Hadits Adalah Sumber Hukum Islam, Adakah Pembagiannya?

Hadits Adalah Sumber Hukum Islam, Adakah Pembagiannya?

PeciHitam.org – Hadits adalah isim dari tahdits, yang berarti pembicaraan. Hadits menurut bahasa (lughat) yaitu :

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

  • Al-Jadid (sesuatu yang baru), lawan kata al-qadim (sesuatu yang lama).
  • Al-Khabar (berita), yaitu sesuatu yang diprcayakan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain.
  • Al-Qarib (yang dekat, belum lama terjadi).

Sedangkan menurut istilah jumhur muhadditsin, yaitu:

ماأضيف إلى النبي صلى الله عليه وسلم قولا اوفعلا التقريرا اونحوها

“Sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan (taqrir), dan sebagainya.”

Menurut Mahfud at-Tirmasy dalam kitab Manhaj Dzawi an-Nazhar, bahwa hadits itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfu’ (sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw), melainkan bisa juga untuk sesuatu yang mauquf, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada sahabat, (baik berupa perkataan atau lainnya), dan yang maqthu’, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada tabiin.

Berdasarkan dari segi kuantitasnya atau jumlah rawi hadits, maka dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Hadits Mutawatir

Menurut bahasa, mutawatir berarti mutatabi’ yang (datang) berturut-turut, dengan tidak ada jaraknya. Sedangkan menurut istilah diartikan sebagai hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang secara tradisi tidak mungkin mereka sepakat untuk berdusta (jumlah banyak itu), dari awal sanad sampai akhir dengan syarat jumlah itu tidak kurang pada setiap tingkatan sanadnya. Hadits mutawatir dibagi menjadi dua bagian yaitu, lafdzi dan maknawi.

Baca Juga:  Boleh Menyampaikan Hadits Dhaif Tanpa Menjelaskan Statusnya

2. Hadits Ahad

Menurut bahasa, ahad berarti satu. Sedangkan menurut istilah, hadits ahad adalah hadits yang diriwayatkan oleh satu orang. Sedangkan hadits ahad menurut istilah dan banyak didefinisikan oleh para ulama adalah Khabar yang jumlah perawinya tidak sampai jumlah perawi hadits mutawatir, baik perawinya itu satu, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya yang tidak memberikan pengertian bahwa jumlah perawi tersebut tidak sampai kepada jumlah perawi hadits mutawatir.

Hadits Ahad secara garis besar oleh ulama-ulama hadits dibagi menjadi dua , yaitu masyhur dan ghairu masyhur. Ghairu masyhur terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu aziz dan gharib. Hadits masyhur menurut bahasa muntasyir yang berarti sesuatu yang sudah tersebar, sudah popular.

Baca Juga:  Semua Hadits Tawassul Didhaifkan Wahabi, Kecuali Ini

Hadits ini dinamakan masyhur karena popularitasnya di masyarakat, walaupun tidak mempunyai sanad sama sekali, baik berstatus shahih atau dhaif. Sedangkan hadits ghairu masyhur oleh ulama muhadditsin digolongkan menjadi dua, antara lain:

a. Hadits Aziz, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua orang rawi tersebut terdapat pada satu thabaqat saja, kemudian setelah itu, orang-orang pada meriwayatkannya. Jadi hadits aziz tidak hanya diriwayatkan oleh dua orang rawi pada setiap thabaqah, yakni sejak dari thabaqah pertama sampai terakhir harus terdiri dari dari dua oprang, tetapi selagi salah satu thabaqah (lapisannya) saja, didapati dua orang rawi, sudah bisa dikatakan hadits aziz.

b. Hadits Gharib, yaitu hadits yang didalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, dimana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi. Hadits gharib terbagi dua yaitu gharib mutlaj (fard) dan gharib nisby. Gharib mutlak yakni apabila penyendirian rawi dalam meriwayatkan hadits itu mengenai personalianya dan harus berpangkal ditempat ashlus sanad yaitu tabi’in bukan sahabat.

Baca Juga:  Posisi Hadits dalam Pandangan Madzhab Syi’ah?

Sedangkan gharib nisby ialah apabila penyendirian itu mengenai sifat-sifat atau keadaan tertentu seorang rawi. Dan hal ini mempunyai beberapa kemungkinan, misalnya tentang sifat keadilan dan kedlabitan ketsiqahan) rawi tertentu, istilah-istilah muhadditsin yang bersangkutan dengan hadits gharib, cara-cara untuk menetapkan kaghariban hadits (I’tibar).

Mohammad Mufid Muwaffaq

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *