Surah Nuh Ayat 5-20; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah Nuh Ayat 5-20

Pecihitam.org – Kandungan Surah Nuh Ayat 5-20 ini, menerangkan Nuh menyeru kaumnya agar memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa mereka menyembah berhala. Bila mereka memohon ampunan, maka Allah pasti akan mengabulkannya, karena Ia Maha Pengampun. Keimanan mereka akan menghapus dosa-dosa syirik yang telah mereka lakukan.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Nuh meminta kaumnya agar memperhatikan langit yang terdiri atas tujuh tingkat. Ayat ini dapat berarti khusus untuk kaum Nuh dan dapat pula berarti umum (untuk seluruh manusia) karena ayat ini menggunakan kata-kata alam tarau (tidakkah kamu memperhatikan). Memperhatikan di sini artinya dengan mempergunakan pikiran.

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah Nuh Ayat 5-20

Surah Nuh Ayat 5
قَالَ رَبِّ إِنِّى دَعَوۡتُ قَوۡمِى لَيۡلًا وَنَهَارًا

Terjemahan: “Nuh berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang,

Tafsir Jalalain: قَالَ رَبِّ إِنِّى دَعَوۡتُ قَوۡمِى لَيۡلًا وَنَهَارًا (Nuh berkata, “Ya Rabbku! Sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang) terus-menerus tanpa mengenal waktu.

Tafsir Ibnu Katsir: Nuh as. berakata: قَالَ رَبِّ إِنِّى دَعَوۡتُ قَوۡمِى لَيۡلًا وَنَهَارًا (“Ya Rabbku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang hari.”) maksudnya aku tidak pernah diam untuk menyeru mereka pada malam dan siang hari sebagai upaya mentaati perintah-Mu dan mencari keridlaan-Mu.

Tafsir Kemenag: Nabi Nuh mengeluhkan sikap kaumnya kepada Allah bahwa sekalipun ia sudah menyeru umatnya siang dan malam, tetapi mereka tetap tidak menghiraukannya. Bahkan, mereka semakin diseru, semakin menjauh dan lari dari seruan itu.

Tafsir Quraish Shihab: Nûh juga berkata, “Tuhanku, sesungguhnya aku telah mengajak kaumku untuk beriman siang dan malam tanpa henti. Tetapi ajakanku itu malah semakin membuat mereka tidak taat kepadaku.

Surah Nuh Ayat 6
فَلَمۡ يَزِدۡهُمۡ دُعَآءِىٓ إِلَّا فِرَارًا

Terjemahan: “maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran).

Tafsir Jalalain: فَلَمۡ يَزِدۡهُمۡ دُعَآءِىٓ إِلَّا فِرَارًا (Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari) dari iman.

Tafsir Ibnu Katsir: فَلَمۡ يَزِدۡهُمۡ دُعَآءِىٓ إِلَّا فِرَارًا (“Tetapi seruanku itu hanya menambah mereka lari.”) yaitu setiap kali aku menyeru mereka agar mendekatkan diri kepada kebenaran, mereka justru melarikan diri darinya dan menjauhinya.

Tafsir Kemenag: Nabi Nuh mengeluhkan sikap kaumnya kepada Allah bahwa sekalipun ia sudah menyeru umatnya siang dan malam, tetapi mereka tetap tidak menghiraukannya. Bahkan, mereka semakin diseru, semakin menjauh dan lari dari seruan itu.

Tafsir Quraish Shihab: Nûh juga berkata, “Tuhanku, sesungguhnya aku telah mengajak kaumku untuk beriman siang dan malam tanpa henti. Tetapi ajakanku itu malah semakin membuat mereka tidak taat kepadaku.

Surah Nuh Ayat 7
وَإِنِّى كُلَّمَا دَعَوۡتُهُمۡ لِتَغۡفِرَ لَهُمۡ جَعَلُوٓاْ أَصَٰبِعَهُمۡ فِىٓ ءَاذَانِهِمۡ وَٱسۡتَغۡشَوۡاْ ثِيَابَهُمۡ وَأَصَرُّواْ وَٱسۡتَكۡبَرُواْ ٱسۡتِكۡبَارًا

Terjemahan: “Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat.

Tafsir Jalalain: وَإِنِّى كُلَّمَا دَعَوۡتُهُمۡ لِتَغۡفِرَ لَهُمۡ جَعَلُوٓاْ أَصَٰبِعَهُمۡ فِىٓ ءَاذَانِهِمۡ (Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka, agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya) supaya mereka tidak dapat mendengar seruanku وَٱسۡتَغۡشَوۡاْ ثِيَابَهُمۡ (dan menutupkan bajunya ke mukanya) supaya mereka tidak melihatku وَأَصَرُّواْ (dan mereka tetap) dalam kekafiran mereka وَٱسۡتَكۡبَرُواْ (dan menyombongkan diri) tidak mau beriman ٱسۡتِكۡبَارًا (dengan sangat.).

Tafsir Ibnu Katsir: وَإِنِّى كُلَّمَا دَعَوۡتُهُمۡ لِتَغۡفِرَ لَهُمۡ جَعَلُوٓاْ أَصَٰبِعَهُمۡ فِىٓ ءَاذَانِهِمۡ وَٱسۡتَغۡشَوۡاْ ثِيَابَهُمۡ (“Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru kepada mereka [kepada iman] agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya.”) maksudnya, mereka menutupi telinga mereka agar tidak mendengar apa yang ia sampaikan. Sebagaimana yang dikabarkan oleh Allah Ta’ala mengenai orang-orang kafir Quraisy yang artinya:

“Dan orang-orang yang kafir berkata: ‘Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan al-Qur’an ini dan buatlah hiruk pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan [mereka].’” (Fushshilat: 26)

وَٱسۡتَغۡشَوۡاْ ثِيَابَهُمۡ (“Dan menutupkan bajunya.”) Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas: “Mereka mengingkarinya agar dia tidak mengetahui mereka.”
Sa’id bin Jubair dan as-Suddi mengatakan:

“Mereka menutup kepala agar mereka tetap menjalankan kemusyrikan dan kekufuran yang sangat seperti yang sedang mereka jalani. وَٱسۡتَكۡبَرُواْ ٱسۡتِكۡبَارًا (“dan menyombongkan diri dengan sangat”) maksudnya mereka enggan mengikuti kebenaran dan tidak tunduk kepadanya.

Tafsir Kemenag: Nabi Nuh juga mengeluhkan bahwa setiap kali ia menyeru mereka agar beriman dan tidak lagi menyembah berhala-berhala agar dosa-dosa mereka diampuni, mereka menyumbatkan jari-jari mereka ke lubang telinga agar tidak mendengar seruannya. Mereka bahkan menutupi muka masing-masing supaya tidak melihatnya. Hal ini didorong oleh kebencian mereka terhadapnya. Lebih dari itu, mereka juga semakin ingkar dan sombong.

Tafsir Quraish Shihab: Setiap kali aku mengajak mereka untuk beriman kepada-Mu agar Engkau mengampuni mereka, mereka meletakkan anak jari mereka di telinga agar tidak mendengar ajakanku dan menutupkan baju ke muka agar tidak melihatku. Mereka tetap dalam kekafiran dan sangat sombong serta enggan sekali memenuhi ajakanku.

Surah Nuh Ayat 8
ثُمَّ إِنِّى دَعَوۡتُهُمۡ جِهَارًا

Terjemahan: “Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan,

Tafsir Jalalain: ثُمَّ إِنِّى دَعَوۡتُهُمۡ جِهَارًا (Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka dengan terang-terangan) dengan sekuat suaraku.

Tafsir Ibnu Katsir: ثُمَّ إِنِّى دَعَوۡتُهُمۡ جِهَارًا (“Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka [kepada iman] dengan cara terang-terangan.”) yakni secara terang-terangan di tengah-tengah ummat manusia.

Tafsir Kemenag: Nabi Nuh mengadukan kepada Allah bahwa segala upaya telah ia lakukan supaya mereka beriman. Ia telah menyeru mereka secara terang-terangan di hadapan umum, dan adakalanya dengan dua cara sekaligus, yaitu mengajak mereka secara bersama di depan umum, dan mendekati mereka seorang demi seorang secara pribadi. Akan tetapi, mereka tetap menampik dan menolak seruan itu.

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Nabi Nuh telah melaksanakan tugas tanpa menghiraukan bahaya yang dapat mengancam jiwanya. Nuh sangat cinta kepada kaumnya, dan beliau ingin mereka beriman supaya terhindar dari azab Allah. Dan ia telah melaksanakan tugasnya dengan penuh pengabdian kepada Allah.

Tafsir Quraish Shihab: Kemudian aku menyeru mereka kepada-Mu dengan suara keras, lalu pada suatu kesempatan aku seru mereka dengan terang-terangan dan pada kesempatan lain secara sembunyi-sembunyi dalam rangka mencoba melakukan segala cara.

Surah Nuh Ayat 9
ثُمَّ إِنِّىٓ أَعۡلَنتُ لَهُمۡ وَأَسۡرَرۡتُ لَهُمۡ إِسۡرَارًا

Terjemahan: kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam,

Tafsir Jalalain: ثُمَّ إِنِّىٓ أَعۡلَنتُ لَهُمۡ (Kemudian sesungguhnya aku telah mengeraskan kepada mereka) suaraku وَأَسۡرَرۡتُ (dan pula telah membisikkan) suaraku atau seruanku لَهُمۡ إِسۡرَارًا (kepada mereka dengan sangat rahasia.).

Tafsir Ibnu Katsir: ثُمَّ إِنِّىٓ أَعۡلَنتُ لَهُمۡ (“Kemudian sesungguhnya aku [menyeru] mereka [lagi] dengan terang-terangan.”) yakni dengan kata-kata yang sangat jelas dan dengan suara yang keras. وَأَسۡرَرۡتُ لَهُمۡ إِسۡرَارًا (“dan dengan diam-diam”) yakni yang berlangsung antara diriku dengan mereka, lalu aku menyampaikan dakwah dengan cara yang beragam agar lebih merasuk ke dalam hati mereka.

Tafsir Kemenag: Nabi Nuh mengadukan kepada Allah bahwa segala upaya telah ia lakukan supaya mereka beriman. Ia telah menyeru mereka secara terang-terangan di hadapan umum, dan adakalanya dengan dua cara sekaligus, yaitu mengajak mereka secara bersama di depan umum, dan mendekati mereka seorang demi seorang secara pribadi. Akan tetapi, mereka tetap menampik dan menolak seruan itu.

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Nabi Nuh telah melaksanakan tugas tanpa menghiraukan bahaya yang dapat mengancam jiwanya. Nuh sangat cinta kepada kaumnya, dan beliau ingin mereka beriman supaya terhindar dari azab Allah. Dan ia telah melaksanakan tugasnya dengan penuh pengabdian kepada Allah.

Tafsir Quraish Shihab: Kemudian aku menyeru mereka kepada-Mu dengan suara keras, lalu pada suatu kesempatan aku seru mereka dengan terang-terangan dan pada kesempatan lain secara sembunyi-sembunyi dalam rangka mencoba melakukan segala cara.

Surah Nuh Ayat 10
فَقُلۡتُ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارًا

Terjemahan: “maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-,

Tafsir Jalalain: فَقُلۡتُ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ (Maka aku katakan, “Mohonlah ampun kepada Rabb kalian) dari kemusyrikan kalian ِإِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارًا (sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun.”).

Tafsir Ibnu Katsir: فَقُلۡتُ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارًا (“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Rabb-Mu, sesunggunya Dia adalah Mahapengampun.’”) yakni kembalilah kalian kepada-Nya dan tinggalkanlah apa yang selama ini kalian geluti serta bertaubatlah kepada-Nya dari dekat, karena sesungguhnya barangsiapa bertaubat kepada-Nya, pasti Dia akan menerimanya, sebanyak apapun dosanya dan sedalam apa pun kekufuran dan kemusyrikan yang telah diselaminya.

Tafsir Kemenag: Nuh menyeru kaumnya agar memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa mereka menyembah berhala. Bila mereka memohon ampunan, maka Allah pasti akan mengabulkannya, karena Ia Maha Pengampun. Keimanan mereka akan menghapus dosa-dosa syirik yang telah mereka lakukan.

Tafsir Quraish Shihab: Aku katakan kepada kaumku, ‘Mintalah ampunan atas kemaksiatan dan kekafiran kalian kepada Tuhan. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun atas dosa-dosa hamba-Nya yang bertobat. Dia akan mengirim kepada kalian hujan yang lebat, memberikan kalian harta dan anak yang merupakan hiasan dunia, kebun- kebun yang dapat kalian nikmati keindahan dan buah-buahannya serta sungai-sungai yang dapat kalian gunakan untuk mengairi tanaman dan memberi minum ternak.

Surah Nuh Ayat 11
يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيۡكُم مِّدۡرَارًا

Terjemahan: “niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat,

Tafsir Jalalain: يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ (Niscaya Dia akan mengirimkan hujan) pada saat itu mereka sedang mengalami kekeringan karena terlalu lama tidak ada hujan عَلَيۡكُم مِّدۡرَارًا (kepada kalian dengan lebat) dengan deras.

Tafsir Ibnu Katsir: Oleh karena itu Dia berfirman: يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيۡكُم مِّدۡرَارًا (“Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat.”) yakni hujan yang terus-menerus. oleh karena itu disunnahkan untuk membaca surat ini pada shalat istisqa’ (shalat minta hujan), karena ayat ini.

Baca Juga:  Surah Nuh Ayat 1-4; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Demikianlah yang diriwayatkan dari Amirul Mukminin ‘Umar bin al-Khaththab, bahwasannya dia pernah menaiki mimbar untuk meminta turun hujan, maka dia tidak membaca lebih dari istighfar dan beberapa ayat al-Qur’an di dalam istighfar,

Tafsir Kemenag: Nabi Nuh menyampaikan kepada kaumnya janji Allah bila mereka beriman kepada-Nya, yaitu: 1. Allah akan menurunkan hujan lebat yang akan menyuburkan tanah mereka dan memberikan hasil yang berlimpah sehingga mereka akan makmur.

2. Allah akan menganugerahkan kepada mereka kekayaan yang berlimpah. 3. Allah akan menganugerahkan anak-anak yang banyak untuk melanjutkan keturunan mereka, sehingga tidak punah. 4. Allah akan menyuburkan kebun-kebun mereka, sehingga memberi hasil yang berlimpah.

5. Allah akan memberi mereka sungai-sungai dan irigasi untuk mengairi kebun-kebun mereka, sehingga subur dan hijau. Janji Allah kepada umat Nuh sangat cocok dengan masyarakat waktu itu. Umat Nabi Nuh adalah nenek moyang umat manusia sekarang. Kebudayaan mereka masih dalam taraf permulaan kebudayaan manusia. Akan tetapi, janji Allah itu tidak menarik hati mereka sedikit pun.

Hal ini menunjukkan keingkaran mereka yang sangat hebat. Janji Allah itu mengandung isyarat bahwa Ia menyuruh mereka mempergunakan akal pikiran. Mereka seakan-akan disuruh memikirkan kegunaan hujan bagi mereka.

Hujan akan menyuburkan bumi tempat mereka berdiam, menghasilkan tanam-tanaman dan buah-buahan yang mereka perlukan. Sebagian hasil pertanian itu bisa mereka makan dan sebagian lainnya dijual, sehingga menambah kekayaan mereka.

Hujan akan mengalirkan air menjadi sungai-sungai yang bermanfaat bagi mereka. Jika mereka mau menggunakan pikiran seperti itu, mereka tentu akan sampai kepada kesimpulan tentang siapa yang menurunkan hujan dan menyuburkan bumi sehingga menghasilkan keperluan-keperluan hidup mereka. Akhirnya, mereka tentu akan sampai kepada suatu kesimpulan sebagaimana seruan yang disampaikan Nuh kepada mereka, yaitu beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan yang menciptakan semua keperluan mereka.

Tafsir Quraish Shihab: Aku katakan kepada kaumku, ‘Mintalah ampunan atas kemaksiatan dan kekafiran kalian kepada Tuhan. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun atas dosa-dosa hamba-Nya yang bertobat. Dia akan mengirim kepada kalian hujan yang lebat, memberikan kalian harta dan anak yang merupakan hiasan dunia, kebun- kebun yang dapat kalian nikmati keindahan dan buah-buahannya serta sungai-sungai yang dapat kalian gunakan untuk mengairi tanaman dan memberi minum ternak.

Surah Nuh Ayat 12
وَيُمۡدِدۡكُم بِأَمۡوَٰلٍ وَبَنِينَ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ جَنَّٰتٍ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ أَنۡهَٰرًا

Terjemahan: “dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.

Tafsir Jalalain: وَيُمۡدِدۡكُم بِأَمۡوَٰلٍ وَبَنِينَ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ جَنَّٰتٍ (Dan membanyakkan harta dan anak-anak kalian dan mengadakan untuk kalian kebun-kebun) ladang-ladang وَيَجۡعَل لَّكُمۡ أَنۡهَٰرًا (dan mengadakan pula bagi kalian sungai-sungai) yang mengalir di dalamnya.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: وَيُمۡدِدۡكُم بِأَمۡوَٰلٍ وَبَنِينَ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ جَنَّٰتٍ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ أَنۡهَٰرًا (“Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan [pula di dalamnya] untukmu sungai-sungai.”) maksudnya jika kalian bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya serta mentaati-Nya, niscaya Dia akan memperbanyak rizky untuk kalian serta mencurahkan hujan kepada kalian dari langit dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dari bumi, juga menumbuhkan berbagai macam tanaman untuk kalian, menggandakan susu ternak, dan melimpahkan harta dan juga anak.

Artinya Dia akan memberikan kalian harta kekayaan dan juga anak serta memberi kalian kebun-kebun yang di dalamnya terdapat berbagai macam buah-buahan, dialiri pula oleh sungai-sungai yang mengalir di sela-selanya. Yang demikian itu merupakan wujud dakwah dengan targhib (dorongan).

Tafsir Kemenag: Nabi Nuh menyampaikan kepada kaumnya janji Allah bila mereka beriman kepada-Nya, yaitu: 1. Allah akan menurunkan hujan lebat yang akan menyuburkan tanah mereka dan memberikan hasil yang berlimpah sehingga mereka akan makmur.

2. Allah akan menganugerahkan kepada mereka kekayaan yang berlimpah. 3. Allah akan menganugerahkan anak-anak yang banyak untuk melanjutkan keturunan mereka, sehingga tidak punah. 4. Allah akan menyuburkan kebun-kebun mereka, sehingga memberi hasil yang berlimpah.

