Kisah Hatib Ibnu Balta’ah Seorang Sahabat Nabi yang Berkhianat

Kisah Hatib Ibnu Balta'ah Seorang Sahabat Nabi yang Berkhianat

Pecihitam.org – Dia adalah Hatib Ibnu Balta’ah. Berasal dari Yaman sahabat dekat Zubair Ibnu Awwam. Pada tahun 8 H, dimana Rasulullah Saw bersama para sahabat sedang sibuk mempersiapkan penaklukan kota Makkah sebagaimana yang telah dijanjikan oleh Allah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Dalam waktu bersamaan fikiran Hatib gundah gulana. Dia sedih memikirkan anak-anaknya dan keluarganya yang tidak aman daripada penganiayaan kaum Quraisy, karena di Makkah mereka tidak mempunyai pelindung yang dapat melindungi dan menjaga mereka daripada musuh-musuh Islam.

Bisikan-bisikan syaitan selalu menggoda fikirannya hingga ia merasa kalut, dan fikirannya buntu. Sampai pada akhirnya diapun memutuskan untuk mendekati kaum musyrikin Quraisy dengan memberitahu kepada mereka mengenai rahasia-rahasia kekuatan senjata yang telah dipersiapkan Rasulullah untuk penaklukan atas kota Makkah.

Tidak pernah terfikirkan olehnya, bahwa perbuatan itu merupakan pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya, dan bahwa rahasia tentara adalah amanah yang ada di bahu para perajurit. Bila salah satu rahasia sampai dibocorkan, maka prajurit tersebut akan mendapat amarah dari Allah, malaikat-Nya dan semua kaum muslimin, mengapa?

Tentu karena dia telah membocorkan rahasia kekuatan laskar yang akan menghadapkan pasukannya pada bahaya dan sekaligus menghadapkan tanah air pada kebinasaan.

Itulah keputusan yang terburuk dalam kehidupan Hatib Ibnu Balta’ah. Dia bertekad untuk memberitahu kaum Quraisy tentang tentara Islam yang telah dipersiapkan Rasulullah Saw. Cahaya iman telah padam di hatinya. Dia tidak lagi memikirkan keagungan akidah dan melupakan Keimanannya terhadap Allah dan Rasul-Nya.

Baca Juga:  Salahudin Al-Ayyubi; Jenderal Perang dari Kerajaan Seljuk

Maka dengan tangan gemetar Dia mulai menulis surat kepada pembesar-pembesar Quraisy, membuka rahasia laskar Islam yang dipersiapkan secara matang oleh Rasulullah ke Makkah, agar mereka mempunyai gambaran atas keadaan kaum muslimin di Madinah.

Surat itu diserahkan kepada seorang wanita. Dia menyuruh wanita tersebut agar merahasiakan surat itu di sanggul rambutnya sehingga jika ada orang yang menghadang kendaraannya, maka surat itu tidak akan diketahui. Dia berjanji pada wanita itu akan memberi hadiah yang mahal bila surat itu telah sampai di tangan pembesar Quraisy.

Namun sayangnya, Baru saja wanita tersebut meninggalkan Madinah, malaikat Jibril segera memberitahu Rasulullah tentang apa yang telah dilakukan Hatib. Maka Rasulullah cepat-cepat memanggil Ali Ibn Abi Thalib dan Zubair Ibn Awwam. Rasulullah berkata: “Kejarlah wanita itu, Dia memberitahu surat Hatib untuk para pembesar Quraisy yang isinya menerangkan mereka tentang persiapan yang telah kita himpun dalam menaklukkan mereka.”

Maka dengan segera, Ali dan Zubair pun bergegas keluar mencari wanita itu dan keduanya menemukan wanita tersebut di daerah Raudhah Khah, 7 batu dari Madinah. Ketika Ali menyuruh wanita itu supaya mengeluarkan surat Hatib, wanita itu tidak mengaku kalau dia sedang membawa surat. Maka Ali pun berdiri dan memeriksa kenderaannya, tetapi Ali tidak menemukan surat itu.

Baca Juga:  Rithah al Hamqa, Wanita Pemintal Benang yang Dikisahkan dalam Al-Quran

Akhirnya dengan marah Ali memandang wanita tersebut dan berkata: “Aku bersumpah kepada Allah bahwa Rasulullah tidak pernah berdusta. Sekarang kamu harus pilih apakah kamu mau menyerahkan surat itu kepadaku, ataukah aku harus menelanjangi kamu!

Setelah Ali bersikap kasar dan memberi dua pilihan, akhirnya wanita itu berkata: “Berpalinglah.” Setelah itu Ali membalikkan badan kemudian wanita itu membuka ikatan rambutnya dan mengeluarkan surat darinya, lalu menyerahkan surat itu kepada Ali.

Ali dan Zubair segera kembali kepada Rasulullah dengan membawa surat Hatib. Rasulullah menghadirkan Hatib Ibn Abu Balta’ah dan bertanya kepadanya, “Wahai Hatib, apa yang mendorong kamu berbuat demikian?

Maka oleh Hatib dijawab dengan nada terputus-putus: “Wahai Rasulullah, janganlah tergesa-gesa menghukum diriku. Semua itu kulakukan karena aku bukan dari golongan Quraisy, di Makkah aku masih mempunyai sanak saudara. Maka aku ingin kaum Quraisy menjaga keluargaku di Makkah. Dan sungguh, itu aku lakukan bukan karena aku telah murtad dari Islam, dan bukan pula aku rela kepada kekufuran sesudah iman.”

Rasulullah memandang semua sahabat yang hadir dengan wajah bersinar, dan Baginda berkata kepada mereka: “Bagaimana pun juga, Dia telah berkata jujur.”

Suasana pun menjadi hening sejenak, tiba-tiba Umar berkata “Wahai Rasulullah, izinkan aku memenggal leher orang munafik ini.” Umar beranggapan bahwa membocorkan rahasia-rahasia laskar Islam merupakan pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya, maka balasannya adalah harus dibunuh.

Baca Juga:  Kisah Nabi Ibrahim; Tentang Kesabaran dan Doa yang Dikabulkan

Orang yang mengadakan hubungan dengan musuh, maka balasannya adalah dijatuhi hukuman mati. Sementara itu Rasulullah telah memaafkan Hatib karena ia telah mengakui dosanya.

Selain itu Baginda mengingat perjuangan Hatib Ibnu Balta’ah di masa lalu karena ia berjuang di medan perang Badar, sehingga banyak pasukan musyrikin yang mati di bawah tebasan pedangnya. Ia berani menghadapi bahaya dengan menerjang barisan musuh.

Rasulullah juga mengingat posisi Hatib pada hari Bai’atur Ridwan di bawah sebuah pohon yang diberkahi, di mana pada saat itu para malaikat menyaksikan orang-orang mukmin yang sedang mengulurkan tangan mereka untuk berbaiat kepada Rasulullah.

Rosmawati

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *