Surah An-Naml Ayat 65-66; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an

Surah An-Naml Ayat 65-66

Pecihitam.org – Kandungan Surah An-Naml Ayat 65-66 ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad supaya menerangkan kepada orang-orang musyrik Mekah bahwa tidak ada seorang pun yang mengetahui perkara yang gaib baik di langit maupun di bumi selain Allah.

Pecihitam.org, dapat Istiqomah melahirkan artikel-artikel keislaman dengan adanya jaringan penulis dan tim editor yang bisa menulis secara rutin. Kamu dapat berpartisipasi dalam Literasi Dakwah Islam ini dengan ikut menyebarkan artikel ini ke kanal-kanal sosial media kamu atau bahkan kamu bisa ikut Berdonasi.

DONASI SEKARANG

Terjemahan dan Tafsir Al-Qur’an Surah An-Naml Ayat 65-66

Surah An-Naml Ayat 65
قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ

Terjemahan: Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.

Tafsir Jalalain: قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ (Katakanlah!, “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui) baik dari kalangan para Malaikat maupun manusia الْغَيْبَ (perkara yang gaib) dari mereka إِلَّا (kecuali) hanya اللَّهُ (Allah saja) yang mengetahuinya وَمَا يَشْعُرُونَ (dan mereka tidak mengetahui) maksudnya orang-orang kafir Mekah sama pula dengan orang-orang selain mereka أَيَّانَ (bila) kapan waktunya يُبْعَثُونَ (mereka dibangkitkan hidup kembali.”).

Tafsir Ibnu Katsir: Allah Ta’ala berfirman memerintahkan Rasul-Nya untuk mengucapkan sesuatu yang mengajarkan seluruh manusia bahwa tidak ada seorangpun penghuni langit dan bumi yang dapat mengetahui perkara ghaib kecuali Allah.

Firman Allah: إِلَّا اللَّهُ (“Kecuali Allah”) adalah istisna’ munqathi’, yaitu tidak ada satupun yang mengetahui hal itu kecuali Allah swt. Karena Dia sajalah yang mengetahui hal itu dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Sebagaimana firman Allah yang artinya: “Dan pada sisi-Nya lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahui kecuali Dia sendiri.” (al-An’aam: 59). Ayat-ayat dalam masalah ini amat banyak.

Firman Allah: وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ (“Dan mereka tidak mengetahui bila [kapan] mereka akan dibangkitkan.”) yaitu para makhluk yang tinggal di langit dan di bumi tidak mengetahui waktu terjadinya hari kiamat, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

“Kiamat itu amat berat [huru-haranya bagi makhluk] yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba.” (al-A’raaf: 187) yaitu mengetahui hal tersebut amat berat bagi penghuni langit dan bumi.

Qatadah berkata: “Bintang-bintang hanya dijadikan Allah untuk tiga hal: dijadikannya ia sebagai hiasan langit, dijadikannya ia untuk petunjuk dan juga menjadi pelontar syaitan. Barangsiapa yang memanfaatkan bintang-bintang itu untuk selain hal itu, maka berarti ia berkata dengan pendapatnya sendiri dan keliru dalam menempatkannya, menyia-nyiakan usahannya dan berlebih-lebihan dalam sesuatu yang tidak terjangkau oleh ilmunya.

Sesungguhnya manusia-manusia yang jahil tentang perintah Allah telah membuat bintang-bintang itu sebagai ramalan. Barangsiapa yang menikah pada waktu bintang ini, niscaya begini dan begini. Barangsiapa yang pergi pada waktu bintang ini niscaya begini dan begitu. Dan lain-lain, sesungguhnya tidak ada satu bintang pun yang menyebabkan seseorang itu lahir dalam keadaan merah atau hitam, pendek atau tinggi, tampan atau jelek.

Baca Juga:  Surah An-Naml Ayat 22-26; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Dan tidak ada bintang ini, bintang itu atau burung ini yang dapat memberitahukan sesuatu yang ghaib. Allah Ta’ala telah menetapkan bahwa tidak ada penghuni langit dan bumi yang dapat mengetahui perkara ghaib kecuali Allah. Dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan. Hal itu diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dengan kalimat aslinya. Ini merupakan perkara yang penting dan benar.”

Tafsir Kemenag: Pada ayat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad supaya menerangkan kepada orang-orang musyrik Mekah bahwa tidak ada seorang pun yang mengetahui perkara yang gaib baik di langit maupun di bumi selain Allah, sesuai dengan firman-Nya:

Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui selain Dia. (al-An’am/6: 59)

Dan firman-Nya pula: Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok.

Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal. (Luqman/31: 34)

Maksud perkara gaib di sini ialah persoalan-persoalan yang ada hubungannya dengan keadaan dan kehidupan di akhirat dan persoalan-persoalan di dunia yang berada dalam lingkungan hidup manusia dan dapat dirasakan tetapi di luar kemampuan manusia mencapainya. Diriwayatkan dari Masruq dari ‘Aisyah beliau berkata:

Dari ‘Aisyah r.a., beliau berkata, “Barang siapa yang beranggapan bahwa Nabi Muhammad saw mengetahui apa yang akan terjadi besok, maka ia telah berdusta besar terhadap Allah, karena Allah menyatakan, ‘Katakan, tidak ada yang tahu tentang kegaiban langit dan bumi kecuali Allah.” (Riwayat Muslim)

Pada ayat ini disebutkan salah satu di antara yang gaib itu ialah mereka tidak mengetahui bila akan dibangkitkan dari kubur pada hari Kiamat, karena kiamat itu datangnya secara tiba-tiba sesuai dengan firman Allah:

Apakah mereka hanya menunggu saja kedatangan hari Kiamat yang datang kepada mereka secara mendadak sedang mereka tidak menyadarinya? (az-Zukhruf/43: 66)

Tafsir Quraish Shihab: Katakan pula, wahai Muhammad, “Sungguh, Zat yang Mahaesa dalam penciptaan alam semesta ini adalah Yang mengetahui segala persoalan gaib, yaitu Allah subhanahu wa ta’ala Tidak ada seorang pun yang tahu kapan manusia akan dibangkitakan dari kubur untuk diperiksa amal perbuatannya lalu diberi balasan.”

Baca Juga:  Surah An-Naml Ayat 48-53; Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an

Surah An-Naml Ayat 66
بَلِ ادَّارَكَ عِلْمُهُمْ فِي الْآخِرَةِ بَلْ هُمْ فِي شَكٍّ مِّنْهَا بَلْ هُم مِّنْهَا عَمُونَ

Terjemahan: Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai (kesana) malahan mereka ragu-ragu tentang akhirat itu, lebih-lebih lagi mereka buta daripadanya.

Tafsir Jalalain: بَلِ (Apakah) lafal Bal di sini bermakna Hal, yakni apakah ادَّارَكَ (sampai ke sana) lafal Iddaraka pada asalnya adalah Tadaraka, kemudian huruf Ta diganti menjadi Dal kemudian di-idgam-kan kepada Dal, lalu ditariklah Hamzali Washal, artinya sama dengan lafal Balagha, Lahiqa, atau Tataba’a dan Talahaqa, yaitu, sampai ke sana. Menurut qiraat yang lain dibaca Adraka menurut wazan Akrama, sehingga artinya menjadi, Apakah telah sampai ke sana عِلْمُهُمْ فِي الْآخِرَةِ (pengetahuan mereka tentang akhirat?) yakni mengenai hari akhirat, sehingga mereka menanyakan tentang kedatangannya. Pada kenyataannya tidaklah demikian بَلْ هُمْ فِي شَكٍّ مِّنْهَا بَلْ هُم مِّنْهَا عَمُونَ (sebenarnya mereka ragu-ragu tentang akhirat itu, bahkan mereka buta daripadanya) ‘Amuna berasal dari kata Umyul Qalbi yang artinya buta hatinya; pengertian ungkapan ini lebih mengena daripada kalimat sebelumnya.

Pada asalnya lafal ‘Amuna adalah ‘Amiyuna, oleh karena harakat Dhammah atas Ya dianggap berat untuk diucapkan, maka harakat Dhammah-nya dipindahkan kepada Mim, hal ini dilakukan sesudah terlebih dahulu harakat Kasrah-nya dibuang, sehingga jadilah ‘Amuna.

Tafsir Ibnu Katsir: Firman-Nya: بَلِ ادَّارَكَ عِلْمُهُمْ فِي الْآخِرَةِ بَلْ هُمْ فِي شَكٍّ مِّنْهَا (“Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai [kesana], bahkan mereka ragu-ragu tentang akhirat itu.”) yaitu ilmu mereka terbatas dan amat lemah untuk mengetahui waktunya. Ulama lain membaca: بَلِ ادَّارَكَ عِلْمُهُمْ (“Sebenarnya pengetahuan mereka”) yakni samalah ilmu mereka dalam masalah itu.

