Surah Al-Kahfi Ayat 6-8; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Al-Kahfi Ayat 6-8

Pecihitam.org – Kandungan Surah Al-Kahfi Ayat 6-8 ini, Allah swt mengingatkan Rasul saw agar tidak bersedih hati, hingga merusak kesehatan dirinya, hanya karena kaumnya tidak mau beriman kepada Al-Qur’an dan kenabiannya. Allah swt menerangkan bahwa segala yang ada di atas bumi ini diciptakan sebagai perhiasan bagi bumi itu, baik binatang dan tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari berbagai jenis di lautan dan di daratan, maupun barang-barang tambang yang beraneka ragam dan sebagainya.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Allah benar-benar mampu untuk membuat apa yang ada di atas bumi ini menjadi tanah yang datar dan tandus, tidak ada tumbuh-tumbuhan yang menghiasinya. Keindahan yang semula memikat penglihatan berubah menjadi pemandangan yang kering dan pudar.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Al-Kahfi Ayat 6-8

Surah Al-Kahfi Ayat 6
فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَّفْسَكَ عَلَى آثَارِهِمْ إِن لَّمْ يُؤْمِنُوا بِهَذَا الْحَدِيثِ أَسَفًا

Terjemahan: “Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Quran).”

Tafsir Jalalain: فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ (Maka barangkali kamu akan membinasakan) membunuh نَّفْسَكَ عَلَى آثَارِهِمْ (dirimu sendiri sesudah mereka) sesudah mereka berpaling darimu إِن لَّمْ يُؤْمِنُوا بِهَذَا الْحَدِيثِ (sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini) yakni kepada Alquran أَسَفًا (karena bersedih hati) karena perasaan jengkel dan sedihmu, disebabkan kamu sangat menginginkan mereka beriman. Lafal Asafan dinashabkan karena menjadi Maf’ul Lah.

Tafsir Ibnu Katsir: Allah berfirman seraya menghibur Rasul-Nya, Muhammad saw. atas kesedihan beliau terhadap orang-orang musyrik karena tindakan mereka meninggalkan iman dan jauhnya mereka dari keimanan. Sebagaimana yang difirmankan-Nya: falaa tudzHib nafsaka ‘alaiHim hasaraat (“Maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka.”) (QS. Faathir: 8)

Firman-Nya: بَاخِعٌ (“Membunuh,”) berarti membinasakan dirimu akibat kesedihanmu atas diri mereka. Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman: فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَّفْسَكَ عَلَى آثَارِهِمْ إِن لَّمْ يُؤْمِنُوا بِهَذَا الْحَدِيثِ (Maka [apakah] barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati sesudah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini) al-Hadits yakni al-Qur’an. Allah berfirman, janganlah kamu membinasakan dirimu karena putus asa.

Qatadah mengemukakan: “Engkau membunuh dirimu sendiri karena murka dan sedih atas mereka.” Mujahid mengatakan: “Yakni, keluh kesah.” Semua pengertian tersebut sangat berdekatan. Dengan kata lain, janganlah kamu kecewa terhadap mereka, tetapi sampaikan risalah Allah kepada mereka.

Barangsiapa yang mendapatkan petunjuk, maka yang demikian itu
untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang sesat, maka ia sendiri yang menyesatkan dirinya itu. Dan janganlah kamu membinasakan dirimu karena mereka.

Tafsir Kemenag: Menurut riwayat Ibnu ‘Abbas bahwa ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, Abu Jahal bin Hisyam, an-Nadhar bin Harits, Umayyah bin Khalaf, al-Asya bin Wa’il, al-Aswad bin Muththalib, dan Abu Buhturi di hadapan beberapa orang Quraisy mengadakan pertemuan. Rasul saw merasa susah melihat perlawanan kaumnya kepadanya dan pengingkaran mereka terhadap ajaran-ajaran yang dibawanya, sehingga sangat menyakitkan hatinya. Lalu turunlah ayat ini.

Baca Juga:  Surah Al-Ankabut Ayat 61-63; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Dalam ayat ini, Allah swt mengingatkan Rasul saw agar tidak bersedih hati, hingga merusak kesehatan dirinya, hanya karena kaumnya tidak mau beriman kepada Al-Qur’an dan kenabiannya. Hal demikian itu tidak patut membuat Nabi sedih karena tugas beliau hanyalah menyampaikan wahyu Ilahi kepada mereka, sedangkan kesediaan jiwa mereka untuk menerima kebenaran ayat-ayat tersebut tergantung kepada petunjuk Allah swt.