5. Allah akan memberi mereka sungai-sungai dan irigasi untuk mengairi kebun-kebun mereka, sehingga subur dan hijau. Janji Allah kepada umat Nuh sangat cocok dengan masyarakat waktu itu. Umat Nabi Nuh adalah nenek moyang umat manusia sekarang. Kebudayaan mereka masih dalam taraf permulaan kebudayaan manusia. Akan tetapi, janji Allah itu tidak menarik hati mereka sedikit pun.

Hal ini menunjukkan keingkaran mereka yang sangat hebat. Janji Allah itu mengandung isyarat bahwa Ia menyuruh mereka mempergunakan akal pikiran. Mereka seakan-akan disuruh memikirkan kegunaan hujan bagi mereka.

Hujan akan menyuburkan bumi tempat mereka berdiam, menghasilkan tanam-tanaman dan buah-buahan yang mereka perlukan. Sebagian hasil pertanian itu bisa mereka makan dan sebagian lainnya dijual, sehingga menambah kekayaan mereka.

Hujan akan mengalirkan air menjadi sungai-sungai yang bermanfaat bagi mereka. Jika mereka mau menggunakan pikiran seperti itu, mereka tentu akan sampai kepada kesimpulan tentang siapa yang menurunkan hujan dan menyuburkan bumi sehingga menghasilkan keperluan-keperluan hidup mereka.

Akhirnya, mereka tentu akan sampai kepada suatu kesimpulan sebagaimana seruan yang disampaikan Nuh kepada mereka, yaitu beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan yang menciptakan semua keperluan mereka.

Tafsir Quraish Shihab: Aku katakan kepada kaumku, ‘Mintalah ampunan atas kemaksiatan dan kekafiran kalian kepada Tuhan. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun atas dosa-dosa hamba-Nya yang bertobat. Dia akan mengirim kepada kalian hujan yang lebat, memberikan kalian harta dan anak yang merupakan hiasan dunia, kebun- kebun yang dapat kalian nikmati keindahan dan buah-buahannya serta sungai-sungai yang dapat kalian gunakan untuk mengairi tanaman dan memberi minum ternak.

Surah Nuh Ayat 13
مَّا لَكُمۡ لَا تَرۡجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا

Terjemahan: “Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?

Tafsir Jalalain: مَّا لَكُمۡ لَا تَرۡجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا (Mengapa kalian tidak mengharapkan keagungan dari Allah?) tidak mengharapkan Allah mengangkat derajat kalian, agar kalian beriman kepada-Nya.

Tafsir Ibnu Katsir: Kemudian Nuh as. berpaling dari cara itu menyeru mereka dengan tarhib (memberikan rasa takut), dimana dia berkata: مَّا لَكُمۡ لَا تَرۡجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا (“Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?”)

Tafsir Kemenag: Nabi Nuh menasihati kaumnya bahwa mereka seharusnya mengakui kekuasaan Allah yang Mahabesar. Mereka juga seharusnya berharap agar dimuliakan Allah dengan beriman kepada-Nya. Akan tetapi, hal itu tetap tidak mereka lakukan.

Tafsir Quraish Shihab: Mengapa kalian tidak mengagungkan Allah dengan sebenar-benarnya–sehingga kalian dapat berharap mendapat kemuliaan diselamatkan dari azab–padahal Dia telah menciptakan kalian dengan beberapa tahapan, mulai dari air mani, segumpal darah, segumpal daging kemudian menjadi tulang dan daging?

Surah Nuh Ayat 14
وَقَدۡ خَلَقَكُمۡ أَطۡوَارًا

Terjemahan: “Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian.

Tafsir Jalalain: وَقَدۡ خَلَقَكُمۡ أَطۡوَارًا (Padahal sesungguhnya Dia telah menciptakan kalian dalam beberapa tingkatan kejadian) lafal athwaaran bentuk jamak dari lafal thaurun, artinya tahap; yakni mulai dari tahap air mani terus menjadi darah kental atau alaqah, hingga menjadi manusia yang sempurna bentuknya. Dan memperhatikan kejadian makhluk-Nya seharusnya menuntun mereka iman kepada yang telah menciptakannya.

Tafsir Ibnu Katsir: maksudnya keagungan Allah. Demikian yang dikemukakan oleh Ibnu ‘Abbas, Mujahid, dan adh-Dhahhak. وَقَدۡ خَلَقَكُمۡ أَطۡوَارًا (“Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakanmu dalam beberapa tingkatan kejadian.”) ada yang mengatakan:

“Artinya dari nuthfah [setetes mani], kemudian menjadi segumpal darah, lalu menjadi segumpal daging.” Demikian yang dikemukakan oleh Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah, Qatadah, Yahya bin Rafi’, as-Suddi, dan Ibnu Zaid.

Tafsir Kemenag: Nabi Nuh mengingatkan lagi kebesaran dan kekuasaan Allah yang terdapat di dalam diri mereka, yaitu bahwa mereka diciptakan-Nya secara bertahap. Dari setetes air mani, kemudian menjadi zigot, darah, seberkas lempeng daging dan tulang, janin, dan kemudian dilahirkan. Dari bayi yang tidak tahu suatu apa pun, mereka menjadi manusia dewasa, berketurunan, dan akhirnya meninggal dunia.

Berdasarkan kekuasaan Allah itu, mereka seharusnya beriman kepada-Nya. Tahap-tahap kejadian manusia yang menunjukkan kekuasaan Allah itu dinyatakan pula dalam ayat-ayat lain: Dialah yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari setetes mani, lalu dari segumpal darah, kemudian kamu dilahirkan sebagai seorang anak, kemudian dibiarkan kamu sampai dewasa, lalu menjadi tua. Tetapi di antara kamu ada yang dimatikan sebelum itu. (Kami perbuat demikian) agar kamu sampai kepada kurun waktu yang ditentukan, agar kamu mengerti. (al-Mu’min/40: 67)

Dalam ayat lain, Allah berfirman: Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami menjadikannya air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian, air mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian, Kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik. (al-Mu’minun/23: 12-14)

Secara ilmiah, tahapan penciptaan manusia itu dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Tingkat sari pati tanah, ketika manusia belum bisa disebut sebagai apa-apa. Mohon dilihat kembali penjelasan tentang “sari pati tanah pada telaah ilmiah Surah al-hijr/15 ayat 26, 28, dan 33.

2. Tingkat nuthfah. Ketika semua sari pati tanah, masuk ke dalam tubuh kita, kemudian digunakan oleh tubuh sebagai ‘starting materials dalam proses metabolisme pembentukan nuthfah di dalam sel-sel reproduksi.

Nuthfah diterjemahkan sebagai air mani atau setetes mani. Pengertian harfiahnya adalah tetes atau bagian kecil dari fluida (cairan kental, konsentrat). Dalam dunia sains, merupakan konsentrasi fluida yang mengandung sperma. Disebut pula sebagai nuthfatun amsyaj atau setetes mani yang bercampur. Ini mengandung arti percampuran dua nuthfah atau benih, yaitu dari pihak laki-laki (sperma) dan dari pihak wanita (sel telur, ovarium).

Baca Juga:  Surah Nuh Ayat 21-24; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Dalam Surah al-Insan/76:2, tampak sekali bahwa hanya satu tetes mani (satu sperma) yang bercampur (membuahi) ovarium. Ini sangat bersesuaian dengan ilmu embryology. Nuthfah disebut pula sebagai air yang hina (ma’in mahin, al-Mursalat/77: 20) atau air yang terpancar (ma’in dafiq, ath-thariq/86: 6). Yang pertama, menyiratkan tentang hakikat keluarnya air mani melalui alat genetalia, yang kesehariannya untuk membuang kotoran (urine). Yang terakhir ini menunjukkan proses masuknya nutfah (sperma) ke dalam rahim.

3. Tingkat ‘alaqah. ‘Alaqah merupakan bentuk perkembangan pra-embrionik, yang terjadi setelah percampuran sel mani (sperma) dan sel telur. Moore dan Azzindani (1982) menjelaskan bahwa ‘alaqah dalam Bahasa Arab berarti lintah (leech) atau suatu suspensi (suspended thing) atau segumpal darah (a clot of blood).

Lintah merupakan binatang tingkat rendah, berbentuk seperti buah pir, dan hidup dengan cara menghisap darah. Jadi ‘alaqah merupakan tingkatan (stadium) embrionik, yang berbentuk seperti buah pir, di mana sistem kardiovaskuler (sistem pembuluh-jantung) sudah mulai tampak, dan hidupnya tergantung dari darah ibunya, mirip dengan lintah.

‘Alaqah terbentuk sekitar 24-25 hari sejak pembuahan. Jika jaringan pra-embrionik ‘alaqah ini diambil keluar (digugurkan), memang tampak seperti segumpal darah (a blood clot like). 4. Tingkat Mudhgah. ‘Alaqah yang terbentuk sekitar 24-25 hari setelah pembuahan, kemudian berkembang menjadi mudhgah pada hari ke 26-27, dan berakhir sebelum hari ke-42.

Cepatnya perubahan dari ‘alaqah ke mudhgah terlihat dalam penggunaan kata fa pada surah 23:14. Dalam bahasa Arab kata fa menunjukkan rangkaian perubahan yang cepat. Secara umum, mudhgah diterjemahkan sebagai ‘segumpal daging.

Mudhgah merupakan tingkatan embrionik yang berbentuk seperti ‘kunyahan permen karet, yang menunjukkan permukaan yang tidak teratur. Mudhgah atau ‘segumpal daging terdiri dari sel-sel atau jaringan-jaringan yang telah mengalami diferensiasi maupun yang belum mengalami diferensiasi. sebagaimana dapat dilihat pada penjelasan pada Surah al-hajj/22: 5 di atas oleh Moore dan Azzadani.

Pada ayat 5, surah al-hajj/22, dijelaskan: “….,kemudian dari segumpal daging (mudhgah) yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim,…” Moore dan Azzindani (1982), menerjemahkan dengan kalimat “….,kemudian dari segumpal daging (mudhgah) yang telah terdiferensiasi dan yang belum terdiferensiasi, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim,…”. Memang hakikat dari mudhgah, terdiri dari sel-sel atau jaringan/organ yang telah mengalami diferensiasi maupun yang belum. 5. Tingkat pembentukkan tulang.

Setelah tingkat mudhgah inilah, mulai dibentuk tulang. Ini sangat bersesuaian sekali dengan embryology modern dewasa ini. 6. Tingkat pembungkusan tulang oleh daging, Janin mulai terbentuk. 7. Tingkat bayi dalam kandungan, merupakan perkembangan lanjutan dari Tingkat ke-6 di atas.

Kemudian dilanjutkan dengan penyempurnaan pembentukan manusia. Wallahu a’lam bi as-sawab Demikianlah perjalanan hidup manusia yang menunjukkan bahwa kejadian manusia itu melalui proses yang rumit dan rentan. Oleh karena itu, terwujudnya mereka di alam ini hendaknya disyukuri dengan beriman kepada Allah. .

Tafsir Quraish Shihab: Mengapa kalian tidak mengagungkan Allah dengan sebenar-benarnya–sehingga kalian dapat berharap mendapat kemuliaan diselamatkan dari azab–padahal Dia telah menciptakan kalian dengan beberapa tahapan, mulai dari air mani, segumpal darah, segumpal daging kemudian menjadi tulang dan daging?

Surah Nuh Ayat 15
أَلَمۡ تَرَوۡاْ كَيۡفَ خَلَقَ ٱللَّهُ سَبۡعَ سَمَٰوَٰتٍ طِبَاقًا

Terjemahan: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?

Tafsir Jalalain: َلَمۡ تَرَوۡاْ (Tidakkah kalian perhatikan) kalian lihat كَيۡفَ خَلَقَ ٱللَّهُ سَبۡعَ سَمَٰوَٰتٍ طِبَاقًا (bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?) sebagian di antaranya berada di atas sebagian yang lain.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman Allah: أَلَمۡ تَرَوۡاْ كَيۡفَ خَلَقَ ٱللَّهُ سَبۡعَ سَمَٰوَٰتٍ طِبَاقًا (“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?”) yakni satu tingkat di atas tingkat yang lainnya.

Tafsir Kemenag: Dalam ayat ini, Nuh meminta kaumnya agar memperhatikan langit yang terdiri atas tujuh tingkat. Ayat ini dapat berarti khusus untuk kaum Nuh dan dapat pula berarti umum (untuk seluruh manusia) karena ayat ini menggunakan kata-kata alam tarau (tidakkah kamu memperhatikan). Memperhatikan di sini artinya dengan mempergunakan pikiran.

Oleh karena itu, cara memperhatikan yang diperintahkan adalah dengan cara yang lazim digunakan dunia ilmu pengetahuan. Ayat ini berarti khusus untuk umat Nabi Nuh maksudnya adalah mereka seharusnya mempergunakan pancaindra dan akal dalam mengamati alam ini.

Dengan pengamatan demikian, mereka juga bisa mengetahui betapa besar dan hebat alam ini. Bahwa langit itu begitu luas dan bertingkat-tingkat juga dapat mereka pahami menurut pemahaman mereka yang sederhana. Mereka seharusnya mengakui kebesaran Allah dengan beriman kepada-Nya.

Ayat ini juga berlaku secara umum, yaitu ditujukan kepada umat Nabi Muhammad sampai sekarang dan masa yang akan datang. Sampai sekarang pun para ahli tafsir belum dapat memastikan “langit” yang terdiri atas tujuh tingkat itu. Tapi tentang “langit” itu tidak mustahil akan ditemukan oleh generasi yang akan datang.

Mengenai langit, ayat lain menginformasikan: Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulunya menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya; dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman? (al-Anbiya’/21: 30)

Apa yang baru dapat dipahami oleh para ilmuwan sekarang adalah bahwa alam semesta ini terjadi dari satu massa yang amat padat, kemudian meledak, dan memunculkan galaksi-galaksi, tata surya, planet-planet, dan sebagainya. Akan tetapi, itu pun masih merupakan teori yang disebut teori big bang (ledakan besar).

Dari ayat ini dapat dipahami bahwa perintah memikirkan dan merenungkan kekuasaan dan kebesaran Allah itu tertuju kepada seluruh manusia, baik yang tinggi tingkat pengetahuannya maupun yang masih rendah. Seluruh manusia sanggup dan mampu melakukannya, sehingga menambah kuat imannya kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.

Ayat ini juga mengajarkan kepada manusia mengenai cara mengenal dan mencari agama-Nya, yaitu dengan merenungkan kejadian alam ini. Dengan perenungan itu, manusia akan sampai kepada Penciptanya. Pencipta alam ini tentulah Yang Mahatahu dan Mahakuasa, bukan sesuatu yang tidak tahu apa-apa dan tidak berdaya sama sekali.

Dialah yang menentukan segala sesuatu, Yang Maha Esa, tidak berserikat dengan sesuatu apa pun. Oleh karena itu, agama yang benar adalah agama yang mengakui keesaan Tuhan dan ibadah yang benar ialah ibadah yang langsung ditujukan kepada-Nya, tidak menggunakan perantara dan sebagainya.

Tafsir Quraish Shihab: Apakah kalian tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, menjadikan bulan di tujuh langit tersebut sebagai cahaya yang memancar serta menjadikan matahari sebagai lampu yang menerangi penghuni dunia dengan sinarnya untuk melihat segala yang dibutuhkan?

Surah Nuh Ayat 16
وَجَعَلَ ٱلۡقَمَرَ فِيهِنَّ نُورًا وَجَعَلَ ٱلشَّمۡسَ سِرَاجًا

Terjemahan: “Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita?

Tafsir Jalalain: وَجَعَلَ ٱلۡقَمَرَ فِيهِنَّ (Dan Allah menciptakan padanya bulan) yaitu pada langit yang paling terdekat di antara keseluruhan langit itu نُورًا وَجَعَلَ ٱلشَّمۡسَ سِرَاجًا (sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita?) yang memancarkan sinar terang yang jauh lebih kuat daripada sinar bulan.

Tafsir Ibnu Katsir: Maksudnya, Allah, وَجَعَلَ ٱلۡقَمَرَ فِيهِنَّ نُورًا وَجَعَلَ ٱلشَّمۡسَ سِرَاجًا (“telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat. Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita.”) maksudnya ada perbedaan antara keduanya dalam cahaya, Dan Dia menjadikan masing-masing dari keduanya sesuai ketentuannya, untuk diketahui malam dan siang dengan terbit dan terbenamnya matahari.

Tafsir Kemenag: Nabi Nuh menerangkan kepada kaumnya bahwa Allah yang disembah itu menciptakan bulan bercahaya dan matahari bersinar. Dari ayat itu dapat dipahami bahwa: 1. Matahari memancarkan sinar sendiri, sedang bulan mendapat cahaya dari matahari.

Cahaya yang dipancarkan bulan berasal dari sinar matahari yang dipantulkannya ke bumi. Oleh karena itu, sinar matahari lebih keras dan terang dari cahaya bulan. 2. Sinar dan cahaya itu berguna bagi manusia, tetapi bentuk kegunaannya berbeda-beda.

Ayat yang membedakan cahaya dan sinar dari dua benda langit, matahari dan bulan telah berkali-kali dikemukakan. Bintang mempunyai sumber sinar, sedangkan planet tidak. Penjelasan mengenai hal ini dapat dilihat pada Surah Yunus/10: 5. Uraian mengenai hal ini secara ilmiah adalah demikian: Dalam membicarakan benda-benda angkasa, Al-Qur’an juga sudah membedakan bintang dan planet.

Bintang adalah benda langit yang memancarkan sinar, sedangkan planet hanya memantulkan sinar yang diterima dari bintang. Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan waktu.

Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (Yunus/10: 5) Matahari adalah benda angkasa terbesar dalam tata surya kita. Ia merupakan gumpalan gas yang berpijar, dengan garis tengah sekitar 1,4 juta km. Jarak rata-rata antara titik pusat bumi dan matahari sekitar 150 juta km. Di pusat matahari, suhu mencapai sekitar 20.0000C.

Dalam ilmu astronomi, matahari merupakan benda langit yang digolongkan ke dalam jenis bintang. Di jagad raya ini terdapat miliaran, bahkan triliunan bintang. Matahari adalah salah satunya. Bintang merupakan benda langit yang memancarkan sinar karena di permukaan maupun bagian dalam bintang masih berlangsung reaksi-reaksi nuklir hidrogen yang dahsyat.

Hasil reaksi inilah yang menimbulkan pancaran sinar. Sedangkan 10 benda langit yang mengorbit matahari, termasuk di dalamnya bumi (dan bulan yang mengorbit bumi), digolongkan ke dalam jenis planet. Jumlah bintang diperkirakan lebih dari 6 miliar, bahkan boleh jadi mencapai 100 miliar.

Akan tetapi, hanya sekitar 6.000 bintang yang dapat diamati dengan mata telanjang. Suhu, warna, ukuran, dan kepadatan bintang bervariasi. Bintang yang terpanas umumnya berwarna putih kebiruan. Suhu permukaannya dapat mencapai 20.0000C. Sedangkan yang kurang panas berwarna kuning, sebagaimana matahari. Ukurannya ada yang melebihi ribuan atau jutaan kali ukuran Matahari.

