sangat dibenci Allah SWT. Karena bagaimanapun dampak negatif dari perceraian tersebut biasanya sangat besar terutama kepada anak.
Sebagaimana Hadits riwayat Ibnu Umar, dengan jalur Katsir bin Ubaid dan Muhammad bin Khalid dan Muarrif bin Washil dan Muharib bin Ditsar dalam kitab Abu Dawud.
أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى الطَّلَاقُ
Artinya; “Halal yang paling dibenci Allah adalah thalak”
Dengan demikian, meski dalam agama hukum perceraian diperbolehkan, namun Islam menganjurkan pasangan suami istri untuk mencari jalan keluar lain. Dan perceraian pun bisa dijadikan sebagai jalan paling terakhir untuk menyelesaikan masalah jika sudah tidak ada lagi jalan terbaik.
Dalam surat Al-Baqarah ayat 227 disebutkan,
وَإِنْ عَزَمُوا۟ ٱلطَّلَٰقَ فَإِنَّ ٱللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”
Ayat tentang hukum perceraian dalam Islam ini berlanjut pada surat Al-Baqarah ayat 228 hingga ayat 232.
Selain pada surat Al-Baqarah, aturan tentang berumahtangga juga diatur Islam dalam surat Ath-Thalaq ayat 1-7. Selain itu juga dibahas tentang kewajiban suami terhadap istrinya, hingga aturan dalam Islam ketika seorang istri berada dalam masa iddah setelah dicerai.
Masa iddah sendiri artinya adalah masa menunggu setelah seorang perempuan ditinggal suaminya. Sebab perempuan yang telah putus hubungan perkawinan karena dicerai (baik cerai mati atau talak) oleh suaminya tidak serta merta bisa langsung menikah lagi dengan laki-laki lain sebelum ia selesai masa Iddah.
Pun seorang laki-laki juga tidak dibenarkan mengutarakan keinginannya untuk menikah dengan perempuan yang masih berada di dalam masa iddah. Inilah ketentuan hukum-hukum ranah perceraian dalam agama Islam.
Jenis-jenis Perceraian
Berikut ini adalah jenis-jenis cerai yang bisa dibedakan dari siapa kata cerai tersebut terucap.
A. Talak oleh Suami
Perceraian ini yang paling umum terjadi, yaitu suami yang mentalak istrinya. Hal ini bisa saja terjadi karena berbagai sebab. Dengan suami mengucapkan kata talak/cerai pada istrinya, maka pada saat itu juga perceraian telah terjadi, tanpa perlu menunggu keputusan pengadilan.
Adapun talak yang dilakukan oleh pihak laki-laki masih dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:
Talak Raj’i
Dalam kitab Bidayah al-Mujtahid karya Ibnu Rusyd, disebutkan bahwa talak raj’i ialah talak dimana suami masih memiliki hak untuk rujuk lagii kepada istrinya, tanpa harus ada persetujuan isteri. Dan para ulama bersepakat diantara syaratnya adalah suami telah menggauli isterinya, sebagaimana firman Allah swt,
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَطَلِّقُوهُنَّ لِعِدَّتِهِنَّ وَأَحْصُوا الْعِدَّةَ وَاتَّقُوا اللَّهَ رَبَّكُمْ لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ لَا تَدْرِي لَعَلَّ اللَّهَ يُحْدِثُ بَعْدَ ذَلِكَ أَمْرًا
“Wahai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar). Dan hitunglah waktu iddah itu. Serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumahnya dan janganlah (diizinkan) keluar kecuali jika mereka mengerjakan perbuatan keji yang jelas. Itulah hukum-hukum Allah, dan barang siapa melanggar hukum-hukum Allah, maka sungguh dia telah berbuat dhalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali setelah itu Allah mengadakan suatu ketentuan yang baru.” (Qs. Thalak: 1)
Dan berdasarkan hadits shahih riwayat Imam Muslim dari Ibnu Sirin,
أنّ ابن عمر طلّق امرأته وهي حائض فأمر أن يراجعها
“Bahwa Ibnu Umar pernah menceraikan isterinya yang sedang haid, maka ia diperintahkan untuk merujuknya kembali”
Dari kedua dalil tersebut menunjukkan bahwa suami tidak boleh menceraikan isteri dalam masa haid, karena mungkin saja dalam waktu tersebut suami dapat berfikir kemudian merujuk isterinya. Namun, jika masa iddah telah habis, suami tidak boleh lagi rujuk kecuali dengan melakukan akad nikah baru.
Talak Ba’in
Talak ba’in juga dibagi menjadi dua, yaitu talak ba’in sughro dan talak ba’in kubro. Talak ba’in sughro adalah nama lain dari talak dua, sedangkan talak ba’in kubro adalah nama lain dari talak tiga.
Dalam talak ba’in sughro, jika ingin rujuk kepada isterinya maka disyaratkan harus meminta izin kepadanya, dan melakukan akad yang baru.
Sedangkan jika sudah jatuh talak ba’in kubro (talak tiga), syarat untuk rujuk menjadi sangat ketat karena harus ada pihak ketiga (muhallil). Yaitu si istri harus menikah dengan laki-laki lain dengan syarat tidak ada paksaan dalam pernikahannya, adanya mahar, dan antara keduanya telah melakukan hubungan suami isteri.
Kemudian suami yang kedua menceraikan si isteri tersebut tanpa adanya pemaksaan dari pihak manapun, dan si istri menjalani masa iddah lagi dari suami kedua.
Jika langkah-langkah tersebut telah dilewati, maka dengan berakhirnya masa iddah si istri dari suami kedua, dengan begitu suami pertama boleh menikah lagi dengan isterinya, dengan syarat melaksanakan akad yang baru dan mahar yang baru juga.
Talak Sunni
Talak sunni ini adalah ketika suami mengucapkan cerai kepada istrinya yang masih suci dan belum digauli. Kemudian, istri itu meninggalkan suaminya sampai habis masa idahnya. Talak ini merupakan talak yang sesuai dengan syariat Islam. Hukum dari talak sunni adalah sah.
Talak Bid’i
Yaitu talak ketika suami mengucapkan cerai kepada istrinya saat istrinya sedang dalam keadaan haid atau ketika istrinya sedang suci namun sudah disetubuhi.
Talak Taklik
Talak taklik yaitu ketika seorang suami akan menceraikan istrinya dengan syarat-syarat tertentu. Dalam hal ini, jika syarat atau sebab yang ditentukan itu berlaku (terjadi), maka seketika itu terjadilah perceraian atau talak.
B. Gugat Cerai Istri
Berbeda jika suami mengucapkan kata Talak maka jatuhlah perceraian, gugat cerai istri ini harus menunggu keputusan dari pengadilan. Berikut adalah jenis-jenis gugat cerai:
Fasakh
Fasakh adalah pengajuan cerai tanpa adanya kompensasi dari istri ke suami akibat beberapa perkara, seperti:
- Suami tidak memberi nafkah lahir batin selama 6 bulan berturut-turut.
- Suami meninggalkan istri selama 4 bulan berturut-turut tanpa kabar.
- Suami tidak melunasi mahar yang disebutkan saat akad nikah (baik sebagian atau seluruhnya) sebelum terjadinya hubungan suami istri.
- Adanya perlakuan buruk dari suami kepada istrinya (KDRT)
Khulu’
Khulu’ adalah perceraian yang berupa kesepakatan antara suami dan istri dengan adanya pemberian sejumlah harta dari istri kepada suami. Terkait dengan hal ini terdapat pada surat al Baqarah ayat 229 yang artinya:
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. al Baqarah: 229).
Wallahua’lam bisshawab.