Firman Allah swt: Bukanlah kewajibanmu (Muhammad) menjadikan mereka mendapat petunjuk, tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. (al-Baqarah/2: 272)

Sesungguhnya Nabi Muhammad bersedih hati karena hasratnya yang besar dan kecintaannya yang dalam terhadap kaumnya supaya mereka beriman, tidak tercapai. Beliau diberi gelar habibullah artinya kekasih Allah, maka sifat kasih sayang beliau yang sangat menonjol kepada sesama manusia itu adalah pencerminan dari cintanya kepada Allah. Semakin kuat cinta kepada Allah, semakin besar pula kasihnya kepada manusia, bahkan manusia itu dirasakan sebagai dirinya.

Oleh karena itu, ketika kaumnya menjauhkan diri dari bimbingan Allah swt dan rasul-Nya, beliau merasakan kejadian itu sebagai pukulan berat bagi dirinya. Bukankah kaum yang jauh dari hidayah Allah pada akhirnya akan hancur, dan beliau sendiri akan menyaksikan kehancuran mereka itu. Hati yang sangat iba terhadap mereka menjadi penghalang kebenaran, apapun pendorongnya, dan dapat mengham-bat jalan kebenaran itu sendiri.

Maka Allah swt mengingatkan Rasul saw agar tidak mengindahkan tanggapan kaum musyrikin yang menjadi peng-halang tersebarnya agama Islam, tetapi terus menyampaikan dakwahnya dengan bijaksana. Sebab mereka itu adalah manusia yang telah dikaruniai akal pikiran. Dengan akal pikiran itu, manusia dapat merenungkan kebenar-an ayat-ayat Al-Qur’an dan ayat-ayat kauniyah (alam) seperti benda-benda yang terdapat dalam alam ini.

Surah Al-Kahfi Ayat 7
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

Terjemahan:”Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.”

Tafsir Jalalain: إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ (Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi) berupa hewan, tumbuh-tumbuhan, pepohonan, sungai-sungai dan lain sebagainya زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ (sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka) supaya Kami menguji manusia, seraya memperhatikan dalam hal ini أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلً (siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya) di dunia ini; yang dimaksud adalah siapakah yang lebih berzuhud/menjauhi keduniaan.

Tafsir Ibnu Katsir: Kemudian Allah memberitahukan bahwa Dia telah menjadikan dunia ini sebagai alam fana yang dihiasi dengan hiasan-hiasan yang tidak abadi. Dia jadikan ia sebagai tempat ujian dan bukan tempat menetap.

Di mana Dia berfirman: إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلً (“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka, siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.”)

Baca Juga:  Surah At-Taubah Ayat 107-108; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Allah swt menerangkan bahwa segala yang ada di atas bumi ini diciptakan sebagai perhiasan bagi bumi itu, baik binatang dan tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari berbagai jenis di lautan dan di daratan, maupun barang-barang tambang yang beraneka ragam dan sebagainya. Semua itu untuk menguji manusia apakah mereka dapat memahami dengan akal pikiran bahwa perhiasan-perhiasan bumi itu dapat memberi gambaran akan adanya Sang Pencipta, untuk kemudian menaati perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Bilamana mereka menggunakan segala benda-benda alam, hewan, dan tumbuh-tumbuhan itu untuk pengabdian diri kepada Allah dan kemaslahatan manusia, maka Allah akan memberi mereka pahala yang sebesar-besarnya. Akan tetapi, bilamana mereka menggunakannya untuk mendurhakai Allah dan merusak peradaban dan kemanusiaan, maka Allah swt akan menimpakan kepada mereka azab yang besar pula.

Sejarah umat manusia membuktikan bahwa mereka selalu berlomba-lomba untuk mem-peroleh benda-benda perhiasan bumi itu, karena merupakan benda-benda ekonomi yang menjadi sumber penghidupan umat manusia. Karena benda-benda itu pula, mereka saling berbunuh-bunuhan satu sama lain yang akhirnya menimbulkan kehancuran.

Hal itu tidak akan terjadi jika mereka menyadari bahwa benda-benda hiasan bumi itu adalah anugerah Allah, dan dimanfaatkan untuk kemanusiaan dan pengabdian kepada Tuhan Rabbul Alamin.

Demikianlah, barang siapa yang dapat memahami dan mengambil pelajaran serta hikmah dari benda-benda hiasan bumi itu akan berbahagia di dunia dan di akhirat. Semua benda alam ini memang diperuntukkan bagi manusia, terserah kepada mereka mau melakukan apa saja terhadap benda-benda hiasan di permukaan bumi itu?