Sebagaimaan dijelaskan dalam shahih Muslim, bahwa Rasulullah berkata kepada Jibril saat ditanya tentang waktu terjadinya hari kiamat: “Yang ditanya tidak lebih mengetahui daripada yang bertanya.” Artinya, pengetahuan orang yang ditanya dan yang bertanya sama saja kelemahannya dalam [mengetahui] hal tersebut.

‘Ali bin Abi Thalhah berkata dari Ibnu ‘Abbas: بَلِ ادَّارَكَ عِلْمُهُمْ فِي الْآخِرَةِ (“Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai [kesana],”) yakni hal yang ghaib. Qatadah berkata: “Yaitu disebabkan kebodohan mereka,” ada yang berkata: “Tidak berlaku amal mereka di akhirat sedikitpun.” Ini satu pendapat.

Ibnu Juraij berkata dari ‘Atha’ al-Khurasani, dari Ibnu ‘Abbas: balid daaraka ‘ilmuHum fil aakhirati (“Sebenarnya pengetahuan mereka tentang akhirat tidak sampai [kesana],”) di saat ilmu tidak bermanfaat. Itu pula yang dikatakan oleh ‘Atha’ al-Khurasani dan as-Suddi bahwa pengetahuan mereka menjadi luas dan lengkap pada hari kiamat, dimana hal tersebut tidak lagi dapat bermanfaat bagi mereka.

Baca Juga:  Surah At-Taubah Ayat 7; Terjemahan dan Tafsir Al Qur'an

Dan firman Allah Ta’ala: بَلْ هُمْ فِي شَكٍّ مِّنْهَا (“Bahkan mereka ragu-ragu tentang akhirat itu.”) ini kembali pada jenis. Yang dimaksud adalah orang-orang kafir, yaitu orang-orang yang ragu tentang adanya hari kiamat dan kejadiannya. بَلْ هُم مِّنْهَا عَمُونَ (“lebih-lebih lagi mereka buta dari padanya.”) yaitu berada dalam kebutuhan dan kebodohan besar tentang perkara dan urusan akhirat.

Tafsir Kemenag: Pada ayat ini, Allah menerangkan kejahilan mereka tentang hari Kiamat. Terdapat dua pendapat dalam memahami ayat ini. Pertama, sesungguhnya pengetahuan mereka tentang akhirat itu tidak menyeluruh. Kedua, pengetahuan mereka tentang kiamat sangat sempurna, tetapi ketika tidak melihatnya dengan mata kepala di dunia, mereka mengingkarinya.

Bukan saja mereka tidak percaya dan tidak mengetahui kapan akan terjadinya kiamat, malahan mereka sangat ragu-ragu yang akhirnya menjurus kepada keadaan buta sama sekali tentang hari Kiamat. Dalil apa pun yang ditunjukkan kepada mereka tentang akan datangnya hari Kiamat, tetap mereka tolak.

Soal keimanan terhadap akan datangnya kiamat itu sangat perlu dimiliki oleh setiap orang yang ingin mendidik dirinya supaya menjadi manusia yang jujur dan bertanggung jawab. Bilamana ia yakin akan mendapat pemeriksaan terhadap dirinya pada hari Kiamat, maka ia akan selalu mengekang hawa nafsunya dari setiap penyelewengan dan keangkaramurkaan.

Negara dan seluruh warga negaranya tidak akan dirugikan oleh semua sikap dan tingkah lakunya. Semua kebijaksanaannya menjurus ke arah keamanan kesejahteraan dan kebahagiaan bersama. Agama merupakan unsur mutlak dalam pembangunan bangsa.

Tafsir Quraish Shihab: Pengetahuan mereka tentang akhirat yang berawal dari ketidaktahuan berubah menjadi keraguan. Mereka bagaikan orang buta, karena tidak mau berusaha mencari alasan-alasan yang membenarkan adanya hari akhir. Hal itu lantaran mata hati mereka telah dirusak oleh kesesatan.

Shadaqallahul ‘adzhim. Alhamdulillah, kita telah pelajari bersama kandungan Surah An-Naml Ayat 65-66 berdasarkan Tafsir Jalalain, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Kemenag dan Tafsir Quraish Shihab. Semoga menambah khazanah ilmu Al-Qur’an kita.

M Resky S