Baca Juga:  Surah Yusuf Ayat 73-76; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

Adapun jarak bintang terdekat dari tata surya adalah 4.000 tahun cahaya. Apabila kecepatan cahaya 186.000 mil per detik, maka jarak bintang terdekat tersebut mencapai 104 x 109 mil. Cahaya bintang terdekat ke tata surya, Alpha Centauri, memerlukan waktu 4 tahun untuk mencapai bumi. Sedang bintang “terjauh”, Riga, cahayanya baru mencapai bumi lebih dari 1.000 tahun kemudian. Bandingkan dengan cahaya matahari yang mencapai bumi dalam hanya 4 menit saja.

Planet dapat dikategorikan sebagai bintang yang telah ‘mati. Permukaannya telah mendingin, dan berubah menjadi padatan. Planet tidak memancarkan sinar. Akan tetapi, apabila ia disinari oleh satu sumber sinar (misal matahari), maka ia akan memantulkannya, sehingga tampak seperti bercahaya.

Dengan demikian, kata ‘bercahaya dapat diartikan sebagai dapat dilihat oleh mata karena memantulkan sinar yang diterima dari sumber sinar. Bulan bercahaya karena memantulkan sinar yang diterimanya dari matahari.

Tafsir Quraish Shihab: Apakah kalian tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, menjadikan bulan di tujuh langit tersebut sebagai cahaya yang memancar serta menjadikan matahari sebagai lampu yang menerangi penghuni dunia dengan sinarnya untuk melihat segala yang dibutuhkan?

Surah Nuh Ayat 17
وَٱللَّهُ أَنۢبَتَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِ نَبَاتًا

Terjemahan: “Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya,

Tafsir Jalalain: وَٱللَّهُ أَنۢبَتَكُم (Dan Allah menumbuhkan kalian) Dia telah menciptakan kalian مِّنَ ٱلۡأَرۡضِ (dari tanah) karena Dia telah menciptakan bapak moyang kalian, yaitu Nabi Adam daripadanya نَبَاتًا (dengan sebaik-baiknya.).

Tafsir Ibnu Katsir: Dan firman Allah: وَٱللَّهُ أَنۢبَتَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِ نَبَاتًا (“Dan Allah menumbuhkanmu dari tanah dengan sebaik-baiknya.”) ini merupakan isim masdar, dan menggunakannya disini adalah lebih baik. (“Kemudian Dia mengembalikanmu ke dalam tanah.”) yakni jika kalian telah meninggal dunia.

Tafsir Kemenag: Nabi Nuh selanjutnya menerangkan kepada kaumnya bahwa Allah Yang Maha Esa dan wajib disembah itu adalah Tuhan yang membuat manusia tumbuh dengan nutrisi yang berasal dari tanah. Di samping itu, manusia juga diciptakan dari tanah yaitu dari mani dan ovum yang terbentuk dari makanan yang berasal dari tanah. Dari mani dan ovum yang terbentuk dari nutrisi yang berasal dari tanah itu terjadi pembuahan, kemudian mereka tumbuh menjadi manusia seperti tumbuhnya tanaman.

Tanaman dalam perjalanan hidupnya mengalami berbagai macam proses, manusia juga demikian. Umat kaum Nuh tidak mengambil pelajaran dari proses penciptaan manusia itu. Mereka tetap mengingkari Tuhan dan tidak mempercayai kebesaran-Nya. Inilah yang diingatkan oleh Nabi Nuh kepada mereka dalam ayat ini.

Tafsir Quraish Shihab: Allah telah menciptakan kalian dari tanah, lalu kalian tumbuh secara menakjubkan. Kemudian Dia akan mengembalikan kalian ke bumi setelah mati dan pasti akan mengeluarkan kalian dari situ.

Surah Nuh Ayat 18
ثُمَّ يُعِيدُكُمۡ فِيهَا وَيُخۡرِجُكُمۡ إِخۡرَاجًا

Terjemahan: “kemudian Dia mengembalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya.

Tafsir Jalalain: ثُمَّ يُعِيدُكُمۡ فِيهَا (Kemudian Dia mengembalikan kalian ke dalam tanah) dalam keadaan terkubur di dalamnya وَيُخۡرِجُكُمۡ (dan mengeluarkan kalian) dari dalamnya menjadi hidup kembali pada hari kiamat إِخۡرَاجًا (dengan sebenar-benarnya.).

Tafsir Ibnu Katsir: ثُمَّ يُعِيدُكُمۡ فِيهَا (“Kemudian Dia mengembalikanmu ke dalam tanah.”) yakni jika kalian telah meninggal dunia. وَيُخۡرِجُكُمۡ إِخۡرَاجًا (“dan mengeluarkanmu dengan sebenar-benarnya.”) yakni pada hari kiamat, Dia akan mengembalikan kalian sebagaimana Dia menciptakan kalian pertama kali.

Tafsir Kemenag: Nabi Nuh juga menerangkan kepada kaumnya bahwa mereka akan mati dan akan dikembalikan ke dalam tanah atau dikuburkan. Selanjutnya mereka akan dikeluarkan dari tanah itu pada hari Kiamat untuk diminta pertanggungjawabannya. Karena adanya pertanggungjawaban itu, mereka seharusnya beriman dan berbuat baik dalam kehidupan di dunia ini.

Tafsir Quraish Shihab: Allah telah menciptakan kalian dari tanah, lalu kalian tumbuh secara menakjubkan. Kemudian Dia akan mengembalikan kalian ke bumi setelah mati dan pasti akan mengeluarkan kalian dari situ.

Surah Nuh Ayat 19
وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُمُ ٱلۡأَرۡضَ بِسَاطًا

Terjemahan: “Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan,

Tafsir Jalalain: وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُمُ ٱلۡأَرۡضَ بِسَاطًا (Dan Allah menjadikan bagi kalian bumi sebagai hamparan) yakni dalam keadaan terhampar.

Tafsir Ibnu Katsir: وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُمُ ٱلۡأَرۡضَ بِسَاطًا (“Dan Allah menjadikan bumi sebagai hamparan untukmu.”) yakni menghamparkan, membentangkan, meneguhkan, dan mengokohkannya dengan gunung-gunung yang tinggi menjulang lagi kokoh,

Tafsir Kemenag: Allah menegaskan lagi nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada manusia, yaitu Dia telah menciptakan bumi luas dan datar sehingga mereka dapat menjalankan kehidupan dengan mudah. Dengan datarnya permukaan bumi, manusia dapat membuat jalan sehingga mereka dapat menjelajahi bumi sampai ke tempat-tempat yang jauh letaknya.

Ayat-ayat ini menggambarkan bahwa bumi telah dijadikan Allah relatif datar (plane), terlepas dari fakta bahwa di bumi banyak gunung yang dijadikan sebagai tiang pancang permukaan bumi, dan fakta bahwa 70% dari permukaan bumi berupa permukaan laut. Namun demikian, profil permukaan bumi relatif lebih rata dan mulus dibandingkan dengan planet atau benda-benda langit lainnya di alam semesta.

Menurut para ahli, kondisi bumi termasuk permukaannya sangat sesuai dengan kondisi kehidupan dan kenyamanan manusia yang menghuninya. Allah dengan kerahmanan-Nya telah mengkondisikan permukaan bumi sehingga manusia menikmati kenyamanan kehidupan di dunia. Mengapa Allah menjadikan permukaan bumi datar (sebagai hamparan)? Sebabnya ialah supaya manusia dapat menjelajahi jalan-jalannya. Ini berarti bahwa Allah mengharapkan manusia agar mempelajari dan mengeksplorasi seluruh permukaan maupun kandungan perut bumi.

Yang dimaksud dengan “menjalani jalan-jalan” ini ialah bukan hanya secara fisik menjelajahi permukaan bumi, tapi juga secara ilmiah. Untuk mencapai atau menghasilkan pengetahuan manusia perlu mengembara, menjelajahi seraya mengamati seluruh seluk beluk dan semua pelosok bumi, agar bisa menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di permukaan bumi.

Akumulasi pengetahuan manusia mengenai bumi disebut ilmu bumi, dan pada perkembangan lebih lanjut manusia perlu mempelajari ilmu bumi dan juga ilmu-ilmu kebumian serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan untuk dapat mengelola bumi ini.

Tafsir Quraish Shihab: Allah menjadikan bumi terhampar untuk kalian agar kalian dapat menelusuri jalan-jalan yang luas di bumi ini’.”

Surah Nuh Ayat 20
لِّتَسۡلُكُواْ مِنۡهَا سُبُلًا فِجَاجًا

Terjemahan: “supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi itu”.

Tafsir Jalalain: لِّتَسۡلُكُواْ مِنۡهَا سُبُلًا (Supaya kalian menempuh padanya jalan-jalan) atau menempuh jalan-jalan فِجَاجًا (yang luas.”) yang lebar.

Tafsir Ibnu Katsir: لِّتَسۡلُكُواْ مِنۡهَا سُبُلًا فِجَاجًا (“Supaya kamu menempuh jalan-jalan yang luas di bumi itu.”) maksudnya, Dia menciptakannya untuk kalian agar kalian menetap dan melintasi jalanan di sana, kemana saja kalian kehendaki dari penjuru dan belahannya.

Semua itu merupakan rangkaian peringatan Nabi Nuh as. kepada kaumnya mengenai kekuasaan dan keagungan Allah dalam menciptakan langit dan bumi serta nikmat-nikmat-Nya yang diberikan kepada mereka, dimana Dia memberikan berbagai macam manfaat langit dan bumi kepada mereka.

Dengan demikian, Dia adalah Sang Pencipta lagi Pemberi rizky, yang telah menjadikan langit sebagai bangunan dan bumi terhampar, Dia juga meluaskan rizky bagi makhluk-makhluk-Nya. Dia-lah Rabb yang wajib diibadahi, diesakan, serta tidak boleh disekutukan dengan suatu apapun, karena tidak ada satu pun yang dapat menandingi-Nya dan tidak juga menyamai-Nya. Dia adalah Rabb yang tidak beristri dan tidak beranak, tidak memiliki wakil dan penasehat, tetapi Dia adalah Rabb Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.

Tafsir Kemenag: Allah menegaskan lagi nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada manusia, yaitu Dia telah menciptakan bumi luas dan datar sehingga mereka dapat menjalankan kehidupan dengan mudah. Dengan datarnya permukaan bumi, manusia dapat membuat jalan sehingga mereka dapat menjelajahi bumi sampai ke tempat-tempat yang jauh letaknya.

Ayat-ayat ini menggambarkan bahwa bumi telah dijadikan Allah relatif datar (plane), terlepas dari fakta bahwa di bumi banyak gunung yang dijadikan sebagai tiang pancang permukaan bumi, dan fakta bahwa 70% dari permukaan bumi berupa permukaan laut. Namun demikian, profil permukaan bumi relatif lebih rata dan mulus dibandingkan dengan planet atau benda-benda langit lainnya di alam semesta.

Menurut para ahli, kondisi bumi termasuk permukaannya sangat sesuai dengan kondisi kehidupan dan kenyamanan manusia yang menghuninya. Allah dengan kerahmanan-Nya telah mengkondisikan permukaan bumi sehingga manusia menikmati kenyamanan kehidupan di dunia. Mengapa Allah menjadikan permukaan bumi datar (sebagai hamparan)? Sebabnya ialah supaya manusia dapat menjelajahi jalan-jalannya. Ini berarti bahwa Allah mengharapkan manusia agar mempelajari dan mengeksplorasi seluruh permukaan maupun kandungan perut bumi.

Yang dimaksud dengan “menjalani jalan-jalan” ini ialah bukan hanya secara fisik menjelajahi permukaan bumi, tapi juga secara ilmiah. Untuk mencapai atau menghasilkan pengetahuan manusia perlu mengembara, menjelajahi seraya mengamati seluruh seluk beluk dan semua pelosok bumi, agar bisa menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah di permukaan bumi.

Akumulasi pengetahuan manusia mengenai bumi disebut ilmu bumi, dan pada perkembangan lebih lanjut manusia perlu mempelajari ilmu bumi dan juga ilmu-ilmu kebumian serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan untuk dapat mengelola bumi ini.

Tafsir Quraish Shihab: Allah menjadikan bumi terhampar untuk kalian agar kalian dapat menelusuri jalan-jalan yang luas di bumi ini’.”

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah Nuh Ayat 5-20 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S