Firman Allah swt: Tidakkah engkau memperhatikan bahwa Allah menundukkan bagimu (manusia) apa yang ada di bumi dan kapal yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. (al-hajj/22: 65)

Sabda Nabi Muhammad saw: Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah menunjuk kamu sebagai penguasa di atasnya, lalu Dia melihat apa yang kamu kerjakan. (Riwayat Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri).

Surah Al-Kahfi Ayat 8
وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا

Terjemahan: Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus.

Tafsir Jalalain: وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا (Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan pula apa yang di atasnya menjadi tanah rata) merata dengan tanah جُرُزًا (lagi tandus) kering tidak subur.

Tafsir Ibnu Katsir:Selanjutnya Allah memberitahukan kelenyapan, kefanaan, keberakhiran, dan kehancuran perhiasan [keindahan] tersebut. Di mana Dia berfirman:

(“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan [pula] apa yang di atasnya [di atas bumi] menjadi tanah rata lagi tandus.”) Maksudnya, sesungguhnya setelah keindahan tersebut, Kami akan mengantarnya kepada kebinasaan dan kehancuran.

Kami benar-benar akan menjadikan segala sesuatu di atas bumi ini hancur binasa yang rata lagi tandus, yang tidak akan dapat tumbuh tanaman-tanaman di atasnya dan tidak pula dapat dimanfaatkan. Sebagaimana yang dikatakan oleh al-‘Aufi dari Ibnu Abbas,

Baca Juga:  Surah An-Nisa Ayat 116-119; Seri Tadabbur Al Qur'an

mengenai firman Allah Ta’ala, وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيدًا جُرُزًا (“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan [pula] apa yang di atasnya [di atas bumi] menjadi tanah rata lagi tandus.”) ia mengatakan: “Dia akan menghancurkan dan membinasakan segala sesuatu yang ada di atasnya.” Mujahid mengemukakan:

صَعِيدًا جُرُزًا berarti tanah yang tandus.” Sedangkan Qatadah menuturkan: “Kata ash-sha’iid berarti tanah yang tidak terdapat di dalamnya pepohonan dan juga tumbuh-tumbuhan.”

Tafsir Kemenag: Ayat ini menerangkan bahwa Allah benar-benar mampu untuk membuat apa yang ada di atas bumi ini menjadi tanah yang datar dan tandus, tidak ada tumbuh-tumbuhan yang menghiasinya. Keindahan yang semula memikat penglihatan berubah menjadi pemandangan yang kering dan pudar.

Perubahan demikian itu dapat terjadi disebabkan perubahan iklim, dan dapat pula disebabkan oleh tangan manusia sendiri yang tidak mempertimbangkan akibat dari perbuatan mereka sendiri, seperti tata kota yang salah, peng-gundulan hutan, pemakaian tanah berlebih-lebihan tanpa pemeliharaan, peperangan, dan sebagainya.

Dengan demikian, tidak patut bagi Nabi Muhammad untuk berduka cita bagi mereka yang anti terhadap ajaran-ajaran Islam yang dibawanya, karena Allah swt akan menguji mereka dengan menciptakan keindahan di muka bumi ini dengan menciptakan bermacam-macam benda seperti tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral.

Siapa di antara manusia yang beramal baik, Allah akan memberi pahala bagi mereka yang paling baik karena mempergunakan benda hiasan bumi itu sesuai dengan petunjuk Tuhan untuk kemanusiaan. Tetapi jika mereka mempergunakan benda-benda hiasan bumi ini untuk tidak mengikuti petunjuk-Nya, maka Allah swt kelak menjadikan bumi ini datar dan tandus. Setiap manusia akan diberi ganjaran terhadap perbuatannya yang durhaka.

Dengan ayat ini Nabi Muhammad saw menjadi terhibur. Bagi Rasul saw sudah jelas, jalan yang ditempuh oleh masing-masing golongan manusia, baik yang beriman kepada Al-Qur’an dan maupun yang berpaling dari-Nya.

Berbahagialah mereka yang lulus dalam ujian Tuhan itu dan sengsaralah mereka yang gagal. Tugas Rasul saw hanyalah menyampaikan petunjuk-petunjuk Allah swt. Apakah manusia beriman kepada petunjuk-petunjuk itu ataukah berpaling dari-Nya, Allahlah yang menentukannya.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Al- Kahfi ayat 6-8 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Kemenag. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S